Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan peta koalisi partai politik di Indonesia bisa berubah setiap saat tergantung situasi dan cuaca politik di Tanah Air.
Hal tersebut diungkapkan Bamsoet, sapaan akrabnya, sambil berkelakar saat Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani duduk berdampingan bersama Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid dalam acara peluncuran buku terbaru Bamsoet di SCBD, Jakarta Selatan, Minggu.
"Pak Arsul terima kasih atas kehadirannya, beliau wakil ketua MPR RI dari PPP. Satu lagi Kiai Haji Hidayat Nur Wahid dari PKS, kebetulan duduk bersebelahan lain koalisinya. Mudah-mudahan kalau tidak ada halangan melintang, saya yakin dan percaya koalisi yang ada saat ini bisa berubah-ubah, tergantung situasi dan cuaca politik," kata Bamsoet.
Dalam peluncuran dua bukunya yang berjudul "Haluan Negara Menuju Indonesia Emas 2045" dan "News Maker Satu Dasawarsa The Politician Senayan", Bamsoet mengungkapkan bahwa buku-bukunya adalah kegalauan terhadap kondisi Indonesia yang disuarakan.
Bamsoet mengatakan kegalauan yang dituangkan dalam dua buku terbarunya adalah soal Indonesia yang belum memiliki rancangan pembangunan jangka panjang sehingga setiap berganti presiden visi-misi pembangunan jangka panjang Indonesia juga ikut berganti.
Kegalauan lain yang dirasakan Ketua MPR itu adalah Indonesia tidak memiliki protokol darurat apabila terjadi kejadian luar biasa. Salah satu contoh nyatanya adalah pandemi COVID-19 yang berlangsung hingga tiga tahun lamanya.
Menurut Bamsoet, protokol darurat tersebut sangat vital dalam menghadapi salah satu momen krusial yang akan menentukan masa depan bangsa, yakni momen tahun politik 2024.
"Kemudian kegalauan berikutnya adalah saya sebagai Ketua MPR, saya melihat bahwa bangsa kita, konstitusi kita tidak ada pintu darurat, tidak ada protokol kalau terjadi sesuatu yang luar biasa pada bangsa ini. Saya ambil contoh apakah di ruangan ini bisa ada yang menjamin pemilu besok 14 Februari 2024 bisa dilaksanakan sesuai jadwal?" tuturnya.
Ketua MPR RI itu mengatakan berdasarkan konstitusi anggota legislatif akan berakhir pada 1 Oktober 2024 dan kemudian diangkat anggota legislatif baru hasil pemilu dan jabatan presiden akan berakhir pada 20 Oktober 2024.
"Kalau pemilu tidak dilaksanakan maka seluruh jabatan hasil pemilu tidak ada. DPR tidak ada apalagi presiden tidak bisa dilantik, yang tersisa hanya Panglima TNI dan Kapolri," kata Bamsoet.
Sedangkan kegalauannya yang ketiga adalah soal demokrasi transaksional atau demokrasi NPWP (nomer piro wani piro atau nomor berapa berani berapa).
Dia khawatir parlemen akan diisi oleh orang-orang yang hanya memiliki modal cukup untuk kampanye, tetapi tidak memiliki kepiawaian atau tidak memiliki nilai-nilai kebangsaan dan ideologi partai yang diikutinya.
"Kemudian yang ketiga adalah apakah terus kita biarkan demokrasi yang seperti ini yang ujung-ujungnya nanti kita akan terjebak pada oligarki, para pemegang modal. Kita terjebak pada demokrasi angka-angka, demokrasi yang mahal, yang hanya nanti bisa dimiliki oleh para pemilik modal?" ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap kegalauan yang dituangkan dalam tulisannya bisa menjadi referensi bagi para pemimpin masa depan bangsa dalam menyusun kebijakan dan membangun negeri untuk mewujudkan mimpi Indonesia Emas 2045.
"Nah ini PR (pekerjaan rumah, red) kita semua, mudah-mudahan ke depan pemimpin kita yang kita akan pilih 2024 tanggal 14 Februari 2024 nanti mampu melihat persoalan dan mampu menyelesaikan dengan baik," ujarnya,
Baca juga: Bamsoet usul agar MPR kembali jadi lembaga tertinggi negara
Baca juga: Bamsoet ajak anak muda manfaatkan teknologi digital untuk usaha
Baca juga: Ketua MPR puji kepemimpinan Jokowi saat KTT ASEAN
Bamsoet: Peta koalisi partai di Indonesia bisa berubah tergantung cuaca politik
Senin, 11 September 2023 5:51 WIB