Jakarta (Antara Bali) - Indonesia harus mempercepat laju pertumbuhan
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terdapat di berbagai daerah
terutama mengingat masih besarnya potensi tenaga air yang masih belum
diberdayakan dengan optimal.
"Laju pertumbuhan PLTA di Indonesia
sangat lamban, padahal potensi tenaga air Indonesia cukup besar yaitu
mencapai 75.000 MegaWatt (MW)," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air
Kementerian Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Mudjiadi dalam rilisnya,
Jumat.
Namun, ujar dia, pemanfaatannya melalui penyediaan listrik nasional baru mencapai 10,1 persen atau tepatnya sebesar 7.572 MW.
Berdasarkan
data yang dimiliki Kementerian ESDM, potensi sumber energi tenaga air
tersebar yaitu sebanyak 15.600 MW di Sumatera, 4.200 MW di Jawa, 21.600
di Kalimantan, 10.200 MW di Sulawesi, 620 MW di Bali-NTT-NTB, 430 MW di
Maluku dan 22350 MW di Papua.
Ia mengingatkan bahwa kebutuhan
akan air, pangan, dan energi di Asia juga menunjukkan peningkatan yang
tajam akibat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga dibutuhkan
pendekatan multidisiplin dan kebijakan lintas sektoral guna mengatasi
masalah air.
Pemerintah, lanjutnya, saat ini memiliki program
terkait "Percepatan Pemanfaatan Potensi Tenaga Air untuk Pembangkit
Listrik" yang dipantau langsung oleh UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan).
"Hal ini dilandasi oleh
permasalahan biaya produksi listrik yang lebih tinggi daripada harga
jual listrik rata-rata mengakibatkan adanya subsidi listrik," kata
Mudjiadi.
Selain itu, program tersebut juga dilandasi oleh
peningkatan emisi karbon dari penggunaan bahan bakar fosil untuk
pembangkit listrik, serta kapasitas PLTA dibanding pembangkit listrik
lainnya sangat rendah, padahal potensi PLTA sangat melimpah dan terdapat
potensi PLTA yang belum termanfaatkan pada infrastruktur sumber daya
air yang sudah terbangunkan.
Mudjiadi melanjutkan bahwa
pemerintah mentargetkan dalam waktu 5 hingga 7 tahun ke depan akan
terealisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) sebesar 1,2
GW (gigawatt) sehingga akan terdapat potensi penghematan solar impor
sebesar 2,21 juta kilo liter/tahun setara dengan 1,92 miliar dolar
AS/tahun.
Sementara itu,Tim Percepatan Pemanfaatan Infrastruktur
Sumber Daya Air untuk Pembangkit Listrik telah menetapkan sejumlah
program antara lain percepatan pembangunan Turbin Pembangkit Karangkates
IV dan V, serta pembangunan Bendungan Pengatur Kesamben dan Pembangkit
Listrik Mikrohidro Bendung Gerak Lodoyo.
Program lainnya
pengembalian kapasitas mampu PLTA yang mengalami penurunan kapasitas
pembangkitan melalui pengerukan sedimen di waduk dan/atau perbaikan
komponen PLTA, penilaian cepat terhadap kemungkinan potensi PLTA di
waduk-waduk yang dimiliki Kementerian Pekerjaan Umum.
Terakhir adalah pengelolaan dan percepatan pengurusan perizinan pembangunan bendungan dan PLTA yang sedang berjalan.
Sebelumnya,
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran di Jakarta, Sabtu (20/9),
menyatakan pemerintah perlu mengoptimalkan berbagai sumber energi di
Tanah Air untuk menghasilkan daya listrik.
Tumiran menyebutkan
potensi listrik di Indonesia masih 0,16 KW per kapita dengan total
pembangkit 48 GW, sedangkan apabila ingin menjadikan energi listrik
sebagai tulang punggung perekonomian maka butuh energi listrik 0,6
sampai 1 KW per kapita.
"Artinya, kita butuh tambahan energi
listrik minimal sekitar 120 GW," katanya sambil menambahkan, untuk
menghasilkan energi tersebut dibutuhkan waktu lima sampai sepuluh tahun
dengan total biaya Rp180 triliun dengan harga untuk setiap 1 GW senilai
Rp15 triliun. (WDY)
PU: Indonesia Harus Percepat Laju Pertumbuhan PLTA
Jumat, 3 Oktober 2014 15:35 WIB