Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan uji klinis fase 1 vaksin Merah Putih diperkirakan paling cepat mulai pertengahan 2021.
"Kalau melihat perkembangan dari beberapa platform vaksin Merah Putih yang relatif paling cepat di tahapan laboratorium sampai pengembangan bibit vaksin, paling cepat uji klinis tahap satu itu mungkin sesudah atau sekitar pertengahan tahun 2021 ini," katanya dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi Nasional 2021 di Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Rabu.
Menristek menyatakan kendali untuk tahapan uji klinis vaksin ada di tangan pabrik vaksin karena Kementerian Riset dan Teknologi hanya bertugas memastikan bibit vaksin Merah putih sampai kepada PT Bio farma atau pabrik vaksin.
"Sesudah itu kendali memang ada di pabriknya, di Bio Farma-nya karena mereka pertama harus tentunya melakukan purifikasi melakukan scalling up dari bibit vaksin tersebut," tutur Menteri Bambang.
Ia mengatakan pihak pabrik vaksin juga melakukan uji praklinis vaksin yang dibutuhkan. Setelah itu, mereka melakukan uji klinis, dan tentunya ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan uji klinis seperti dari ethical clearance, pemilihan sukarelawan sampai izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk uji klinis.
"Jadi memang kendali waktu setelah kami menyerahkan bibit vaksin katakan sekitar bulan Maret 2021 itu akan lebih banyak di sisi manufacturing," katanya.
Baca juga: Vaksin Merah Putih, kemandirian saintis
Menristek berharap pada Maret 2021, bibit vaksin Merah Putih diserahkan kepada PT Bio Farma, untuk kemudian dapat diproses selanjutnya hingga uji klinis.
"Harapan kita semua agar Vaksin Merah-Putih dapat digunakan dalam vaksinasi pada tahun 2022," katanya.
Menristek menyatakan dari enam institusi yang melakukan pengembangan vaksin Merah Putih, ada tiga yang kemungkinan bisa segera menyelesaikan bibit vaksin untuk diserahkan kepada pabrik vaksin PT Bio Farma, yaitu dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga.
Untuk memroduksi vaksin, Kemenristek juga akan mengajak perusahaan-perusahaan swasta untuk menambah kapasitas produksi dari PT Bio Farma yang saat ini memiliki kapasitas 250 juta dosis pada 2021.
Menristek juga mendorong perusahaan-perusahaan swasta yang berinvestasi dalam produksi vaksin untuk mengembangkan produksi vaksin dengan platform berbeda selain yang dikerjakan PT Bio Farma.
PT Bio Farma saat ini baru baru fokus di dua platform vaksin yakni vaksin terinaktivasi (inactivated vaccine) dan sub unit ptotein rekombinan.
Untuk vaksin DNA dan mRNA dan platform lain tentunya membutuhkan investasi baru yang diharapkan bisa dikerjakan oleh pihak swasta.
Baca juga: Eijkman: Vaksin Merah Putih capai 60 persen