Denpasar (Antaranews Bali) - Pelaku pariwisata di Bali menggandeng Garuda Indonesia untuk melakukan promosi wisata di dua kota di China yakni Beijing dan Shanghai pada 1-7 Desember 2018, guna merebut lebih banyak wisatawan dari negara itu berkunjung ke Pulau Dewata.
"Kami ingin menunjukkan bahwa Bali tidak hanya wisata belanja semata, tetapi kami akan tunjukkan wisata alam dan budaya," kata Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, sebanyak 33 pelaku industri pariwisata dari Bali mulai dari biro perjalanan wisata, perhotelan, restoran hingga jasa wisata air akan terbang ke negeri panda itu untuk bertemu dengan sekitar 70 industri pariwisata di China.
Para pelaku pariwisata Bali itu, kata dia, akan menawarkan wisata yang saat ini sedang menjadi tren di kalangan anak muda seperti wisata alam air terjun di Bali Utara yang banyak diunggah di media sosial.
Untuk itu, pihaknya juga ingin menggaet wisatawan milenial atau wisatawan yang melek digital sesuai dengan era saat ini, selain menggaet wisatawan berkualitas lainnya.
Wisata untuk kebutuhan rapat atau konferensi (MICE) juga akan ditawarkan kepada para agen perjalanan wisata di China, yang mengisi saat musim sepi kunjungan atau "low season" seperti di bulan November hingga 15 Desember 2018.
Wakil Gubernur Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau akrab disapa Cok Ace dan Kepala Dinas Pariwisata Bali Anak Agung Yuniarta Putra juga dijadwalkan turut mengikuti "sales mission" tersebut.
Kehadiran Cok Ace yang sebelumnya banyak berkecimpung di dunia pariwisata Bali diharapkan semakin meyakinkan pelaku pariwisata di China terkait pariwisata di Pulau Dewata, di tengah isu "jual beli kepala" wisatawan Tiongkok.
Praktik curang tersebut, kata dia, melahirkan "zero dollar tour" atau tur dengan pengeluaran minim karena wisatawan lebih banyak diajak ke sejumlah pertokoan dengan barang buatan negeri tirai bambu.
Kegiatan itu sebelumnya sudah diatur sedemikian rupa oleh agen wisata tertentu yang berafiliasi dengan tempat penjualan.
Akibatnya, penerimaan negara devisa kedatangan wisatawan Tiongkok itu tidak optimal yakni rata-rata sekitar 900 dolar AS dengan masa tinggal lima hari empat malam.
Angka itu, kata dia, tergolong jauh dari rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara lain mencapai kisaran 2.500 dolar AS per orang untuk sekali kunjungan.
Kepala Dinas Pariwisata Bali Anak Agung Yuniarta Putra mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait persoalan tersebut, apalagi kasus serupa juga terjadi di daerah lain di Indonesia.
Ia mengharapkan praktik curang itu juga dapat diselesaikan pada level pemerintah kedua negara seperti halnya Thailand yang berhasil menekan "jual beli kepala wisman" itu.
"Ini akan dipikirkan pemerintah pusat karena tidak hanya terjadi di Bali tetapi di Manado," katanya.
Dalam waktu yang bersamaan, GIPI Bali juga tengah menata usaha pariwisata yang bergerak sesuai dengan aturan dan mengantongi izin yang akan dikelompokkan dalam "white list company", khususnya yang banyak menangani wisatawan China.
Perusahaan jasa pariwisata yang menyasar wisatawan China di Bali sebagai pangsa utama itu juga akan disampaikan kepada pelaku pariwisata dan pemerintah Tiongkok sehingga praktik curang dan kongkalikong oknum tertentu bisa dihentikan. (ed)