Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berhasil mencapai 5,3 persen pada kuartal I/2023 atau di atas 5 persen selama enam kuartal berturut-turut bukan menjadi business as usual.
“Jadi, bukan karena kita lima persen dalam enam kuartal berturut-turut menjadi business as usual, tetapi kita berhasil tumbuh di tengah ketidakpastian global dan kita lebih tinggi dari rata-rata negara lain. Saya berterima kasih kepada Pak Gubernur Bank Indonesia karena gerakan untuk penanganan inflasi yang terus bergulir menurunkan inflasi kita di April 2023 sebesar 4,33 persen dari Maret 4,97 persen,” kata dia dalam acara pembukaan Festival Ekonomi Keuangan Digital (Fekdi) yang dipantau secara virtual di Jakarta, Senin.
Pada kuartal I/2023, pertumbuhan negara-negara lain seperti China berada di angka 4,5 persen, Amerika Serikat 1,8 persen, Uni Eropa 1,3 persen, Korea Selatan 0,8 persen, dan Jerman 0,2 persen. Menurut Airlangga, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain merupakan suatu hal yang tidak bisa.
Baca juga: Bahlil bertekad realisasi target investasi Rp1.400 triliun
“Ini (pertumbuhan ekonomi Indonesia) di atas konsensus pasar yang 4,9 persen,” ucapnya.
Lebih lanjut, indeks konsumsi Indonesia dinilai masih tinggi karena berada di angka 122,3 pada Maret 2023, Purchasing Managers Index (PMI) di level 52,7 yang menunjukkan ekonomi Indonesia dalam tren positif, cadangan devisa terus meningkat 145,2 miliar dolar AS, dan neraca perdagangan surplus 35 bulan berturut-turut hingga mencapai 2,91 miliar dolar AS pada Maret 2023.
“Tentu yang ditunggu Pak Gubernur BI regulasi Devisa Hasil Ekspor (DHE). Regulasinya dalam waktu dekat ini akan terbit walau ada beberapa ada yang dalam tanda petik protes,” ujar Airlangga.
Dia memastikan korporasi masih memiliki hasil ekspor, dan pemerintah tak mengatur perbankan menyimpan dolar setiap perusahaan eksportir.
“Di Indonesia, perbankan internasional pun banyak beroperasi. Jadi, tak perlu para eksportir khawatir bahwa mereka kehilangan haknya terhadap barang yang diekspor dan para eksportir harus ingat bahwa ini adalah amanat konstitusi. Bumi, air, tanah, dan segala kekayaan bumi kita sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan ini adalah kepentingan negara yang diterapkan dalam pengaturan Devisa Hasil Ekspor,” ungkap Menko Perekonomian.
Baca juga: Bank Indonesia: Ekonomi bisa tumbuh 5,1 persen dengan inflasi yang terkendali