Ketua Pasraman SSRG, Nyoman Dukhajaya, di Singaraja, Kamis, mengatakan perayaan hari suci Dipawali tahun ini sebagai momentum meningkatkan rasa toleransi dan keberagaman baik intern maupun antarumat beragama di Pulau Dewata dan Nusantara umumnya.
Tema perayaan juga tidak lepas dari kesan masyarakat internasional melihat Indonesia sebagai barometer kemajemukan dan toleransi. Terlebih lagi, dipawali dirayakan oleh umat Hindu dunia, bukan hanya di India saja.
Momentum Dipawali yang baru pertama kali diperingari sebagai hari libur fakultatif pada (18/10) di tanah air guna menunjukkan eksistensi Bali sebagai Pulau Perdamaian, sebagai salah satu hal yang sangat menarik minat wisatawan datang ke Pulau Seribu Pura.
Mengenai makna Dipawali, Dukhajaya memaparkan bahwa Dipavali artinya festival cahaya (festival of light). Dari kata dipa (bahasa bali sentir) yang artinya cahaya.
Vali artinya jalan. Jalan yang mendapat cahaya penerangan dari Tuhan. Dalam Purana, setelah kegelapan yang ditimbulkan oleh raksasa Narakasura, maka Sri Wisnu memberikan karunia kepada umat manusia dengan membunuh raksasa tersebut.
"Ini dianggap sebagai kemenangan dharma melawan adharma bagi umat Hindu. Dengan terbuhnya raksasa Narakasura, makan "setelah gelap terbitlah terang" kemenangan inilah yang diperingati dengan festival cahaya.
Kemudian, dalam Ramayana, Hindu di seluruh dunia merayakan Dipawali untuk menghormati kembalinya Sri Rama, istrinya Sita dan saudaranya Lakshmana dari pengasingan selama 14 tahun setelah Sri Rama mengalahkan Rahwana. Untuk menghormati kembalinya Sri Rama, Sita dan Laksmana dari Lanka dan untuk menerangi jalan mereka, warga desa menyalakan lampu minyak (Dipa) untuk merayakan kemenangan kebaikan atas kejahatan.
"Masih banyak lagi konsep filsafati berdasar pada Purana yang artinya sejarah masa lampau, bukan dogeng atau legenda," papar dia.
Perayaan Dipawali di Pasraman tersebut diikuti ratusan umat Hindu yang ada di Buleleng.
Prosesi dilaksanakan simple dan sederhana dengan didahului ritual pemujaan terhadap arca oleh petugas upakara, baru kemudian menyalakan dipa (cahaya) secara bersama sama. (bgs)