Denpasar (ANTARA) - Sudah 83 tahun, ANTARA menjadi bagian dari percaturan informasi di dunia saat ini, karena ANTARA menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) sejak kelahirannya pada 13 Desember 1937 oleh kalangan pers sendiri, yakni Adam Malik dkk.
Saat itu, Adam Malik dkk melakukan "patungan" mendirikan KB ANTARA sebagai alat perjuangan dan sekaligus memasok konten informasi yang sifatnya lintas regional/negara.
Di Dunia, Kantor Berita mulai dikenal sejak tahun 1835. Hingga kini (2020), Kantor Berita (KB) ada 105 dari 193 negara di dunia. KB tertua adalah Havas di Perancis (1835), sedangkan KB terbesar adalah AP (1846), Reuters (1851), dan AFP (1944).
Di Indonesia, ANTARA menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) sejak masa perjuangan hingga kemerdekaan, pembangunan, reformasi, dan era digital saat ini.
Setelah era perjuangan pada 1937-1953 (rintisan), ANTARA sempat memasuki era 1953-1962 (yayasan), dan era 1962-2007 (LKBN). Era yayasan sempat ditandai masuknya PWI dan SPS dalam yayasan. Era LKBN diawali Presiden Soekarno.
Pada 1962, ANTARA yang lahir pada 13 Desember 1937 itu menjadi NV sebagaimana disebut dalam PP No.307/1962 dalam Keppres No.85/1962 tentang NV (Naamloze Vennootscap) KB Antara 13121937.
Babak baru dimulai pada 18 Juli 2007 hingga kini. Sejak itu, ANTARA menjadi BUMN sebagaimana disebut dalam PP 40/2007 tentang Perum ANTARA dengan Misi untuk "membangun karakter masyarakat berbasis pengetahuan".
Sebagai BUMN, negara memberi dukungan dana operasional (PSO), namun mayoritas tetap dari ANTARA sendiri yang bersumber dari kemitraan ANTARA dengan berbagai pihak (media massa, pemerintah, swasta/BUMN, masyarakat/komunitas, dan kemitraan lainnya).
Berdasarkan perjalanan sejarah itulah, maka peran penting KB adalah pemasok konten informasi kepada media massa secara lintas-wilayah/negara. Misalnya, media massa di Bali hanya memiliki informasi tentang apa yang terjadi di Bali, sedangkan informasi dari Aceh, Jakarta, Papua, dan sebagainya itu mengutip dari Kantor Berita.
Sebaliknya, informasi tentang apa yang terjadi di Bali bisa dikutip media massa di luar Pulau Dewata dan bahkan media asing, khususnya tentang pariwisata, tradisi/budaya, kerajinan, dan pertanian/subak.
Namun, sejak ANTARA menjadi BUMN (Badan Usaha Milik Negara), maka peran ANTARA sebagai Kantor Berita ("News Agency") itu kini berkembang menjadi "Newsroom" (Ruang Redaksi) untuk melayani/membantu (secara langsung) Negara/Publik melalui apa yang disebut sebagai "Agenda Setting Publik", karena kepentingan media itu memang tidak jauh dari kepentingan publik, baik negara (publik berupa negara) maupun publik (publik berupa non-negara). Jadi, informasi apapun akan diwartakan ANTARA, apalagi informasi yang memang penting untuk publik.
Kini, layanan ANTARA sebagai BUMN yang juga langsung mendekati publik itu menemukan nilai srategisnya pada era media sosial (medsos), karena era medsos tanpa literasi medsos yang memadai akan justru membuat publik (masyarakat/negara) menjadi hanyut dan terseret dalam "banjir" informasi di era medsos, atau bahkan mengonsumsi "sampah" informasi, yang terkadang berbentuk tipuan ("sampah" hoaks), provokasi/olok-olok ("sampah" SARA), dan sejenisnya. Rugi, kan?!.
Dengan berpijak pada perkembangan sejarah/historis dan era medsos itulah, maka peran ANTARA kini memiliki TIGA TUGAS PENTING sebagai "sang pelayan" bagi tiga pihak (media massa, negara, publik), yakni:.
