Denpasar, (Antaranews Bali) - Majelis Hakim pengadilan Negeri Denpasar, Bali, mengganjar empat terdakwa pengedar uang palsu pecahan Rp100 ribu hingga ratusan lembar yang sangat meresahkan masyarakat, divonis hukuman ringan.
Ketua Majelis Hakim, I.G.N Partha Bhargawa dalam sidang di PN Denpasar, Senin, menjerat terdakwa Samsul Arifin selama 14 bulan penjara. Sedangkan tiga terdakwa lainnya lainnya yakni Wahid Nur Sholikin, Ahmad Sidik dan Ahmad Budi Harsono hanya divonis masing 10 bulan penjara.
"Keempat terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 36 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, dan masing-masing wajib membayar denda Rp1juta, subsider tiga bulan penjara," ujar hakim.
Vonis majelis hakim itu, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum I Gede Agus Suraharta dalam sidang sebelumnya yang menuntut terdakwa Samsul Arifin selama 1,5 tahun penjara. Sedangkan tiga terdakwa lainnya lainnya yakni Wahid Nur Sholikin, Ahmad Sidik dan Ahmad Budi Harsono hanya dituntut satu tahun penjara.
"Keempat terdakwa terbukti bersalah telah mengedarkan 129 lembar uang palsu dari 200 lembar yang dimiliki para terdakwa dan perbuatan empat terdakwa dapat meresahkan masyarakat dan dapat mengganggu ekonomi negara," kata hakim.
Hakim sependapat dengan jaksa bahwa keempat terdakwa turut serta melakukan perbuatan mengedarkan atau membelanjakan rupiah palsu yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri, sehingga merupakan barang bukti kejahatan.
Mendengar putusan hakim itu, keempat terdakawa menyatakan menerima putusan hakim dalam sidang tersebut, demikian jaksa yang juga menyatakan menerima atas putusan hakim.
Kasus ini bermula saat tersangka Samsul Arifin ditawari oleh temannya M. Sirahum (DPO) untuk membelanjakan uang palsu di Wilayah Bali dan Lombok dengan sistem barter satu banding dua, dimana Samsul memberikan uang asli Rp100 ribu, maka rekannya Sirahum memberikan uang palsu Rp200 ribu kepada terdakwa.
Pada 11 Juli 2018, Pukul 23.00 WITA tersangka Samsul Arifin diberikan uang pecahan Rp100 ribu sebanyak 200 lembar oleh Sirahun dirumah temannya itu yang telah dibungkus di dalam plastik hitam.
Kemudian, pada 12 Juli 2018 terdakwa mengedarkan uang palsu itu secara menyebar mulai untuk membayar angkutan umum mobil Suzuki APV di Terminal Mengwi dan membeli makan di dekat terminal setempat.
Kemudian, terdakwa Samsul Arifin dijemput terdakwa Ahmad Budi Harsono menuju kos terdakwa Wahid Nur Sholihin, kemudian terdakwa Samsul mengajak temannya berbelanja membeli makan di tiga lokasi warung dengan tiga lembar uang palsu untuk membeli nasi bungkus, rokok dan lainnya.
Singkat hingga uang palsu itu beredar sebanyak 15 lembar dan terdakwa mendapat kembalikan uang asli mencapai Rp1,12 juta, akhirnya keempat terdakwa jalan-jalan bersama di Jalan Taman Pancing, Denpasar, dengan membelanjakan uang palsu itu menyebar sejumlah warung hingga mencapai 50 lembar dengan total mendapat kembalikan uang asli mencapai Rp3,7 juta.
Kemudian, uang palsu itu dibelanjakan diseputar Denpasar dan Wilayah Nusa Dua hingga ratusan lembar dan mendapat hasil keuntungan dari penukaran uang palsu Rp100 ribu dengan uang asli mencapai Rp9,85 juta.
Namun, perbuatan keempat terdakwa akhirnya terendus petugas saat terdakwa Ahmad sidik menggunakan dua lembar uang palsu yang digunakan untuk bermain judi bola adil di Daerah Teges, Mumbul, Kabupaten Badung.
Perbuatan terdakwa kemudian diketahui bandar judi bola adil dan kejadian itu dilaporkan kepada polisi. Kemudian, petugas berhasil mengamankan 71 lembar uang palsu yang belum beredar dari tangan keempat terdakwa yang ditangkap secara terpisah.
Tuntutan Calon DPD
Sementara itu, terdakwa Ketut Putra Ismaya Jaya (40), calon DPD RI bersama dua anak buahnya yakni terdakwa I Ketut Suryana (51) dan I.G.N Edrajaya (28) dituntut hukuman tujuh bulan kurungan karena diduga melakukan pengancaman terhadap petugas Satpol Pamong Praja Provinsi Bali, melakukan tugas penertiban baliho, spanduk tanpa izin di Denpasar.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Bambang Eka Putra di PN Denpasar, Kamis, Jaksa Penuntut Umum I Made Lovi Pusnawan menilai perbuatan ketiga terdakwa melanggar Pasal 214 Ayat 1 KUHP jo Pasal 211 KUHP.
"Perbuatan ketiga terdakwa bersalah melakukan tindak pidan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang pejabat untuk melakukan perbuatan jabatan atau untuk tidak melakukan perbuatan jabatan yang sah, paksaan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu," kata Jaksa Lovi dalam sidang di PN Denpasar.
Mendengar tuntutan jaksa itu, penasehat hukum ketiga terdakwa Agus Samijaya menilai tuntutan jaksa tidak sesuai atau kontradiktif, karena saksi-saksi dalam persidangan banyak yang mencabut keterangannya.
"Saksi dalam persidangan menjelaskan dalam persidangan mengatakan tidak pernah ditendang ketiga terdakwa dan hanya menyentuh atau dibelai. Keterangan ahli juga seperti itu, sehingga kami berkeyakinan dakwaan jaksa seluruhnya tidak memenuhi unsur delik pidana sesuai Pasal 214," ujarnya.
Oleh karenanya, ketiga terdakwa melalui penasehat hukumnya mengajukan pledoi secara lisan dengan memohon kepada hakim agar dibebaskan dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa.
"Kami juga menuntut agar nama terdakwa direhabilitasi seluruhnya," katanya.
Sidang agenda putusan dilanjutkan pada 28 Desember 2018. (ed)
Empat pengedar uang palsu divonis ringan
Senin, 17 Desember 2018 22:52 WIB