Denpasar, (Antaranews Bali) - Lima peyoga dari mancanegara dengan percaya diri naik ke panggung untuk belajar satu gerakan tarian khas Aceh dari para mahasiswa Aceh yang tampil dalam acara Bali Spirit Festival ke-11, di Ubud, Sabtu (7/4), yang berlangsung 2-8 April 2018.
Tak lama kemudian, Amiruddin Nyak Tjoet, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh tersenyum bangga dan senang menyaksikan para turis mancanegara belajar tarian Aceh di Ubud, Bali. Pasalnya, kelima peyoga mancanegara itu ternyata mampu belajar satu gerakan tarian Aceh dalam tempo 10 menit.
Bali Spirit Festival merupakan kegiatan pariwisata tahunan di Ubud sejak 2007, yang ditulis harian South China Morning Post, telah menjadi salah satu dari lima festival Yoga terbesar di dunia, merupakan tempat berkumpulnya ribuan peyoga mancanegara dan nusantara.
Namun, festival selama tujuh hari itu tidak selalu diisi dengan beryoga, tapi juga berjoget, berdansa dari berbagai jenis tarian, menampilkan musisi Bali, dan kuliner.
Pada tahun ini, Bali Spirit Festival menampilkan empat jenis tarian dari Aceh yang terkenal sebagai Serambi Kabah yakni tarian Ratoeh Duk, Rapai Geleng, Tarek Pukat dan Meusare-sare, yang oleh Tim Rampoe Aceh Yogjakarta, yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa Aceh dan Nusantara yang belajar di Yogjakarta.
Hal ini menarik karena sebelum tahun 2009, MUI pernah mengeluarkan pernyataan bahwa Yoga itu Haram karena dinilai sebagai bagian dari kegiatan ritual.
Namun belakangan makin banyak instruktur Yoga berjilbab dan peyoga Muslim makin banyak dan berkembang di berbagai kota di nusantara. Bali Spirit Festival ke-11 ini pun dijadikan ajang promosi wisata Propinsi Aceh yang menerapkan UU syariat Islam atau Qanun.
"Pemerintah provinsi Aceh memanfaatkan Bali Spirit Festival tahun ini di Ubud Bali untuk promosi wisata. Dengan menyediakan doorprize berupa baju, booklet, pin, dan stiker dengan tema `The Light of Aceh` yang merupakan Branding resmi pariwisata Aceh di antaranya paket menyelam, paket snorkelling, paket Leuser, paket Pulau Banyak, paket singkil, paket birding dan beberapa paket wisata Aceh lainnya," kata Amiruddin Nyak Tjoet
Bali Spirit Festival memang tempat berkumpulnya ribuan peyoga dari mancanegara dan nusantara. "Di Balispirit Festival ke-11 yang bertemakan "Return to Source" atau "Kembali ke Asalnya" menyediakan 150 kelas yang masing-masing kelas beda-beda gaya yoganya," kata Noviana Kusumawardhani, manajer media Balispirit Festival.
Yoga sebagai suatu jalan menuju hidup lebih sehat itu banyak aliran atau gaya, namun dasarnya sama dari Hatha Yoga yang berfokus pada menyelaraskan (alignment) latihan fisik dengan pernapasan. Kemudian berkembang yoga Ashtanga yoga, Kundalini yoga, Hot Yoga, dan Akrobat Yoga.
Tapi dalam kegiatan ini, para peserta tidak hanya disuguhkan kegiatan yoga tiap hari. "Ada kelas-kelas tari, beberapa diskusi, lokakarya musik, seminar, dan sebagai tambahan, ada penyembuhan dan pelatihan pernapasan sebagai bagian dari program utama Balispirit Festival," tambah Noviana.
Pengisi acara Bali Spirit Festival tahun ini di antaranya Eoin Finn (Kanada), Duncan Wong (Jepang), Mark Whitwell, (Selandia Baru), Ronan Tang (Cina), Anthony Abbagnano (Italia), Latonya Style (Jamaika), Deborah Langley (Australia), Tina Malia (Amerika Serikat), Arif Sentosa (Indonesia), Young Ho Kim (Jerman), Kula (Portugal), Diena Haryana (Indonesia), TyeZan (Swiss), Jennifer Ann (Belanda), dan Joe Crossley (Inggris).
Pasca Bom Bali
Balispirit Festival yang awal mulanya diselenggarakan untuk membangkitkan pariwisata di Bali yang terpuruk akibat bom Bali tahun 2002 dan 2005. Pasangan Amerika dan Bali yakni Meghan Pappenheim dan Kadek Gunarta kemudian mendirikan Balispirit Festival untuk membangkitkan kembali industri pariwisata di Ubud, dan Bali. Upaya itu berhasil.
"Kegiatan tersebut selama ini terbukti mampu menarik lebih dari 8.000 pengunjung, dari 50 negara di belahan dunia," kata Kadek Gunarta, yang menerima penghargaan dari Kementerian Pariwisata disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Multikultural Kementerian Pariwisata, Esthy Reko Astuti, saat pembukaan, Senin malam (2/4).
?Hasil survei partisipan selama tiga tahun terakhir mengestimasikan bahwa sekitar 70 persen dari partisipan festival tinggal di Indonesia setidaknya dua minggu sebelum atau setelah festival. Dan, 20 persen tinggal di Indonesia selama empat minggu atau lebih. Kemudian, 50 persen berpergian keluar pulau, tambah Kadek.
"Peserta BaliSpirit Festival telah menghabiskan sekitar 1,7 juta dolar Amerika selama lima tahun terakhir, membanjiri perekonomian dalam waktu singkat, mendukung usaha kecil dan menengah milik masyarakat setempat,? ungkap Kadek, pemilik Yoga Barn, di Ubud.
"Hasil pendapatan dari acara Balispirit Festival yakni perayaan tahunan bagi penggemar hidup sehat yoga, menari dan musik, kami donasikan setiap tahun 100.000 dolar Amerika (Rp1,37 miliar) untuk masyarakat. Sebagai bentuk kepedulian sosial," tambah dia.
Desa Songan di kawasan Gunung Batur merupakan salah satu dari 82 desa miskin di Bali menyerap bantuan dana dari kegiatan Balispirit Festival sejak tahun 2011. Lebih dari 35 persen dari 8.000 penduduk desa Songan hidup di bawah garis kemiskinan.
"Hasil dari kegiatan ini juga telah menyumbang 4.300 pohon bambu ke berbagai desa miskin dan masyarakat miskin di Bali, termasuk desa Songan, untuk penyerapan air dan rehabilitasi tanah. Apalagi Danau Batur merupakan cadangan air terbesar kedua bagi penduduk Bali," ungkap Kadek.
Mengapa Bambu ? "Bambu adalah hutan tradisional di Bali. Masyarakat Bali sejak lahir, upacara keagamaan hingga kematian banyak memanfaatkan bambu. Kini bambu merupakan bahan produksi kerajinan masyarakat mulai furniture, peralatan masak, keranjang dan lain sebagai," ujar Kadek.
Balispirit Festival rupanya bukan hanya sekedar beryoga dan berdansa, tapi juga mampu membangkitkan pariwisata di Ubud, dan Bali. Ia juga membantu mengangkat ekonomi masyarakat kecil di Bali dan melestarikan kehidupan alam di pulau dewata. Bahkan promosi wisata Aceh yang dikenal sebagai "Serambi Mekah".