Jakarta (ANTARA) - Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan tujuan kerjasama antara BUMN dengan Mayo Clinic Amerika Serikat dalam membangun rumah sakit (RS) internasional di Bali.
"Karena itu kita mudah-mudahan melakukan strategi lompat kodok, istilahnya menekan jumlah masyarakat Indonesia yang berobat keluar negeri dengan membangun rumah sakit internasional di Bali bersama Mayo Clinic Amerika Serikat, namun pada saat bersamaan Mayo Clinic dan kita membuka diri untuk benchmarking kepada rumah sakit-rumah sakit di daerah dalam penanganan kanker," ujar Erick Thohir saat menyampaikan pidato kunci di Universitas Muhammadiyah Malang, seperti dipantau secara daring dari Jakarta, Sabtu.
Ini yang dilakukan oleh Kementerian BUMN, lanjut Erick, supaya rumah sakit-rumah sakit daerah juga bisa menangani penyakit kanker yang selama ini tinggi.
"Apakah investasi asing itu juga bisa membuat lapangan pekerjaan baru? Tidak mungkin Indonesia itu tumbuh sendiri, kita juga harus terbuka bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain. Namun yang mesti dicatat adalah kita harus memetakan mana yang bisa kita kerjakan sendiri dan mana yang kita belum memiliki teknologinya atau keahliannya. Itu adalah realita," katanya.
Sama seperti halnya dua juta masyarakat Indonesia ke luar negeri untuk berobat, itu mengeluarkan devisa sampai sekitar Rp97,5 triliun.
Apakah berarti pelayanan kesehatan di Indonesia rendah? Tidak, tetapi di jenis-jenis penyakit tertentu Indonesia masih ketinggalan.
Contohnya penyakit kanker, Indonesia dibandingkan negara lain kalau bicara tingkat kematian menjadi salah satu yang paling tinggi di dunia yakni sebesar 60 persen.
"Artinya kita harus memperbaiki, ingat yang sakit kanker itu bukan hanya orang kaya tapi orang miskin juga kena penyakit kanker. Dengan demikian harus ada terobosan kita standarisasi bagaimana menangani yang namanya sakit kanker, "kata Menteri BUMN.
Menteri BUMN Erick Thohir juga menyampaikan bahwa lapangan pekerjaan di industri kesehatan Indonesia akan sangat diperlukan bukan hanya di Indonesia namun juga oleh negara-negara lain.
Sekarang di negara-negara yang membutuhkan tenaga perawat, Indonesia masuk dalam daftar nomor satu yang terbaik. Sayangnya Indonesia tidak menyuplai tenaga perawat tersebut ke luar negeri.
Contohnya kebutuhan perawat di Jepang mencapai hampir 600 ribu orang, Indonesia tidak bisa menyuplainya. Kemudian Uni Emirat Arab (UAE), jumlah perawat Indonesia di negara tersebut yang tadinya 2.000 orang sekarang hanya berjumlah 20 orang, hal ini dikarenakan Indonesia tidak bisa menyuplainya.
"Lapangan pekerjaan harus bisa diciptakan tidak hanya oleh kita yakni pemerintah, namun juga dengan kerjasama pihak lain asalkan saling menguntungkan bahkan kita juga harus mengambil kesempatan atau take advantage ketika banyak negara yang penduduknya tua membutuhkan banyak tenaga muda untuk bekerja juga," kata Erick Thohir.