Denpasar (Antara Bali) - Warga negara Malaysia, Low Tze Seng alias William, mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri Denpasar untuk menunda eksekusi Villa Kozy milik Rita Kishore Kumar Pridhnani, bos PT Ratu Kharisma.
Dalam mengajukan permohonan kepada PN Denpasar, Selasa, William menunjuk tim kuasa hukumnya, I Gede Agus Kusuma Nugraha, I Gusti Ngurah Mutiara, dan I Made Suka Ardana.
Ketiga kuasa hukum itu bersama Jacob Anatolis menggugat Bank Swadesi karena telah mengajukan permohonan kepada PN Denpasar untuk mengeksekusi vila di kawasan Seminyak, Kuta, tersebut.
Permohonan penundaan eksekusi juga dilayangkan kuasa hukum PT Ratu Kharisma lainnya, yakni Budi Adnyana yang menangani dua perkara gugatan terhadap Bank Swadesi di tingkat banding Pengadilan Tinggi Denpasar.
"Semua perkara ini satu pun belum 'inkracht' (berkekuatan hukum tetap). Jadi, kami mohon Ketua PN Denpasar menunda dulu eksekusi Villa Kozy,†kata Budi Adnyana.
Berdasarkan fakta yang terungkap dalam sidang, jelas dia, ada perbedaan waktu soal penetapan status kredit macet terhadap PT Ratu Kharisma.
"Berdasarkan dokumen Sistem Informasi Debitur (SID) yang dikeluarkan Bank Indonesia, PT Ratu Kharisma dinyatakan macet kreditnya pada 28 Februari 2010. Namun pihak Bank Swadesi sudah mengajukan permohonan lelang pada 7 Desember 2009," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya mengajukan banding untuk mengetahui kebenaran fakta antara SID Bank Indonesia dan keterangan pihak Bank Swadesi.
Sementara itu, Ngurah Muliarta menambahkan bahwa kliennya keberatan atas lelang aset jaminan PT Ratu Kharisma berupa tanah dan Villa Kozy.
Menurut dia, jika mengacu pada Pasal 27 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, maka tidak diperbolehkan lelang atas objek gugatan dari pihak ketiga yang bukan debitur.
"Dengan demikian, lelang terakhir pada 11 Februari 2011 seharusnya batal demi hukum karena ternyata pada 7 Februari 2011 sudah ada gugatan oleh William melalui PN Denpasar. Bahkan dalam lelang itu kami sudah menjelaskan bahwa objek lelang sudah kami gugat di PN Denpasar, tapi lelang tetap dilanjutkan," kata Gede Agus Kusuma Nugraha menimpali.
Oleh sebab itu pula dia meminta PN Denpasar menunda eksekusi sampai perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.
Ia menganggap pemenang lelang tidak diklasifikasikan sebagai pembeli beritikad baik. "Sudah tahu objek lelang digugat, tapi kenapa dibeli?" katanya.
Dia juga merujuk Pasal 1576 KUHPerdata bahwa penjualan barang yang disewa kepada pihak ketiga tidak serta merta memutuskan hak penyewa. William menyewa Villa Kozy sejak 18 Juli 2008 hingga 18 Juli 2015.
"Klien saya ini beritikad baik dengan berinvestasi di Bali. Setidaknya berpartisipasi meningkatkan perekonomian dan pariwisata Pulau Dewata, termasuk menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar," kata Muliarta.
Sebelumnya, Ketua Pengadilan Negeri Denpasar, John Pieter Purba, menegaskan bahwa pihaknya akan tetap melakukan eksekusi terhadap Villa Kozy dengan dalih untuk melindungi pembeli atau pemenang lelang yang beritikad baik.
Menurut dia, penetapan tersangka terhadap Dirut Bank Swadesi dan kawan-kawan tidak mempunyai akibat hukum bagi pemenang lelang.
Terhadap pernyataan tersebut, Jacob Antolis menyatakan soal pembeli beritikad baik itu harus dibuktikan di pengadilan. Dia mengingatkan bahwa penetapan PN Denpasar tentang eksekusi terhadap objek lelang tersebut hanya berdasarkan permohonan pemenang lelang.
"Penetapan ini bukanlah pelaksanaan putusan produk peradilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap," kata Jacob.
Rita Kishore selaku pemilik vila menolak eksekusi dilakukan pada saat proses hukum sedang berjalan.
Dia sebelumnya melaporkan Dirut Bank Swadesi Ningsih Suciati kepada Polda Bali. Menurut Jacob, Polda Bali sudah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) nomor B/242/XII/2011/Dit.Reskrim kepada Kejati Bali pada 15 Desember 2011.
Pihak Polda Bali mengakui sudah memeriksa beberapa saksi dalam kasus tersebut.(AJ/M038/T007)