Denpasar (ANTARA) - Wimbakara Mesatua (lomba bercerita) dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali Ke-44 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Kota Denpasar pada Rabu diikuti lima peserta dari tiga kabupaten/kota di Pulau Dewata.
"Lomba mesatua ini hanya diikuti Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Gianyar. Menjadi pertanyaan besar mengapa kabupaten yang lain tidak mengirimkan pesertanya?" kata Ida Bagus Rai Putra, salah satu juri Wimbakara Mesatua Bali di Denpasar, Rabu.
Padahal, ujar Rai Putra, enam kabupaten yang tidak mengirimkan pesertanya itu juga tidak kalah dari sisi koleksi jumlah cerita rakyatnya.
"Buleleng, Klungkung, Tabanan, Jembrana, Bangli dan Karangasem memiliki banyak cerita rakyat. Barangkali persoalannya pada anggaran," ucap pria yang juga akademisi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana itu.
Baca juga: Remaja Bali dibekali "seni lukis wayang klasik" di ajang PKB
Rai Putra mengharapkan dalam ajang PKB ke depan agar ada kemauan politik dari pemerintah kabupaten/kota untuk mengirimkan wakil-wakilnya mengikuti lomba mesatua Bali.
"Kita harus menghargai budaya mesatua Bali karena cerita-cerita rakyat Bali sangat kaya dengan tuntunan etika, nilai rohani dan hal-hal yang menjadi perilaku baik dari suatu daerah," ujarnya bersama dua juri lainnya yaitu I Nyoman Duana Sutika dan AA Gede Putra Sumadi itu.
Terlebih dalam ajang PKB kali ini untuk lomba Mesatua Bali juga sudah dikembalikan ke pakemnya dengan dibawakan oleh para orang tua atau peserta yang ikut berusia minimal 40 tahun.
"Kami sebenarnya gembira sekali dan bahagia dalam PKB ini dilakukan terobosan mesatua (bercerita) dikembalikan ke pakemnya dengan dibawakan oleh para orang tua. Bukan sebaliknya anak-anak yang bercerita kepada para orang tua," ujarnya.
Tetapi, lanjut Rai Putra, ternyata persoalannya pada jumlah peserta yang minim. Dari lima peserta, dua orang merupakan duta Kota Denpasar, dua orang duta Kabupaten Badung dan satu peserta sebagai perwakilan Kabupaten Gianyar.
Baca juga: Perajin batok kelapa di Bali perlu berinovasi
Terkait penampilan peserta lomba, ia menyoroti masih ada sejumlah kelemahan seperti pengucapan kata-kata yang kurang tepat antara kata benda dan kata kerja, dan tema PKB yang belum digarap sedemikian rupa dalam cerita.
"Kesannya yang tadi ditampilkan tema begitu saja disusupkan, seharusnya bercerita yang baik sehingga alur cerita menjadi bagus. Semestinya digarap sedemikian rupa karena cerita rakyat Bali itu sifatnya komunal, maka dapat disesuaikan dengan konteks berceritanya," ucap Rai Putra.
I Gde Nala Antara, salah satu tim kurator PKB ke-44 juga berharap hal yang sama agar dalam ajang lomba mesatua Bali nantinya dapat diikuti lebih banyak peserta. "Mesatua Bali harus diminati agar tradisi yang telah kita warisi ini tetap bisa bertahan," ucapnya.
Terkait dengan kriteria peserta lomba dengan syarat usia minimal 40 tahun, menurut dia, hal tersebut memang kriteria baru yang sudah diputuskan panitia, tim kurator dan juri.
"Karena kami mempertimbangkan dari segi kematangan bahasa dan kematangan pengetahuan tentang etika. Itu yang diharapkan bisa dimasukkan saat mesatua (bercerita), termasuk soal tema," katanya.
Baca juga: Taman Penasar edukasi generasi muda Bali jaga budaya
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana itu pun menyampaikan bahwa mesatua yang telah terjadi secara turun-temurun dilakukan oleh para orang tua.
"Orang tualah yang bercerita pada anak-anaknya atau cucunya. Tidak mungkin anak kecil yang 'nuturin' orang tua. Itu yang direkonstruksi lagi, direvitalisasi kembali sehingga bisa tetap hidup," ujarnya.
Sedangkan terkait regenerasi mesatua, anak-anak ataupun kaum remaja bisa tetap ikut perlombaannya dalam ajang yang lain di luar PKB, seperti saat pelaksanaan Pekan Olahraga Seni dan Pelajar (Porsenijar).