Denpasar (Antara Bali) - Perajin perhiasan emas dan perak di Celuk, Kabupaten Gianyar, Bali harus mampu kreatif untuk mempertahankan desain, dan ketertarikan masyarakat maupun wisatawan untuk membeli dengan harga terjangkau.
"Para perajin perhiasan emas dan perak di Desa Celuk harus kreatif dan mampu mempertahankan desain yang selama ini menjadi maskot kebanggaan desa setempat," kata pemilik "Bara Gold & Silver" Putu Sudiadnyani di Celuk, Bali, Jumat.
Ia mengatakan untuk mampu bersaing di tengah era globalisasi tersebut, mulai dari harga dan desain, maka perajin harus melakukan langkah inovatif.
"Memang persaingan saat ini sangat terasa, terlebih produk perhiasan dari luar negeri, seperti China semakin banyak di Indonesia, maupun Bali. Namun yang sulit disamakan adalah perhiasan yang dibuat dengan tangan," ujar Sudiadnyani yang akrab dipanggil Bunda Bara.
Bunda Bara mengatakan untuk bisa bersaing dalam soal harga, pihaknya menggunakan bahan dari alpaka, stanless maupun tembaga. Karena kalau menggunakan bahan perak dan emas harganya memang tinggi.
"Masyarakat dan wisatawan pun mencari perhiasan dengan harga yang terjangkau, karena itu saya menggunakan bahan-bahan dari alpaka dan stanless. Tetapi kalau desain dan kualitas sama dengan berbahan dari perak dan emas," ujar mantan seorang pramuwisata Jepang itu.
Menurut dia, yang perlu dipertahankan oleh perajin adalah kualitas dan desain, sedangkan bahan adalah mengikuti pergerakan pasar, artinya dengan bahan alpaka dan stanless pun bagi konsumen tidak menjadi masalah, karena yang mereka cari adalah bagaimana bisa memiliki asesoris melengkapi gaya hidupnya.
"Tren gaya hidup (lifestayle) warga masyarakat maupun wisatawan terletak pada penampilan desain, bukan semata-mata pada bahan bakunya, seperti menggunakan emas dan perak," ucapnya.
Bunda Bara mengatakan persaingan perajin perhiasan di era globalisasi ini harus disikapi dengan bijak dan mampu menuangkan dalam inovasi. Jika itu bisa dilakukan maka perajin Celuk pasti akan tetap eksis.
"Saya juga menjual perhiasan melalui media sosial. Dengan `brand` yang sudah banyak dikenal masyarakat dan wisatawan, maka perhiasan produknya sangat laku di pasar internet tersebut. Bahkan banyak dibantu oleh pedagang online," katanya.
Kegiatan "Celuk Jewellery Festival 2017" yang mengusung tema "Mahakarya Mustika Nusantara" itu menampilkan karya terbaik para seniman dan perajin desa setempat.
Ketua Panitia "Celuk Jewellery Fstival (CJF) 2017" Ketut Widi Putra mengatakan kegiatan yang digelar pada 13-15 Oktober itumembawa misi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Celuk, dan Bali pada umumnya.
"Kami harapkan kegiatan CJF ini menjadi ajang promosi dan penjualan hasil karya dan kreativitas masyarakat Desa Celuk, baik dalam bentuk seni, kerajinan perak, kuliner maupun busana," ujarnya.
Kegiatan yang juga bekerja sama dengan LKBN Antara Biro Bali tersebut dikemas dalam beberapa rangkaian acara, antara lain pameran perhiasan (jewellery expo), pameran aneka produk, berbagai lomba, seminar, lokakarya pangelaran seni budaya, kelas pembuatan kerajinan, peragaan busana, dan musik.
"Dalam kegiatan kali ini sedikitnya melibatkan 24 usaha kecil dan menengah (UKM) perhiasan, 24 warung kuliner dan 20 peserta pameran aneka produk. Untuk peragaan busana menampilkan rancangan Tjok Abi dan Sintha Chrisna Boutique yang dikolaborasikan dengan koleksi aksessoris dari para perajin perhiasan perak warga Celuk," katanya. (WDY)