Denpasar (Antaranews Bali) - Pengamat ekonomi Universitas Mataram (Unram) M. Firmansyah menilai, program BBM Satu Harga di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di Indonesia sangat positif. Namun yang terpenting, Pertamina harus menjaga stabilitas pasokan pada wilayah yang sudah menjalankan program tersebut.
“Kalau tidak, tentu akan merepotkan. Karena masyarakat di berbagai wilayah BBM Satu Harga sudah terbiasa dengan harga BBM yang rendah,” kata Firmansyah dalam keterangan pers, Minggu.
Firmansyah sendiri tidak menepis bahwa BBM Satu Harga berdampak baik terhadap berbagai sektor, termasuk pertanian. Pasalnya, dengan BBM yang murah dan gampang didapat, akan memudahkan pula proses produksi. “Semua yang berkaitan dengan pengolahan, industri, bahkan pertanian, ikut terdampak. Sebab, program tersebut memang meningkatkan keterjangkauan masyarakat kepada BBM,” kata Firmansyah.
Berbagai sektor memang merasakan manfaat program BBM Satu Harga, termasuk sektor pertanian dan pariwisata. Di Nusa Penida, BBM Satu Harga, misalnya, menurut anggota Komisi II DPRD Bali, AA Ngurah Adhi Ardhana, sejak diresmikan November 2017 hingga sekarang, pulau yang terletak di tenggara Pulai Bali itu mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan.
“Dari data yang disampaikan di DPRD, Klungkung memang mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pendistribusian pendapatan yang lebih merata. Salah satu penyebab karena program BBM Satu Harga di Nusa Penida,” jelas Adi.
“Dalam pandangan kami,” lanjut Adi, “BBM Satu Harga memang memberikan dampak positif. Setidaknya, bisa memangkas berbagai biaya distribusi dan operasional Nusa Penida yang selama ini memang dikenal lebih tinggi dibandingkan Pulau Bali.”
Berbagai biaya itulah yang memberatkan masyarakat. Alhasil, meski dikenal sebagai salah satu destinasi wisata nasional, namun sebelumnya beban masyarakat masih sangat tinggi. Tetapi dengan BBM Satu Harga, lanjutnya, beban tentu berkurang karena biaya transportasi menurun yang diikuti dengan sektor retail dan penurunan barang-barang kebutuhan pokok. “Semua akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata dia.
Begitu pula di Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur. Seorang petani di Desa Raekore, Sabu Barat, Alexander Rajariwu di Desa Raekore, Sabu Barat, juga mengakui manfaatnya. Menurut Alexander, penurunan harga BBM ternyata bisa meningkatkan hasil panen sebanyak enam kali lipat. Jika dulu maksimal hanya 500 kilogram, sekarang minimal 3 ton.
Peningkatan panen, lanjut Alexander, tidak lepas dari optimalnya penggunaan mesin traktor. Jika sebelum BBM Satu Harga petani harus berpikir dua kali jika hendak memakai traktor, maka sekarang sudah lebih leluasa. Pasalnya, dulu harga BBM berada pada kisaran harga Rp100 ribu-200 ribu per liter. Itu pun, lanjut Alexander, petani harus menempuh jarak enam kilometer dengan jumlah yang sangat terbatas, yaitu 1,5 liter saja. “Tentu saja mesin traktor tidak optimal, karena untuk mengoptimalkan mesin maka sedikitnya harus diisi 3,5 liter,” kata Alexander.
Tetapi sekarang, dengan harga BBM sama seperti di Pulau Jawa, petani bisa mengisi penuh traktornya dengan BBM, dengan harga yang sangat murah. “Karenanya, traktor pun bisa bekerja optimal sehingga hasil pertanian juga sangat menggembirakan,” kata dia.
Pengamat ekonomi : BBM satu harga harus berlanjut
Minggu, 3 Februari 2019 8:55 WIB