Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Polisi Mukti Juharsa mengungkapkan bahan dan peralatan laboratorium pembuatan narkoba yang dikendalikan warga negara asing di Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Bali, berasal dari luar Indonesia.
Saat ditemui di Villa Sunny, Desa Tibubeneng, Badung, Bali, Senin, Mukti mengatakan bahan dan peralatan untuk kebutuhan laboratorium narkoba itu dipesan dari China melalui toko daring Alibaba dan Ali Express.
Sementara bibit ganja dikirim dari Rumania dan peralatan lainnya dibeli melalui toko daring di Indonesia.
Sementara bibit ganja dikirim dari Rumania dan peralatan lainnya dibeli melalui toko daring di Indonesia.
Mukti Juharsa mengatakan pabrik narkoba yang memiliki keterkaitan dengan jaringan bandar narkoba Fredy Pratama itu menggunakan sistem kerja penanaman ganja hidroponik yang sudah moderen dan sistematis.
"Penanamannya sudah di-setting sedemikian rupa dengan adanya lampu ultraviolet, alat pengukur pH, pemberian air, oksigen, serta pupuk secara otomatis dan teratur sehingga bunga ganja yang di hasilkan kualitasnya sangat baik," katanya.
Baca juga: Bareskrim Polri ungkap tiga warga asing pemilik laboratorium narkoba di Bali
Baca juga: Bareskrim Polri ungkap tiga warga asing pemilik laboratorium narkoba di Bali
Begitu pula sistem kerja mephedrone sudah sistematis dengan mencampurkan bahan-bahan kimia menggunakan alat pengukur pH dan adonan dimasukkan ke alat reverse cooler mix agar produk yang dihasilkan dalam posisi kental.
Mukti menjelaskan bahan tersebut dicampur lagi dengan bahan-bahan kimia lainnya, disaring, lalu dicuci dengan aceton sampai kering hingga menjadi mephedrone (tanpa perlu dicetak dengan mesin seperti xtc).
Modus operandi pemasaran barang haram tersebut menggunakan jaringan Hydra Indonesia (darknet forum 2 roads.cc) untuk memasarkan produk ganja hidroponik dan mephedrone melalui aplikasi telegram bot.
Beberapa grup telegram tersebut, yaitu bali hydra bot, cannashop robot, bali cristal bot, hydra indonesia manager, dan mentor cannashop.
"Jaringan Hydra ini ada di Indonesia dan kode-kodenya tersebar di Bali. Ada yang dicat di tembok-tembok menggunakan cat semprot (pilox), menariknya transaksi dari pemesan dilakukan menggunakan uang elektronik Bitcoin," bebernya.
Dalam pengungkapan kasus pabrik narkoba tersebut, tim gabungan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Kantor Bea Cukai Jakarta, Bea Cukai Bali, Imigrasi Bali, Ditresnarkoba Polda Bali, dan Polres Badung berhasil menangkap empat orang tersangka.
Tiga dari empat orang tersangka itu adalah WNA, yakni Ivan Volovod (31) dan Mikhayla Volovod (31) asal Ukraina, serta satu orang lagi berasal dari Rusia, Konstantin Krutz. Satu tersangka lagi adalah WNI berinisial LM, yang merupakan kaki tangan Fredy Pratama.
Tiga dari empat orang tersangka itu adalah WNA, yakni Ivan Volovod (31) dan Mikhayla Volovod (31) asal Ukraina, serta satu orang lagi berasal dari Rusia, Konstantin Krutz. Satu tersangka lagi adalah WNI berinisial LM, yang merupakan kaki tangan Fredy Pratama.
Para tersangka dikenakan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 113 ayat (2), Pasal 112 ayat (2), Pasal 129 huruf a dan pasal 111 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal hukuman mati, serta denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp10 miliar.