Denpasar (ANTARA) - Teater 3 SMA Negeri 3 Denpasar membawakan garapan seni sastra berjudul "Kilang" dengan dialog para pemainnya menggunakan bahasa Bali, serangkaian memeriahkan Bulan Bahasa Bali 2020 di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Rabu malam.
"Jujur, kami memerlukan waktu latihan lebih banyak karena menggunakan bahasa Bali. Sulitnya, ketika mencari dialek yang pas, semisal dialek orang Bali, bahasa Bali alus, dan bahasa Bali lumrah," kata I Komang Nara Dhananjaya selaku pimpinan produksi garapan tersebut ditemui usai pementasan.
Dhananjaya mengemukakan, "Kilang" yang berarti cinta yang hilang, merupakan kisah cinta antara tokoh I Made Sarati dan Dayu Putu Priya ketika berlibur ke Sasak, Nusa Tenggara Barat. Kisah itu disadur dari sebuah Novel berbahasa Bali karya I Wayan Bhadra dengan nama pena Gde Srawana tahun 1978.
Garapan teater berdurasi 1,5 jam itu didukung sebanyak 12 pemain inti, dan 28 kru yang terdiri dari pemain musik, vokalis dan kru panggung.
Para pemain berdialog secara langsung dengan menggunakan bahasa Bali. Untuk memberikan suasana dalam setiap adegan, musik pengiringnya menggunakan perpaduan antara musik, seperti suling, gangsa, jembe kecil, gitar dan alat muasik lainnya.
"Walau memakai musik, tetapi tidak semua adegan ada musiknya. Itu karena kami ingin menonjolkan dialog pemain, dan mendukung suasana pada adegan tertentu saja," ujarnya.
Baca juga: Teater Smansa Denpasar bawakan "Katemu Ring Tampaksiring" untuk "Bulan Bahasa Bali"
Dhananjaya yang juga berperan sebagai penggarap dan penyadur mengatakan, teater ini sesungguhnya karya bersama, sebab setiap pemain juga turut mengeksplorasi judul atau cerita yang diangkat.
"Dalam proses penggarapan, semuanya terlibat. Semua pemain mengeksplorasi cerita itu, yang diawali dengan membaca novel itu secara cermat," ujarnya.
Walaupun demikian, untuk menentukan pemain itu diawali dengan melakukan "casting" sehingga benar-benar mendapatkan pemain yang mampu menjiwai peran.
Sedangkan Putu Ivan Bagaskara selaku sutradara mengaku untuk mewujudkan teater ini pihaknya melakukan latihan selama dua minggu. Menampilkan sesolahan teater berbahasa Bali lebih sulit daripada yang berbahasa Indonesia.
Singkatnya, teater itu mengisahkan seorang pemuda bernama I Made Sarati yang berteman sekaligus sebagai abdi dari Dayu Priya. Pria ganteng dan rendah hati itu sudah berteman sejak lama, ketika mereka belajar di Bandung.
Perkenalan mereka berawal dari ringan tangan Made Sarati kepada Dayu Priya. Saat itu, ketika hujan lebat, Dayu Priya kecelakaan ditabrak yang hampir terlindas mobil. Saat Made Sarati melihatnya, ia kemudian membantunya. Atas bantuan itu, Dayu Priya merasa berhutang budi. Hal itu membuat perteman mereka setia sampai sekarang.
Baca juga: Pelajar SMP di Denpasar diuji "mesatua banyol" dalam gelaran "Parasara"
Pada suatu hari, Made Sarati dan Dayu Priya jalan-jalan atau berwisata ke Sasak. Mereka ditemani satu abdi perempuan bernama Luh Sari. Mereka bertiga kemudian menumpang kapal laut untuk bisa menyeberang ke Sasak. Mereka bertemu dengan penumpang kapal yang sangat banyak.
Mereka berlayar hingga malam. Berbagai cerita lahir dari mulut mereka. Ada yang mengatakan capek, sedih, dan ada yang bercanda sambil tertawa.
Setelah sampai di Sasak mereka menginap di Pasanggrahan Suranadi. Dalam persahabatan itu, kemudian muncul getar cinta. Namun sayang, orang tua Dayu Priya yakni Ida Bagus Kumara ingin menjodohkan Dayu Priya dengan Ida Kade Ngurah Warmadewa dari Geria Sunia.
Dayu Priya tidak menyukai Ida Kade Ngurah yang memang tidak ada rasa padanya. Walau tidak sampai pada pernikahan, namun cinta mereka setia dan tak tergantikan.