Bali (ANTARA) - Konferensi minyak sawit dunia bertajuk "15th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 and 2020 Price Outlook" di Bali Nusa Dua Convention Center yang berlangsung selama dua hari sejak Kamis (31/10) dan Jumat (1/11) telah berakhir. Beragam solusi pun muncul untuk kemajuan industri sawit kedepannya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung suksesnya gelaran IPOC yang tahun ini dihadiri 1.100 peserta delegasi 18 negara.
Begitu juga kepada para akademisi, pakar baik dalam dan luar negeri hingga sejumlah pejabat yang mewakili pemerintah Indonesia yang hadir sebagai pembicara untuk memberikan perspektifnya soal perkembangan industri sawit kini dan kedepan, Joko menyampaikan apresiasi tak terhingga.
"Teman-teman wartawan yang hadir juga menjadi elemen penting mempublikasikan kegiatan IPOC yang tentunya kami harapkan terus berlanjut pemberitaan untuk mendukung perkembangan sawit. Kritik membangun dengan solusi juga selalu kami nanti dari berita-berita media. Prinsipnya kami selalu terbuka dan membuka seluas-luasnya akses informasi tentang industri minyak sawit," kata Joko di sesi jumpa pers terakhir yang sekaligus menutup rangkaian kegiatan IPOC di Pulau Dewata.
Menurut Joko, industri kelapa sawit
perlu dukungan semua pihak, supaya perkembangan dan kemajuannya bisa tercapai seperti yang diharapkan bersama.
"Mudah-mudahan kita bisa melewati tantangan ini dengan baik dan industri sawit maju dan makin berkembang di masa yang akan datang," tandasnya didampingi Sekjen GAPKI Kanya Lakshmi Sidarta serta Ketua Panitia IPOC 2019 Mona Surya dan jajaran pengurus GAPKI lainnya.
Komitmen GAPKI juga ditunjukkan dengan 372 anggotanya telah mengantongi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). Ditargetkan pada 2020 seluruh anggota GAPKI yang berjumlah 725 perusahaan memegang sertifikasi ISPO. Sehingga kampanye hitam antisawit yang dilontarkan Uni Eropa bisa terbantahkan dengan sendirinya seiring penerapan industri sawit berkelanjutan.
Kehadiran awak media sendiri memang khusus didatangkan oleh GAPKI. Dikomando Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi, ada 35 wartawan nasional dari Jakarta diboyong ke Bali termasuk beberapa jurnalis daerah yang terpilih untuk meliput IPOC 2019.
"Total tercatat hampir 70 wartawan nasional dan internasional yang hadir di Bali. Selain dikoordinir PT Astra Agro Lestari yang dipercaya GAPKI untuk bidang publikasi IPOC 2019, ada juga jurnalis dengan inisiatif sendiri, terutama media asing mereka sangat tertarik dengan isu minyak sawit," timpal Tofan yang juga menjabat Vice President Of Communications PT Astra Agro Lestari.
Konferensi yang dibuka Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin ditandai komitmen Wapres untuk membantu mendorong agar target 185 ribu hektare peremajaan lahan sawit guna meningkatkan produktifitas dapat terealisasi tahun ini. Wapres juga menyampaikan kembali lima pesan Presiden Joko Widodo untuk pengembangan sektor sawit di tanah air, termasuk soal hilirisasi industri minyak sawit nasional.
Menurut Ma’ruf Amin, ada 17 juta orang hidup tergantung pada industri minyak sawit. Terlepas dari segala tantangan dan hambatannya, Indonesia telah memiliki anugerah menjadi tumbuh suburnya kelapa sawit yang jadi sumber devisa pemerintah di negeri ini.
Pada tahun 2019, nilai ekspor sawit
Rp 270 triliun menjadi komoditi tertinggi Indonesia yang berhasil membuat neraca perdagangan bisa lebih baik.
Sementara Muzdalifah selaku Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) memastikan pemerintah melakukan perlawanan terhadap diskriminasi sawit Uni Eropa dengan menggugat ke World Trade Organization (WTO).
"Kita harus lawan untuk melindungi 17 juta rakyat Indonesia dan ekonomi negara kita yang salah satunya bergantung pada industri sawit. Kuasa hukum kelas internasional sudah ditunjuk Kementerian Perdagangan yang mewakili pemerintah," tegasnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian RI Dr Kasdi Subagyono juga berjanji menuntaskan segala permasalahan yang ada di industri kelapa sawit guna mempercepat Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Kemudian Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Republik Indonesia Mahendra Siregar meyakini, masa depan pasar minyak sawit dunia ada di Indonesia dengan konsumsi terbesar bisa mencapai 25 juta ton untuk tahun-tahun mendatang.
