Denpasar (Antara Bali) - Sejumlah maestro seni tari Bali unjuk kebolehan dengan menampilkan dramatari prembon klasik berjudul "Sumpah Janji Kebo Iwa" dalam Pesta Kesenian Bali Ke-39, di Taman Budaya Denpasar, Rabu malam.
"Kami melihat semakin banyak prembon yang ditampilkan di luar pakem, seperti lebih menekankan sajian humor dan adegan lucu dibandingkan formalitas adegan yang terstruktur. Itulah yang menyebabkan kami ingin mengembalikan struktur prembon yang sebenarnya," kata maestro tari Prof Dr I Wayan Dibia di sela-sela pementasan prembon klasik tersebut di Denpasar, Rabu malam.
Selain Dibia, dalam pertunjukan yang berlangsung lebih dari dua jam itu, sejumlah maestro yang kembali "turun gunung" menghibur penonton adalah Tjokorda Raka Tisnu, I Made Jimat, Ni Nyoman Candri, Ni Ketut Karmini, I Gusti Putu Sudartha, I Ketut Kodi, I Made Bandem, I Gusti Lanang Ardika, dan I Nyoman Cakra.
"Lewat prembon klasik ini, kami harapkan dapat dijadikan acuan bagi para seniman muda. Mungkin saja mereka mementaskan di luar pakem karena tidak pernah tahu bagaimana struktur prembon klasik yang ada," kata maestro yang dalam kesempatan itu memerankan tiga tokoh yakni Gajah Mada, Ki Pasung Grigis, dan menarikan topeng tua.
Secara garis besar, ujarnya, struktur prembon klasik itu merupakan perpaduan antara kesenian topeng dan arja.
Menurut dia, terjadinya eksploitasi unsur humor dalam sejumlah dramatari Bali, termasuk prembon itu, sudah terjadi sejak 1974.
Dia tidak memungkiri hal itu terjadi karena seniman dalam seni pertunjukan populer merespons apa yang diminati penonton.
Maestro lainnya, I Made Bandem, berpandangan senada. Belakangan ini semakin banyak dramatari Bali yang campur-baur, tidak hanya dalam prembon, ada juga drama gong yang dicampur unsur calonarang. Demikian juga bebondresan di calonarang diambil dari drama gong.
"Banyak sekali percampuran-percampuran yang menjadikan seni itu menjadi populer," katanya.
Namun, ujarnya, karena tugas PKB adalah pelestarian, maka pihaknya ingin mengembalikan tentang prembon yang asli.
"Prembon lahir sekitar 1942, saat penjajahan Jepang, sedangkan topeng sudah ada jauh sebelumnya," kata Bandem yang memerankan tokoh Sri Baginda Raja, Sri Astha Sura Ratna Bhumi Banten
Prembon klasik yang dibawakan dengan lakon "Sumpah Janji Kebo Iwa" itu, secara garis besar mengisahkan sumpah dan janji Kebo Iwa sebagai patih andalan Kerajaan Bedahulu.
Dikisahkan, ketika Sri Baginda Raja, Sri Astha Sura Ratna Bhumi Banten memerintahkan Kebo Iwa untuk berangkat ke Majapahit guna menemui seorang wanita sebagai calon istrinya, dia menyatakan siap.
Tawaran calon istri itu datang dari Mahapatih Gajah Mada. Kebo Iwa tidak mengindahkan peringatan Ki Pasung Grigis yang mencium "bau busuk" di balik tawaran tersebut.
Percaya akan kebesaran Tuhan dan kekuatan dharma (kebenaran), di hadapan Ki Pasung Grigis, ia mengatakan akan pergi ke Jawa memenuhi undangan Gajah Mada sekalipun harus menghadapi risiko kematian.
Setelah menerima anugerah berupa sebuah batu dari Batara Ludra di Pura Uluwatu, Kebo Iwa menyampaikan sumpah dan janjinya bahwa dirinya akan "abelapati", berbela dengan korban nyawa demi kejayaan Nusantara.
Dalam pementasan tersebut, para maestro diiringi gamelan yang para penabuhnya gabungan para dosen dan alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. (WDY)
Maestro Seni Tari Tampilkan Prembon Klasik
Kamis, 15 Juni 2017 7:06 WIB