Pertama, Tugas Utama (melayani media massa sebagai pemasok konten informasi/NEWS AGENCY)
Kedua, Tugas Negara (melayani negara/daerah/publik sebagai corong/jubir/NEWSROOM)
Ketiga, Tugas Publik (melayani publik sebagai pendidik/literasi publik non-informasi/NON-NEWS)
Tiga tugas penting itu tidak jauh dari kepentingan media yang memang mengacu pada kepentingan publik, namun sebagai kantor berita, ANTARA tetap memasok konten informasi kepada ratusan media. Kalau di Bali ada belasan media yang setengahnya merupakan media online, sedangkan penugasan khusus untuk langsung melayani publik sejak tahun 2007 itu menjadi tugas tambahan yang tepat untuk era medsos.
Bagi ANTARA, publik itu bisa merupakan masyarakat, komunitas masyarakat, pemerintah, swasta/BUMN, universitas/sekolah, dan sebagainya, yang semuanya adalah untuk Kemajuan Publik, seperti menangkal informasi hoaks (bela negara/daerah/publik), mengangkat potensi daerah (branding), dan literasi untuk masyarakat (edukasi).
"Di tengah era digital ini, saat masyarakat lebih cenderung mendapat informasi dari media sosial, maka kami harapkan LKBN ANTARA mampu menjadi media penyeimbang yang menyuguhkan berita-berita faktual, yang bisa dijadikan referensi dan menjadi lembaga yang paling dipercaya masyarakat," kata Gubernur Bali I Wayan Koster dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten Administrasi Umum I Wayan Suarjana dalam Simakrama HUT ke-82 LKBN ANTARA di Denpasar, 12 Desember 2019.
TUGAS "Babak Baru"
Sejak lahir pada 13 Desember 1937 hingga kini (2020), ANTARA yang berusia 83 tahun telah puluhan tahun menjalani "tugas utama" sebagai Kantor Berita yang melayani media massa.
Dalam Tugas Utama itulah, LKBN ANTARA berperan sebagai NEWS AGENCY dengan memiliki dua rincian tugas, yakni:.
Pertama, ANTARA sebagai SUMBER RUJUKAN INFORMASI (dikutip media massa). Kedua, ANTARA sebagai sumber diplomasi informasi ("mewartakan" Indonedia kepada Dunia)
Dalam Tugas Utama untuk Pelayanan Media itu, ANTARA menjadi sumber rujukan informasi (dikutip media massa) melalui kermitraan ANTARA dengan ratusan media massa se-Indonesia sebagai pemasok konten informasi (tulis, foto, video, infografis), karena jejaring Biro ANTARA se-Indonesia yang dimiliki (34 provinsi). Khusus di Bali, ANTARA memiliki kemitraan dengan belasan media massa, yang setengahnya merupakan media online.
Tugas utama sebagai pemasok konten informasi untuk media massa ini jugalah yang membedakan Antara dengan "media online" yang memaksakan diri dengan menyebut dirinya sendiri sebagai "Kantor Berita", seperti Kantor Berita Politik, Kantor Berita Radio, Kantor Berita Hukum, Kantor Berita Nusantara, dan sejenisnya.
Dalam Tugas Utama itu pula, ANTARA menjadi SUMBER DIPLOMASI yang "mewartakan" Indonesia kepada Dunia, melalui jejaring Biro ANTARA di luar negeri dan kemitraan ANTARA dengan sesama KB se-dunia. Dengan kekuatan jejaring yang dimiliki melalui perwakilan biro di luar negeri dan juga jejaring sinergi antar-KB di dunia, ANTARA telah lama menjalankan peran diplomasi informasi.
Pada awal berdirinya, ANTARA menjadi alat melawan agitasi Kantor Berita/KB ANETA Belanda ("DNA" Pejuang). Selanjutnya, ANTARA berperan dalam menyiarkan naskah/berita Proklamasi Kemerdekaan ke seantero dunia hingga kemerdekaan Indonesia diakui dunia/PBB. ANTARA juga aktif membantu pendirian kantor berita negara berkembang, seperti KB Tatoli di Timor Leste.
