Denpasar (Antara Bali) - Aneka jenis buah yang ditata secara apik dan serasi dengan kue dan hiasan janur menjulang tinggi sekitar 1 meter di atas tempat yang lazim disebut "dulang".
Dulang bentuknya bundar sebesar lingkaran kepala di bagian bawah, makin ke atas ukurannya bertambah besar. Namun, tetap melingkar dengan diameter sekitar 40 sentimeter.
Di atas dulang itulah dibuat sesajen berukuran besar yang lumrah disebut "Pranian" atau "Canang". Wanita Bali memiliki keahlian dan keterampilan khusus untuk membuatnya.
"Pranian" yang biasa dipersembahkan pada ritual "odalan" di Pura atau hari-hari suci keagamaan Galungan, Kuningan memperingati hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) kali ini lebih didominasi buah-buah produksi lokal.
Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Bali dan seluruh elemen masyarakat setempat berkewajiban melindungi dan melestarikan buah lokal karena memiliki fungsi ganda, yakni kandungan vitamin dan gizi yang tidak kalah dengan buah impor, tutur Kepala Biro Humas Pemprov Bali Dewa Gede Mahendra Putra.
Buah lokal sangat diperlukan untuk mendukung upaya melestarikan seni budaya Bali yang menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan mancanegara berkunjung ke daerah ini.
Selain itu, buah lokal juga sangat diperlukan sebagai salah satu bahan baku pembuatan obat tradisional yang terdapat dalam usada Bali. Mengingat penting dan strategisnya buah lokal, perlu upaya dan terobosan agar buah lokal cepat memasyarakat dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal.
Pesta Kesenian Bali (PKB) aktivitas seni tahunan yang digelar secara berkesinambungan setiap tahun itu perlu memperbanyak kegiatan lomba yang memanfaatkan buah lokal berkaitan dengan kegiatan lomba membuat banten dan usada.
Demikian pula, pembuatan menu makanan sedapat mungkin menggunakan buah lokal murni sebagai salah satu bahan bakunya. Demikian pula, dalam setiap kegiatan jamuan makan malam untuk tamu kehormatan sedapat mungkin menggunakan buah lokal, yang diolah sedemikian rupa sehingga layak untuk disuguhkan dalam jamuan yang bersifat nasional maupun internasional.
Dorong Pengusaha Hotel
Dewa Gede Mahendra Putra menilai hal lain yang tidak kalah penting dalam memasyarakatkan buah lokal dengan mendorong pengusaha hotel untuk menyosialisasikan buah lokal kepada wisatawan mancanegara sehingga produksi buah lokal itu mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik kepada petani dan masyarakat.
Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana menjelaskan kendala utama penggunaan buah lokal untuk kepentingan pariwisata karena dari sisi ketersediannya yang kerap tidak berkesinambungan.
Buah lokal bersifat musiman, sedangkan industri pariwisata meminta supaya buah lokal ada sepanjang tahun. Pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin agar buah lokal bisa terpenuhi sepanjang tahun, di antaranya dengan penerapan teknologi pertanian dan menanam di dalam pot.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali Gede Kusuma Putra mengusulkan supaya desa adat (pakraman) di Pulau Dewata dapat mencantumkan ketentuan pemanfaatan buah lokal dalam "awig-awig" atau aturan tertulis desa setempat.
Pihaknya menyadari desa pakraman atau desa adat mempunyai peranan yang strategis untuk menyosialisasikan secara terus-menerus pemanfaatan atau pemakaian buah lokal ke seluruh lapisan masyarakat.
Bagi desa adat yang sudah membuat "awig-awig" untuk pemakaian buah lokal dalam setiap ritual upacara juga layak diberikan "reward" atau penghargaan berupa bantuan Rp30 juta--Rp50 juta per tahun dari Pemprov Bali.
"Selama ini kita banyak menghasilkan perda yang substansinya bagaimana ekonomi kerakyatan di Bali dapat berkembang. Namun, dalam kenyataannya substansi tujuan pembuatan perda itu belum menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat, salah satunya Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal," ujarnya.
Untuk memberikan bonus sebesar Rp30 juta-Rp50 juta bagi desa adat yang sudah mencatumkan pemakaian buah lokal dalam awig-awignya juga tidak perlu menambah anggaran belanja.
Hal itu tidak perlu menambah anggaran karena terkait dengan bantuan hibah dan bansos yang akan ditingkatkan oleh Pemprov Bali kepada setiap desa adat pada tahun 2015 menjadi Rp200 juta dari tahun ini sebesar Rp100 juta.
Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan bagi desa adat yang sudah mempunyai "awig-awig" pemanfaatan buah lokal bisa diberikan bantuan hibah Rp200 juta, sedangkan yang belum, cukup diberikan Rp150 juta. "Artinya, Rp50 juta dipakai untuk merangsang desa adat agar membuat awig-awig pemanfaatan buah lokal," kata Kusuma Putra.
Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta juga mendesak beberapa regulasi penggunaan buah lokal dalam perda provinsi setempat supaya dimasukkan dalam "awig-awig".
Hal itu untuk memperkuat perda dengan pengenaan sanksi dalam `awig-awig` maupun dengan membentuk peraturan gubernur. Meskipun sudah ada Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal, dalam implementasinya belum berjalan dengan optimal.
Oleh sebab itu, kata Sudikerta, desa adat atau desa pakraman hendaknya melakukan evaluasi awig-awig setempat dan mengadopsi Perda Buah Lokal, serta di dalamnya diberikan sanksi apabila masyarakat tidak menggunakan buah lokal. (WRA)