Jakarta (Antara Bali) - Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan
perekonomian Indonesia akan mencapai titik ekulibirum baru dan tumbuh
pada kisaran 5,5 persen-6,0 persen per tahun, setelah pemerintah fokus
mengatasi isu defisit neraca transaksi berjalan.
"Perekonomian tumbuh enam persen bisa saja, tapi risikonya adalah
defisit neraca transaksi berjalan akan membengkak lagi, makanya
kebijakan yang dilakukan pemerintah sengaja mengerem pertumbuhan
ekonomi," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Eric mengatakan kebijakan fiskal maupun moneter untuk mengatasi
defisit neraca transaksi berjalan baik dalam jangka pendek, namun
pemerintah perlu melakukan pembenahan struktural yang lebih efektif
dalam menjaga fundamental ekonomi.
"Pembenahan struktural bisa dilakukan melalui pembangunan industri
manufaktur, jadi idealnya ada reformasi dalam bidang industri, karena
ekspor diperkirakan melemah akibat harga komoditas tidak membaik,"
ujarnya.
Menurut dia, isu defisit neraca transaksi berjalan akan menjadi
masalah utama yang dihadapi Indonesia hingga tiga atau lima tahun
mendatang, kecuali reformasi struktural industri berlangsung lebih cepat
dari perkiraan.
Selain masalah tersebut, Indonesia juga menghadapi tantangan terkait
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta kemungkinan
kenaikan laju inflasi serta suku bunga hingga akhir tahun 2014, meskipun
perekonomian menghadapi pemulihan.
"Rata-rata rupiah hingga akhir tahun Rp10.900 per dolar AS, laju
inflasi dengan asumsi tidak ada kenaikan harga BBM, lima persen, tapi
kalau ada kenaikan harga, inflasi 7,5-8,0 persen dan BI Rate bisa
delapan persen tahun ini," ujar Eric.
Sebelumnya, rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB nominal
memburuk dari surplus 0,2 persen pada 2011, menjadi defisit 2,8 persen
pada 2012 dan 3,3 persen pada awal 2013, akibat kenaikan impor minyak
dan BBM.
Namun, pemerintah telah menerbitkan paket kebijakan ekonomi sejak
pertengahan tahun 2013, berupa pengetatan fiskal maupun moneter, untuk
menekan defisit neraca transaksi berjalan dan membuat nilai tukar rupiah
mengalami penguatan.
Paket yang lebih banyak bertujuan untuk mengurangi impor dan
mendorong ekspor tersebut, bermanfaat untuk proses stabilisasi namun
perekonomian nasional 2014 diperkirakan tidak tumbuh lebih tinggi dari
perkiraan 5,8 persen-6,0 persen. (WDY)
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Hadapi Ekulibrium Baru
Kamis, 17 April 2014 7:05 WIB