Di Bali, Berita Proklamasi disiarkan dari Banjar Titih, Jl Sumatera, Kota Denpasar (d/h Restoran Betty). Buku "Kiprah Kerobokan dan Peranan Markas 'K' Dalam Sejarah Pergerakan Perintis Kemerdekaan dan Revolusi Fisik 1945" oleh I Gusti Ketut Wibisana Aryadharma mencatat bahwa LKBN ANTARA mulai terlacak di Bali tahun 1945 saat Herman menjadi wartawan yang menyiarkan Berita Proklamasi di Bali untuk pertama kalinya.
Terkait Tugas Utama melayani media massa itu, LKBN ANTARA menggunakan sarana layanan yang berbasis website/laman berupa "Brand-A" (wire/sp2mt: https://branda.antaranews.com). Dulu, layanan ANTARA berbasis satelit. Bahkan, sebelumnya, berbasis teleks. Bentuk layanan yang terhubung antar-komputer itu bisa berupa kemitraan dengan media, tapi bisa juga berupa "placement" (halaman khusus dari penugasan Negara untuk media lewat ANTARA).
Ya, ANTARA yang memiliki Tugas Utama yang strategis itu, sejak tahun 2007 memasuki "babak baru" dengan mendapatkan penugasan khusus dari Negara untuk langsung melayani publik (negara/publik) melalui PP 40/2007 tentang Perum ANTARA (18 Juli 2007).
Baca juga: ANTARA jadi "corong" negara/publik pada era disrupsi
Baca juga: Menteri minta BUMN manfaatkan LKBN Antara
Jadi, kalau ANTARA selama ini melayani media melalui pasokan informasi, maka sejak tahun 2007 itu mendapat tugas tambahan untuk melayani publik langsung, yakni TUGAS NEGARA dan TUGAS PUBLIK, yang merupakan "babak baru" itu.
Bagi ANTARA, publik itu bisa merupakan masyarakat, komunitas masyarakat, pemerintah, swasta/BUMN, universitas/sekolah, dan sebagainya, yang semuanya dilayani melalui diseminasi/penyebarluasan informasi yang bersifat "Newsroom" dengan tiga fungsi, yakni:.
a. untuk menangkal informasi hoaks yang melemahkan masyarakat,
b. untuk mengangkat potensi daerah dan masyarakat (branding),
c. untuk menguatkan literasi/edukasi masyarakat (non-media/news).
Substansi dari ketiga fungsi newsroom itulah yang akhirnya mendorong ANTARA "mendekati" publik melalui media online (portal) dan inovasi-inovasi terkait (kanal digital), yang berupa layanan berbasis digital. yakni:
1. Portal : baca berita dari sumbernya secara online (POTENSI KHAS + LAWAN HOAX)
-- Konvergensi/Portal Konvergensi (13-5-2017) : masyarakat Bali "visual minded" (viewer/pageview meningkat)
2. Medsos : "perang” medsos LAWAN BUZZER (sampah plastik, guide/pramuwisata illegal, dan sebagainya)
3. Koran Digital: PLACEMENT MEDIA (Pemprov Bali, Pemkab Badung, Pemkot Denpasar, dan Kominfo/imbal siar nasional)
4. Videotron/i-Media : branding luar ruang (PLACEMENT VIDEO/IMQ : Gianyar, Jembrana, Pemprov, Bangli, Buleleng, dsb)
5. IMCS : AGENDA SETTING yang bersifat "branding" dalam kondisi kritis untuk Negara dan Non-Negara/Mitra
-- contoh "success story" antara lain Pertamina/konversi migas/2011 + Biofarma/vaksin/2014 + Gugus Tugas COVID Bali/2020
Namun, apapun bentuk informasi yang dipublikasikan ANTARA melalui media massa atau langsung kepada publik lewat berbagai kanal digital, maka nilai-nilai yang diusung adalah nilai-nilai ANTARA yakni akurasi. Bahkan, portal kantor berita pun tidak boleh seperti portal pada umumnya yakni mengejar viewer, karena kalau viewer yang dikejar, maka "ruh" kantor berita akan mati juga, akibat adanya berita kriminal, gaya hidup artis, pornografi, dan sebagainya. Lantas, apa bedanya portal ANTARA dengan portal lain? Jadi, portal ANTARA adalah portal berita (portal kantor berita). Tidak lebih. Portal dengan mengusung "ANTARA Value" (akurasi) dan mengejar VIEWER tapi bukan "VIEWER ORIENTED" dengan sajian informasi yang tidak mencerahkan.
