Denpasar (Antara Bali) - Keterangan lima saksi dalam persidangan kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) untuk pembangunan Pura Sri Kresna Arya Kepakisan, Desa Getakan, Kabupaten Klungkung kembali menyudutkan terdakwa Wayan Kicen Adnyana beserta dua anaknya Ketut Krisnia dan Kadek Endang.
Saksi mantan Perbekel Desa Getakan, Dewa Ketut Widana di Pengadilan Tipikor, Rabu, mengatakan pihaknya tidak pernah menandatangani proposal untuk pengajuan bantuan pembangunan pura itu Tahun 2015. Namun, atas inisiatif terdakwa untuk mengajukan proposal.
"Saya tidak mengetahui pernah melihat perkembangan adanya pembanguna pura itu," kata Dewa Widana dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Made Sukereni itu.
Saksi berikutnya Tjokorda Putra Parwata selaku Perbekel Desa Getakan mengatakan, juga tidak mengetahui adanya pembangunan pura setempat. Namun, hanya mengetahui bahwa adanya tembusan pengajuan proposal terkait jumlah nominal bantuan yang disalurkan sebesar Rp200 juta.
Demikian, keterangan saksi Nengah Suana selaku Bendesa Adat Desa Getakan juga mengakui terkait administrasi pengajuan bantuan tidak mengetahui. "Untuk pengajuan bantuan ke pemerintah, harus mengajukan dan meminta persetujuan kepada saya selaku bendesa," katanya.
Namun, saat pihaknya melakukan peninjauan ke lokasi rencana pembangunan tidak menemukan adanya pemangunan pura tersebut.
Demikian keterangan saksi Ni Wayan Mariati selaku Pegawai Kontrak DPRD Klungkung juga mengatakan, yang memerintahkan membawa proposal ke Bagian Kesra Pemkab Klungkung atas perintah terdakwa.
"Yang saya tahu bahwa proposal itu dibuat terdakwa dan saya diperintahkan membawa ke bagian Kesra Pemkab," katanya.
Pihaknya langsung menyerahkan kepada petugas Kesra Pemkab Klungkung bernama Budiani. "Saya hanya menyerahkan ke bagian kesra tampa mengetahui isi proposal itu dan kurang mengetahui proses selanjutnya," ujarnya.
Hal sama dikatakan Wayan Winata, selaku Kabag Kesra Pemkab Klungkung yang mengatakan pengajuan proposal yang diajukan terdakwa cukup banyak.
"Setelah mendapat rekomendasi dilakukan peninjauan oleh Dinas Kebudayaan Klungkung ke lokasi rencana pembangunan pura dan mendapat rekomendasi dari dinas terkait untuk mendapatkan bantuan hibah itu," ujarnya.
Pihaknya mengetahui setelah mendapat rekomendasi dan persetujuan bahwa Pura Sri Kresna Arya Kepakisan, mendapat bantuan Rp200 juta.
"Kami hanya membuat SK penetapan untuk bantuan hibah yang ditanda tangani bupati. Kemudian kami melakukan Monev pada Mei 2017, namun ditemukan hasil hanya ada lahan kosong," ujarnya.
Mengetahui hal ini, pihaknya melaporkan kepada Asisten, Sekda Kabupaten Klungkung yang kemudian mendapat petunjuk untuk melakukan monev kepada bantuan lainnya.
Dalam dakwaan disebutkan, perbuatan ketiga terdakwa dilakukan pada April 2015, dana hibah sebesar Rp200 juta tidak dipergunakan sebagaimana mestinya oleh ketiga terdakwa untuk pembangunan Merajan Sri Kresna Arya Kepakisan, Desa Getakan, Kabupaten Klungkung, Bali.
Setelah uang itu dicairkan di Bank BPD Bali Cabang Klungkung, uang itu dipergunakan terdakwa untuk kepentingannya sendiri, sehingga saat dilakukan pengecekan oleh Kabag Kesra dan BPK Perwakilan Bali bahwa tidak ditemukan adanya pembangunan pura merajan sesuai pengajuan proposal dari terdakwa.
Ketiga terdakwa diketahui memiliki peran yang sama melakukan pemufakatan jahat dalam melakukan pengajuan proposal hibah pembangunan pura merajan setempat. (WDY)