Ketua DPR Puan Maharani mengingatkan kelangkaan minyak goreng di pasaran, sebagai dampak penerapan kebijakan harga eceran tertinggi (HET), bisa berpotensi menimbulkan persoalan ketertiban umum.
"Persoalan minyak goreng yang berkepanjangan bisa menyebabkan masalah baru, yaitu kegaduhan akibat langkanya stok di pasaran. Ini harus segera diatasi karena berpengaruh terhadap ketertiban umum yang bisa berdampak luas," kata Puan dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Pemerintah menetapkan HET minyak goreng Rp14 ribu/liter setelah kenaikan harga komoditas tersebut menjadi kendala.
Usai penetapan kebijakan tersebut, stok minyak goreng tiba-tiba menjadi langka di pasaran hingga menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Baca juga: Bali segera datangkan 50 ton minyak goreng curah dari Jatim
Di berbagai ritel atau swalayan juga terlihat masyarakat berebut ketika ada stok minyak goreng. Puan menilai kejadian seperti itu cukup rawan dari berbagai sisi.
"Di Lubuklinggau kami lihat banyak warga berkerumun, bahkan terjadi keriuhan karena adanya operasi pasar murah minyak goreng. Jika kelangkaan minyak goreng terus terjadi, maka bukan hanya bisa memunculkan klaster COVID-19, tapi juga masalah ketertiban umum," jelasnya.
Kelangkaan minyak goreng pun menyebabkan berbagai masalah lain, tambahnya, seperti munculnya oknum-oknum yang menjual minyak goreng dengan dicampur air.
Selain itu, banyak juga oknum yang menjual minyak goreng dengan harga tinggi. Padahal, katanya, seharusnya kelangkaan minyak goreng tidak terjadi setelah adanya penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) yang sudah mendistribusikan lebih dari 391 juta liter.
Dia mengatakan penyebab kelangkaan minyak goreng tersebut diakibatkan oleh masalah distribusi. Selain itu, tambahnya, juga akibat adanya penyelundupan, baik dijual ke luar negeri atau ke pasar industri.
Baca juga: BI Bali: Penurunan harga minyak goreng-daging ayam dorong Deflasi
"Kasus penimbunan minyak goreng ditemukan di mana-mana. Pengawasan distribusi masih belum optimal dan menyebabkan masyarakat kesulitan," katanya.
Puan pun meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas para oknum yang memanfaatkan keadaan sehingga membuat minyak goreng semakin langka. Selain itu, dia meminta Pemerintah menindak tegas pihak-pihak yang menjual minyak goreng di atas HET.
"Tindak juga para spekulan yang menimbun dan mempermainkan harga minyak goreng. Pihak-pihak yang memainkan kepentingan rakyat harus mendapat ganjaran setimpal," tegasnya.
DPR terus melakukan pengawasan mengenai masalah minyak goreng yang tak kunjung usai, katanya, antara lain dengan turun langsung ke pasar untuk meninjau stok komoditas tersebut.
"Banyak warga mengeluh saat bertemu saya di pasar, termasuk pedagang-pedagang kecil yang kesulitan mendapat stok minyak goreng. Padahal saat saya cek ke produsen di pabriknya, mereka menyatakan produksi jalan normal," jelasnya.
Baca juga: Mendag: Sepertiga kebutuhan minyak goreng telah terpenuhi
Oleh karena itu, Puan meminta Pemerintah
memperhatikan masalah tersebut, sehingga
kelangkaan minyak goreng tidak terus berlanjut.
"Termasuk yang harus jadi perhatian adalah laporan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang menemukan sejumlah minimarket atau swalayan yang menjual minyak goreng dengan syarat-syarat tertentu," katanya.
Syarat tertentu yang dimaksud itu seperti minyak goreng bisa dibeli jika pelanggan melakukan transaksi belanja dengan nominal tertentu atau harus disertai pembelian dengan produk lainnya.
"Tentunya praktik semacam ini tidak boleh terjadi karena semakin memberatkan masyarakat. Masalah kelangkaan minyak goreng ini sudah serius, harus segera ditemukan solusinya agar stok di pasar dan harganya kembali normal," ujarnya.
