Kuta (Antara Bali) - Badan Kerja Sama Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri Indonesia meminta penundaan revisi terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana karena dinilai akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Pemerintah sebaiknya menunda RUU itu agar nanti KUHP dan KUHAP tentu akan lebih sempurna apabila menampung aspirasi semua elemen," kata Ketua Badan Kerja Sama Fakultas Hukum PTN Indonesia, Prof Dr Runtung Sitepu, usai mengikuti pembahasan pembaharuan Hukum Pidana RUU KUHP dan KUHAP di Kuta, Rabu.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu menambahkan bahwa banyak pasal dalam kedua RUU tersebut yang tidak pro terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Senada dengan Runtung, pengkaji RUU KUHP dan KUHAP dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung Agustinus Pohan menyatakan bahwa revisi undang-undang warisan Belanda itu akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga superbodi yang memiliki kewenangan dalam penindakan kasus tersebut.
Dosen hukum yang meneliti sekitar tiga bulan pada lingkup pemberantasan korupsi itu menambahkan bahwa dalam RUU tersebut, korupsi dipandang bukan merupakan tindak pidana luar biasa namun lebih disamakan dengan tindak pidana biasa.
"Pada pokoknya dapat disimpulkan bahwa Rancangan KUHP dan KUHAP akan melemahkan pemberantasan korupsi. Disini isunya bukan hanya KPK tetapi upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi," ucapnya.
Selain itu, dalam RUU tersebut mengandung multi-tafsir dalam hal penegakan hukum karena terdapat dua delik aduan yakni delik jabatan dan korupsi.
Dia menjelaskan bahwa untuk delik jabatan versi RUU, termasuk suap kepada pegawai negeri dan suap kepada hakim.
Apabila ada pejabat yang melakukan suap maka KPK tidak memiliki kewenangan karena kasus tersebut merupakan tindak pidana jabatan.
Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas menyatakan bahwa pembahasan terkait revisi RUU KUHP dan KUHAP tersebut merupakan inisiatif KPK dengan mengajak akademisi dan organisasi non-pemerintah karena selama ini lembaga superbodi itu tidak pernah diundang selama pembahasan bersama pemerintah dan DPR.
Ia menilai bahwa hal tersebut merupan tindakan yang intransparansi dan tanpa prosedur.
"Sejak pertama tidak pernah diundang (dalam pembahasan revisi RUU KUHAP dan KUHP). Kami hadir bersama akademisi karena kami ingin menolong negara dengan cara akademis agar lebih elegan," katanya. (DWA)
Akademisi Minta Revisi RUU KUHP-KUHAP Ditunda
Rabu, 13 November 2013 15:48 WIB