Artinya, TUGAS NEGARA untuk ANTARA adalah tugas sebagai "Corong" Negara sesuai PP 40/2007 tentang Perum ANTARA, yang memiliki dua tugas pokok, yakni:
1. "COUNTER" HOAX
Tugas yang bertujuan melakukan "Bela Daerah" (Bela Bali) melalui Rubrik FOKUS ANTI-HOAX sebagai "perang" medsos
(Gunung Agung, COVID-19/imunitas misteri, sampah plastik, isu-isu pariwisata, dan sebagainya).
2. "BRANDING" POTENSI
Tugas yang bertujuan memviralkan POTENSI negara/daerah, pemerintah, masyarakat/LSM, swasta/BUMN, kelembagaan/DPRD
(Bali : pariwisata, tradisi/budaya/taksu, kerajinan/UMKM, dan pertanian/subak).
Tugas "Sang Pencerah"
Tugas Publik yang tak kalah pentingnya adalah tugas yang bersifat Non-News (Non-Media) dengan upaya-upaya literasi/edukasi masyarakat untuk menuntun publik bisa lolos dari "jebakan" Medsos (Media Sosial) melalui fungsi/sarana literasi, yakni:.
Pertama, diklat jurnalistik (Jurnalisme Indonesia : tulis, foto, video, grafis, medsos)
Kedua, pameran fotografi jurnalistik (nyata-maya)
Ketiga, berbagai kegiatan sosial yang di Bali diberi label "Tjatranata Dharma" (award/Tjatranata Award, magang/riset, Media Visit, Lomba Esai, Media Partner, pemberian Gawai Pendidikan, peluncuran buku, bakti sosial ke panti asuhan, simakrama pensiunan, donor darah, dan aksi sosial lainnya)
Boleh dibilang, tugas literasi itu merupakan tugas "sang pencerah" karena menuntun publik untuk memiliki kemampuan dalam membedakan kepentingan publik dan bukan kepentingan publik, mengingat era sekarang merupakan era media sosial (medsos) yang memiliki jebakan-jebakan yang "membunuh" publik di ruang-ruang publik itu sendiri.
Bahkan, jebakan medsos itu ada di semua lini, baik narasi/tekstual, foto, video, grafis, maupun suara (dubbing), yang bila tidak "dibela" melalui TUGAS PUBLIK (edukasi/literasi) akan justru merepotkan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena ada penggerusan secara digital untuk melahirkan publik yang anti-negara, sehingga tugas "Sang Pencerah" pun menjadi sangat strategis dalam era kekinian.
Oleh karena itu, diklat jurnalistik yang dilakukan ANTARA itu mengembangkan apa yang disebut dengan Jurnalisme Indonesia. Intinya, Jurnalisme Indonesia itu mengutamakan "akurasi" (jalan tengah), karena "cepat" tapi "tidak akurat" itu justru menjerumuskan publik. Jadi, Jurnalisme Indonesia itu tidak sekadar mengupas tentang MENARIK, tapi memadukan tiga faktor, yakni: MENARIK, BENAR, dan KEPATUTAN/DAMPAK.
Dalam konteks itu, BENAR adalah penyajian informasi yang bersifat objektif dan imbang. Caranya, menerapkan "standar jurnalistik", yakni:
a. 5 W+1 H (what, who, when, where, why, how),
b. SPOK (Subjek, Predikat, Objek, Keterangan),
c. kode etik.
Sementara itu, MENARIK adalah layak berita dan layak jual atau dalam konteks kekinian adalah viewer (pengunjung) yang tinggi, namun ANTARA tetap tidak semata-mata "mengejar" viewer (viewer oriented), karena akurasi tetaplah nomer satu dan menarik itu tetap perlu menimbang kepatutan.