Untuk itu, pasar dalam negeri justru menurutnya harus diperkuat, di samping upaya diplomasi sawit yang juga terus dilakukan pihaknya agar pasar global tak semena-mena melakukan diskriminasi terhadap sawit Indonesia.
Sedangkan sejumlah pakar seperti
Tan Sri Datuk Dr. Yusof Basiron selaku Executive Director Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menyatakan, hanya sawit menjadi komoditas yang mampu membawa dunia mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Gavin Maguire, analis dari Kantor Berita Thomson Reuters Singapura memastikan, minyak sawit tetap menjadi komoditas penting dibandingkan minyak kedelai dan kanola.
Dampak kebijakan B20 menurutnya sangat ekstensif. Apalagi penerapan B30 mulai Januari 2020 bakal berpengaruh signifikan terhadap perkembangan industri kelapa sawit. Terlebih harga yang masih lebih murah dari minyak bumi, maka minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel dipastikan jadi primadona di masa depan.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan juga memastikan keberterimaan industri otomotif lancar untuk penerapan biodiesel B20.
"Jadi kami optimis program B30 mulai Januari 2020 dapat berjalan dan bahan baku siap menopangnya," kata Paulus yang diamini Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami dan dia menegaskan pula jika sosialisasi ke konsumen pelaku industri otomotif berjalan maksimal untuk penerapan B30 tahun depan.
Hal itu pula dijelaskan Dr. Djoko Siswanto dari Komite Energi Nasional bahwa sebagai regulator di Kementerian ESDM, pemerintah serius menerapkan B30 (campuran 30% minyak nabati sawit dan 70% solar) untuk implementasi bahan bakar ramah lingkungan.
Sementara Prof Pietro Paganini dari John Cabot University of Roma mengingatkan, kampanye global antisawit khususnya terkait kesehatan sebenarnya hanya merupakan kamuflase dari strategi pasar Uni Eropa memperkuat pasar minyak nabati global.
Adapun Prof Erliza Hambali dari Institut Pertanian Bogor (IPB) melihat perlunya peningkatan upaya hilirisasi industri sawit.
Dia mencontohkan Malaysia yang tidak lagi mengekspor Crude Palm Oil (CPO). Produk turunan tersebut harusnya digenjot pula oleh Indonesia.
Di sesi diskusi terakhir pada hari kedua, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi isu yang turut diselipkan CEO Triputra Agro Persada Arif Patrick Rachmat. Hadir mewakili Kamar Dagang dan Industri (Kadin), dia mengingatkan pentingnya semangat gotong royong dan pencegahan menghadapi ancaman potensi karhutla agar semua tak saling menyalahkan.
Sedangkan untuk prediksi harga CPO, Direktur Godrej International Ptd Dorab E Mistry memperkirakan tahun 2020 mencapai level RM 2.700 per ton dengan sejumlah asumsi. Di antaranya harga Brent pada level 60 sampai 80 US Dollar per barel, kebijakan The Fed, kondisi politik Amerika Serikat yang goyah hingga melemahnya US Dollar.
Stok minyak nabati dunia semakin menipis di tahun 2020, diperkirakannya turut mendongkrak harga seiring program wajib biodiesel diterapkan. Namun di sisi lain, diharapkannya pemerintah Indonesia dapat menerapkan langkah koreksi untuk menjaga agar harga minyak sawit tidak melonjak tinggi terlalu cepat. Karena dikhawatirkan merugikan konsumen global yang jadi pasar ekspor.
Direktur Eksekutif ISTA Mielke GmbH, OIL WORLD Thomas Mielke Mielke mengemukakan prediksi hampir senada. Menurut dia, program wajib biodiesel haruslah tetap menyeimbangkan kebutuan antara sektor pangan dan biodiesel. Karena tidak ada negara lain yang bisa mengompensasi penurunan pasokan minyak sawit Indonesia. Dimana produksi CPO tahun 2020 diperkirakan naik 1,8 juta ton menjadi 45,4 juta ton dari tahun 2019 yang diproyeksikan mencapai 43,6 juta ton atau naik 2 juta ton dari 2018.
IPOC 2019 munculkan solusi untuk kemajuan industri sawit
Minggu, 3 November 2019 7:11 WIB