Banda Aceh (Antara Bali) - Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, meminta Mahkamah Konstitusi mengkaji ulang keputusan mengabulkan permohonan uji materiil atas Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena diduga bisa menimbulkan kontroversi di kalangan ulama.
Ketua ICMI Aceh Barat Dr Syamsuar Basyariah MAg di Meulaboh, Senin mengatakan, putusan MK merevisi Undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 3 ayat 1 tentang anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, bertentangan dengan norma Islam dan administrasi negara tentang perkawinan.
"MK sah-sah saja mengeluarkan putusan hak anak mendapat keperdataan melalui pencatatan sipil, tapi saya rasa sebagian ulama Islam dan Kantor Urusan Agama (KUA) tidak akan sepakat apalagi mengeluarkan buku nikah orang tua si anak, karena mereka tidak pernah menikah secara resmi," katanya menjelaskan.
Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Meulaboh ini menjelaskan, ada beberapa kontroversi dengan putusan MK tersebut yakni seluruh KUA di Indonesia harus melegalkan pernikahan tanpa sepengetahuan negara, karena harus mengeluarkan akta nikah tidak resmi, kemudian pernikahan secara tidak tercatat di administrasi negara akan ada wacana disahkan.
Jelas mantan Kepala KUA Kawai XIV Aceh Barat ini, sesuai UU nomor 1 tahun 1974 disebutkan setiap warga negara yang menikah wajib dicatat dan hal itu sudah mendapat persetujuan negara dan kalangan ulama Islam.
Namun dengan dikeluarkannya putusan diperbolehkan mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang lahir melalui proses pernikahan siri ataupun perselingkuhan menurut Syamsuar, akan mendapat pertentangan dari kalangan ulama Islam.
"Meskipun MK mengeluarkan putusan itu tidak melihat dari sisi agama Islam, tapi alangkah baiknya hal tersebut dikaji ulang, sehingga tidak mencederai norma Islam dan UU yang sudah ada," sebutnya.(*/T007)
Putusan Perkawinan Timbulkan Kontroversi
Senin, 20 Februari 2012 21:17 WIB