Jakarta (ANTARA) - Kekhawatiran bercampur aduk ketika impian Jepang menuanrumahi Olimpiade 2020 Tokyo menjadi korban penyebaran virus corona baru yang mengguncang penyelenggara, sponsor, dan perusahaan media yang sudah menghabiskan miliaran dolar untuk perhelatan akbar olah raga dunia itu.
Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach menyatakan akhir bulan lalu bahwa IOC bertekad penuh untuk menggelar Olimpiade sesuai jadwal dari 24 Juli sampai 9 Agustus tahun ini. Seorang pejabat senior pemerintah Jepang berkata kepada Reuters bahwa tidak ada "Plan B" untuk Olimpiade.
Baca juga: Jepang tunda kedatangan tim Indonesia terkait Olimpiade terkait corona
Baca juga: NOC Indonesia ajak induk organisasi olahraga menjemput Olimpiade 2032
Berikut beberapa faktor finansial dan ekonomi yang terancam jika Olimpiade dibatalkan, menurut kantor berita Reuters.
BIAYA OLIMPIADE
Penyelenggara sudah mengungkapkan Desember tahun lalu bahwa Olimpiade ini ditaksir menelan dana 1,35 triliun yen (Rp178,12 triliun), tetapi angka itu belum termasuk sekitar tiga miliar yen (Rp395 miliar) untuk pemindahan event marathon dan jalan cepat dari Tokyo ke Sapporo yang ada di bagian utara Jepang, demi menghindari cuaca terik saat musim panas.
Anggaran Olimpiade Tokyo 2020 dibagi antara komite penyelenggara dan pemerintah pusat Jepang, sedangkan IOC sendiri menyumbangkan lebih dari 800 juta dolar AS (Rp11,39 trilun).
Penyelenggara menyatakan pemerintah pusat Jepang akan membayarkan sekitar 150 miliar yen (Rp19,7 triliun) yang kebanyakan untuk mendanai Stadion Nasional yang baru.
Namun demikian Badan Audit Jepang telah memangkas anggaran ajuan pemerintah pada 2013 menjadi 1,06 triliun yen (Rp139 triliun) pada 2018.
SPONSOR
Olimpiade Tokyo 2020 sudah mencatat rekor pemasukkan sponsor domestik lebih dari 3 miliar dolar AS (Rp42,7 triliun).
Ini belum termasuk kemitraan dengan perusahaan-perusahaan Jepang seperti Toyota, Bridgestone dan Panasonic, dan perusahaan-perusahaan lain seperti Samsung dari Korea Selatan, yang melalui program sponsor TOP, melakukan kesepakatan terpisah dengan IOC yang bernilai jutaan dolar AS.
ASURANSI
Perusahaan-perusahaan asuransi global terancam menghadapi tagihan gila-gilaan seandainya wabah virus corona memaksa pembatalan Olimpiade, yang diperkirakan mencapai miliaran dolar AS.
IOC mengeluarkan 800 juta dolar AS (Rp11,39 triliun) untuk perlindungan setiap Olimpiade Musim Panas, yang mencakup investasi sekitar 1 miliar dolar AS (Rp14,23 triliun) di setiap kota tuan rumah Olimpiade. Sumber-sumber asuransi memperkirakan bahwa mereka harus membayarkan premi sekitar 2-3%, yang membuat mereka memiliki tagihan sampai 24 juta dolar (Rp341,7 miliar) untuk menutupi asuransi Olimpiade Tokyo.
Para analis pada perusahaan jasa keuangan Jefferies memperkirakan perusahaan asuransi harus menanggung 2 miliar dolar AS (Rp28,47 triliun) asuransi Olimpiade 2020, termasuk hak siar televisi dan sponsor, ditambah 600 juta dolar AS (Rp8,5 triliun) untuk akomodasi.
MEDIA
NBC Universal pada Desember mengumumkan sudah menjual lebih dari 1 miliar dolar (14,23 triliun) dalam bentuk komitmen iklan yang direncanakannya disiarkan di AS dan sudah di ambang melewati angka 1,2 miliar dolar AS (Rp17 triliun). Induk perusahan ini, Comcast, setuju membayar 4,38 miliar dolar AS (Rp62,36 triliun) untuk hak media AS bagi empat Olimpiade dari 2014 sampai 2020, lapor Variety.
Discovery Communications, induk saluran televisi Eurosport, sudah sepakat mengeluarkan 1,3 miliar euro (Rp18,5 triliun) untuk layar Olimpiade di seluruh Eropa dari 2018 sampai 2024.
Pada telekonferensi dengan para investor belakangan ini, Gunnar Wiedenfels, chief financial officer Discovery, mengisyaratkan bahwa pembatalan Olimpiade tidak akan berdampak besar kepada keuangan perusahaan ini karena investasi mereka sudah dilindungi asuransi.
MEMUKUL PEREKONOMIAN JEPANG
Sebagian besar belanja domestik untuk Olimpiade sudah selesai, sehingga skenario pembatalan berdampak kecil pada belanja itu, kata para ekonom.
Sebuah penelitian Bank of Japan pada 2016 memperkirakan anggaran belanja berkaitan Olimpiade akan mencapai puncak 0,6% dari produk domestik bruto (GDP) pada 2018 dan kurang dari 0,2% GDP pada 2020, kata konsultansi riset Capital Economics.
Pariwisata, pernyumbang besar pertumbuhan Jepang belakangan ini, akan terpukul, sekalipun para ekonom menyatakan ancaman terbesar berasal dari penyebaran virus corona itu sendiri.
Tahun lalu, Jepang didatangi 31,9 juta wisatawan asing yang berbelanja hampir 4,81 triliun yen (Rp634 triliun).
Nomura Securities memperkirakan konsumsi 240 miliar yen dari pariwisata terkait Olimpiade 2020, yang disebutnya akan menguap seandainya Olimpiade dibatalkan.
Ekonom Citigroup Global Markets Japan Kiichi Murashima menyatakan kerugian dari pariwisata terkait Olimpiade akan mencapai 0,2 persen dari pertumbuhan GDP pada triwulan Juli sampai September terhadap triwulan sebelumnya.
Tetapi dia menyatakan dampak mengerikan dari virus itu sudah menimpa pada ekonomi Jepang yang tengah kesulitan dan pada pertumbuhan global jika penyebaran virus itu belum mencapai puncaknya, yang artinya GDP Jepang bisa nol atau negatif pada triwulan Juli sampai September.
Gagal membendung penyebaran global virus itu bakal membunuh skenario mengenai bangkitnya ekonomi Jepang yang sudah menunjukkan pemulihan berbentuk-V setelah selama dua triwulan mengalami pertumbuhan negatif sampai Maret, kata Jesper Koll, penasihat senior perusahaan pengelola aset asal AS, WisdomTree.