Denpasar (ANTARA) - Kasi Intel Kejari Denpasar I Putu Eka Suyantha mengatakan ada dua saksi ahli yang memperkuat dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang berupa aci-aci dan sesajen untuk desa adat, banjar adat dan subak di wilayah kelurahan se-Kota Denpasar Tahun 2019-2020, yang menjerat mantan Kadisbud Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram.
"Dari penjelasan para saksi ahli yang memperkuat kalau tidak dibenarkan membuat kebijakan (Yang sebelumnya dilakukan terdakwa) yang bertentangan dengan aturan yang berlaku, tidak dibenarkan membuat peralihan kegiatan dari PBJ menjadi barang dan jasa," kata Eka Suyantha saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Minggu.
Dari saksi ahli Made Gede Subha Karma Resen, yang pada pokoknya mengatakan bahwa BKK merupakan ruang lingkup pengadaan barang dan jasa, pengadaan yang bersumber pada BKK tersebut tunduk pada Perpres No. 16 tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah bahwa perubahan kegiatan harus berdasarkan pada mekanisme perubahan anggaran dan rencana kerja.
"Jadi tidak benar membuat kebijakan di luar aturan yang berlaku," katanya.
Sementara dari keterangan saksi ahli I Gusti Setya Rudi menjelaskan melakukan audit kerugian keuangan negara, bertujuan untuk mencari kerugian keuangan negara. Kata dia, sebelumnya pernah melakukan audit dari kasus pengadaan barang berupa sesajen ini.
"Untuk hasil audit, kerugian yang diperoleh dari pemotongan, kemudian penyerahan uang dan uang hasil kegiatan yang belum diserahkan, dengan total kerugiannya mencapai kurang lebih Rp1.022.000.000," katanya.
Baca juga: Saksi: Kadisbud Denpasar nonaktif korupsi Rp1 miliar
Selain itu, saksi ahli dari BPKP I Gusti Setya Rudi menambahkan, dalam mekanisme perubahan kegiatan tentu harus melalui mekanisme yang telah ditentukan oleh aturan dan tidak bisa seenaknya.
Dalam perkara ini terdakwa I Gusti Ngurah Bagus Mataram dikenakan Pasal alternatif subsidaritas, kesatu Primair terdakwa dikenakan Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 atau Kedua Pasal 12 Huruf H Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jis Pasal 64 ayat (1) KUHP.