Denpasar (ANTARA) - Akademisi Universitas Nasional Jakarta yang juga pakar pertanian organik Dr Ir Gede Ngurah Wididana, MAgr mengatakan membudayakan atau mengembangkan pertanian perkotaan (urban farming) sebagai gerakan sosial, dapat menjadi upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan.
"Pertanian perkotaan dapat dibudayakan sebagai gerakan sosial dari masing-masing rumah tangga kota di Nusantara dengan teknologi sedikit tanah, hidroponik, dan teknologi pengolahan yang semuanya menekankan pada kelestarian lingkungan," kata Wididana di Denpasar, Sabtu.
Urban farming sebagai upaya kreatif bertani di lahan sempit, lanjut dia, juga dapat menggunakan media pot untuk menanam tanaman yang bernilai ekonomis.
Hasil pertanian perkotaan, tidak saja bisa dijual, juga dapat dikonsumsi sendiri bersama anggota keluarga maupun tetangga sebagai hasil dari usaha pertanian yang kreatif.
Wididana yang juga Direktur Utama PT Songgolangit Persada itu, belum lama ini juga hadir menjadi pembicara secara virtual dalam seminar bertajuk Pengembangan Pertanian Perkotaan yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Nasional (Unas) Jakarta.
Baca juga: Pemkab Badung tingkatkan ketahanan pangan dengan kebun kota
Menurut alumnus Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang, itu pertanian perkotaan yang diterapkan di masing-masing rumah tangga itu sangat sederhana, simpel, dan biayanya murah. Namun, mampu memberikan hasil yang berkelanjutan.
"Urban farming itu perlu disosialisasikan antara lain melalui gerakan baju kaos atau stiker, misalnya yang bertuliskan We Love Urban Farming," ujar pria yang biasa disapa Pak Oles itu.
Selain itu, kata dia, urban farming sebagai bentuk pertanian kreatif juga dapat menghasilkan sesuatu yang bernuansa baru.
"Jika kita kerap mengalami stres setelah pulang kerja, maka dengan melakukan aktivitas pertanian di rumah, mampu memunculkan pikiran baru dan berkreasi yang dapat menghilangkan stres," ujarnya.
Wididana menambahkan, pengembangan pertanian perkotaan dapat mendukung upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berjenjang mulai dari kehidupan di rumah tangga, masyarakat lingkungan, kelurahan, kota/kabupaten provinsi hingga Nusantara.
"Ciri ketahanan pangan setiap keluarga memiliki persediaan beras, minyak goreng, bumbu-bumbuan, tersedianya bahan makanan secara berkesinambungan dengan harga yang terjangkau, masyarakat memiliki makanan yang sehat dan bergizi," ujarnya.
Pertanian di lahan sempit dapat digeluti secara berkesinambungan, karena sangat besar manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama saat yang mendesak atau harga cabai yang melambung tinggi.
"Selain itu, gerakan sosial di masing-masing keluarga mengembangkan pertanian perkotaan tentu akan sangat membantu, terutama jika terjadi kondisi darurat sebuah negara yang sedang menghadapi masalah ketersediaan pangan," katanya.
Berkat adanya upaya kesadaran seluruh masyarakat melaksanakan pembangunan pertanian perkotaan, maka dalam kondisi kritis pangan, masyarakat dapat membantu dirinya masing-masing.
Baca juga: Mentan dorong pertanian di perkotaan