"Persoalan minyak goreng yang berkepanjangan bisa menyebabkan masalah baru, yaitu kegaduhan akibat langkanya stok di pasaran. Ini harus segera diatasi karena berpengaruh terhadap ketertiban umum yang bisa berdampak luas," kata Puan dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Pemerintah menetapkan HET minyak goreng Rp14 ribu/liter setelah kenaikan harga komoditas tersebut menjadi kendala.
Usai penetapan kebijakan tersebut, stok minyak goreng tiba-tiba menjadi langka di pasaran hingga menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Baca juga: Bali segera datangkan 50 ton minyak goreng curah dari Jatim
Di berbagai ritel atau swalayan juga terlihat masyarakat berebut ketika ada stok minyak goreng. Puan menilai kejadian seperti itu cukup rawan dari berbagai sisi.
"Di Lubuklinggau kami lihat banyak warga berkerumun, bahkan terjadi keriuhan karena adanya operasi pasar murah minyak goreng. Jika kelangkaan minyak goreng terus terjadi, maka bukan hanya bisa memunculkan klaster COVID-19, tapi juga masalah ketertiban umum," jelasnya.
Kelangkaan minyak goreng pun menyebabkan berbagai masalah lain, tambahnya, seperti munculnya oknum-oknum yang menjual minyak goreng dengan dicampur air.
Selain itu, banyak juga oknum yang menjual minyak goreng dengan harga tinggi. Padahal, katanya, seharusnya kelangkaan minyak goreng tidak terjadi setelah adanya penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) yang sudah mendistribusikan lebih dari 391 juta liter.
Dia mengatakan penyebab kelangkaan minyak goreng tersebut diakibatkan oleh masalah distribusi. Selain itu, tambahnya, juga akibat adanya penyelundupan, baik dijual ke luar negeri atau ke pasar industri.
Baca juga: BI Bali: Penurunan harga minyak goreng-daging ayam dorong Deflasi
"Kasus penimbunan minyak goreng ditemukan di mana-mana. Pengawasan distribusi masih belum optimal dan menyebabkan masyarakat kesulitan," katanya.
Puan pun meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas para oknum yang memanfaatkan keadaan sehingga membuat minyak goreng semakin langka. Selain itu, dia meminta Pemerintah menindak tegas pihak-pihak yang menjual minyak goreng di atas HET.
"Tindak juga para spekulan yang menimbun dan mempermainkan harga minyak goreng. Pihak-pihak yang memainkan kepentingan rakyat harus mendapat ganjaran setimpal," tegasnya.
DPR terus melakukan pengawasan mengenai masalah minyak goreng yang tak kunjung usai, katanya, antara lain dengan turun langsung ke pasar untuk meninjau stok komoditas tersebut.
"Banyak warga mengeluh saat bertemu saya di pasar, termasuk pedagang-pedagang kecil yang kesulitan mendapat stok minyak goreng. Padahal saat saya cek ke produsen di pabriknya, mereka menyatakan produksi jalan normal," jelasnya.
Baca juga: Mendag: Sepertiga kebutuhan minyak goreng telah terpenuhi
Oleh karena itu, Puan meminta Pemerintah
memperhatikan masalah tersebut, sehingga
kelangkaan minyak goreng tidak terus berlanjut.
"Termasuk yang harus jadi perhatian adalah laporan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang menemukan sejumlah minimarket atau swalayan yang menjual minyak goreng dengan syarat-syarat tertentu," katanya.
Syarat tertentu yang dimaksud itu seperti minyak goreng bisa dibeli jika pelanggan melakukan transaksi belanja dengan nominal tertentu atau harus disertai pembelian dengan produk lainnya.
"Tentunya praktik semacam ini tidak boleh terjadi karena semakin memberatkan masyarakat. Masalah kelangkaan minyak goreng ini sudah serius, harus segera ditemukan solusinya agar stok di pasar dan harganya kembali normal," ujarnya.