Nah, KEPATUTAN adalah informasi yang menimbang IMPACT atau DAMPAK untuk publik yang sangat majemuk, khususnya pada tiga wilayah yang perlu ekstra hati-hati yakni wilayah konflik, bencana, dan pariwisata. Ukuran kepatutan antara lain:
1. 3E+1 N (edukasi, mencerahkan, memberdayakan, dan memperkuat nasionalisme),
-- inspiratif/positif : fakta negatif dikemas untuk kebaikan (tidak detail, karena detail sama dengan mengajari cara kejahatan)
-- kasuistis : harus dari 2 pihak (virus kedamaian)
2. mikir dampak (BELA BALI) ------ Jacob Oetama
-- akurasi (anti-SARA/anti-hoaks -- ANTARA = penjernih informasi media sosial),
---- contoh: polisi Kristen tangkap pencuri Muslim (murni pidana/tak terkait agama)
-- 3 wilayah perlu ekstra hati-hati (BELA) yakni konflik, bencana, pariwisata
3. kepentingan publik : PUBLIK versus MEDSOS (jebakan medsos)
-- kritik pada kebijakan, bukan personal (non-infotainment)
Jadi, Jurnalisme Indonesia adalah penyajian informasi yang tidak sebatas fakta atau viewer, namun lebih dari itu, perlu tiga faktor penting yakni: MENARIK, BENAR, dan KEPATUTAN/DAMPAK. Tiga faktor Jurnalisme Indonesia itu penting, karena satu hal yang tidak boleh hilang dari informasi adalah kaidah bahwa kepentingan media adalah kepentingan publik.
Dari ketiga faktor penting itu, tantangan terberat dalam era kekinian adalah KEPATUTAN, karena sejak awal tahun 2000-an mulai berkembang media sosial (medsos) yang memiliki jebakan-jebakan hoaks (kabar bohong) yang "memainkan" logika, sehingga publik bisa menganggap hoaks adalah kebenaran karena logis. Padahal, logis dalam era kekinian itu hanya "permainan" dan bukan logika yang sebenarnya.
"Pers di Indonesia tidak cukup hanya berpikir 5 W + 1 H, tapi I atau impact (dampak/kepatutan) juga penting untuk Indonesia yang majemuk," kata tokoh pers, almarhum Jacob Oetama, dalam beberapa kali percakapan dengan wartawan muda.
Contoh paling merugikan publik terkait hoaks adalah gunung erupsi dan info-demik (informasi pandemik yang menyesatkan). Misalnya, awal 2017 telah beredar di medsos tentang foto dan video "api menjalar" tentang Gunung Agung, termasuk juga erupsi Gunung Semeru pada awal Desember 2020. Padahal, informasi di medsos itu telah mengalami proses editing, scanning (pemindaian) dan dubbing (sulih suara), meski diberi narasi dari "buzzer" (pendengung) bahwa "erupsi Gunung Agung" atau "erupsi Gunung Semeru".
Yang tidak diduga orang adalah dampak dari hoaks (informasi bohong/palsu) itu, karena Gunung Agung di Karangasem, Bali, itu berjarak 1,5—2 jam dari pusat kota di Denpasar, bukan di Bali, sehingga dampaknya adalah pariwisata di Bali merosot drastis. Dampak serupa juga lebih merugikan lagi terkait infodemik yang melanda seluruh dunia, termasuk kawasan pariwisata seperti Bali, bahkan "resesi" di Indonesia yang minus 8 masih "dikalahkan" Pulau Dewata dengan minus 12. Serius sekali dampak hoaks itu, bukan?!.
Disinilah, ANTARA yang semula hanya "News Agency" (Kantor Berita) akhirnya menemukan nilai strategis sebagai "Newsroom" (pengendali agenda setting) untuk menjaga kaidah yang tidak boleh hilang dari media yakni kepentingan publik. Ya, ANTARA memiliki nilai strategis sebagai penjaga kaidah utama media di era medsos yakni kepentingan publik.