New Delhi (Antara Bali) - Pemerintah Republik Indonesia akan menyurati
Pemerintah India terkait hambatan ekspor berkenaan penerapan pungutan
tambahan terhadap produk impor termasuk untuk komoditas emas dari
Indonesia.
"Secara keseluruhan kita akan kirim surat," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di The Leela Palace Hotel, New Delhi, Senin, setelah mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri India Narendra Modi.
Enggartiasto banyak menindaklanjuti pembicaraan dan kerja sama dalam kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi ke India pada 12-13 Desember 2016.
Ia mengatakan, India merupakan mitra dagang yang strategis bagi Indonesia karena banyak memberikan surplus perdagangan dari tahun ke tahun.
Sayangnya, ia menambahkan, ada beberapa kendala yang dihadapi di lapangan karena India mengenakan kebijakan Countervailing Duties (CVD) atau aksi penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor dari suatu negara.
"Kemarin saya melakukan serangkaian pertemuan dengan importir dan eksportir. Dengan importir mereka telah menyampaikan seluruh persoalan yang dihadapi yang memang selain dikenakan di negara-negara bagian masing-masing dikenakan CVD masing-masing di luar tarif bea masuk yang sudah disepakati untuk tidak diterapkan," katanya.
Beberapa CVD yang cukup besar dikenakan misalnya pada pala (rempah-rempah) dikenakan 30 persen, furnitur 10 persen, pinang 103 persen, gaharu dan bunga melati 60 persen, karet 25-70 persen kemudian kacang mete 30 persen. Selain itu juga emas.
Kebijakan tersebut salah satunya berakibat pada ekspor emas Indonesia ke India mengalami penurunan yang drastis.
Ekspor emas Antam, misalnya, ke India pada 2016 ini baru sebanyak 90 kilogram, padahal kebutuhan emas di negara itu per tahun mencapai 800 ton.
"Jadi tarifnya antara 30-100 persen. Untuk itu kami tadi bersama dan bertemu dengan Menteri Perdagangan dan Industri India menyampaikan beberapa hal terkait hal itu," katanya.
Ia mengatakan, dalam pertemuan diketahui bahwa untuk beberapa produk yang dihasilkan oleh India dan menyangkut konstituen negara tersebut maka Pemerintah akan mencabut dari Daftar Negarif Investasi (DNI).
"Untuk beberapa produk yang dihasilkan oleh India dan secara terus terang disampaikan apalagi jika komoditas tersebut menyangkut konstituen dari beliau (Menteri Perdagangan dan Industri India) maka mereka akan mencabut dari DNI," katanya.
Karena itu, Pemerintah India mempersilakan Indonesia untuk mengirimkan surat resmi untuk dikaji kembali oleh India.
Indonesia akan meminta secara resmi agar produk tertentu khususnya emas tidak dikenakan tarif atau CVD yang terlalu tinggi.
"India minta pengertian untuk produk-produk tertentu yang mengganggu konstituennya memang dicabut dari DNI tapi silakan kirimkan surat. Mereka janji akan mengecek dan mengkaji ulang," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Secara keseluruhan kita akan kirim surat," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di The Leela Palace Hotel, New Delhi, Senin, setelah mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri India Narendra Modi.
Enggartiasto banyak menindaklanjuti pembicaraan dan kerja sama dalam kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi ke India pada 12-13 Desember 2016.
Ia mengatakan, India merupakan mitra dagang yang strategis bagi Indonesia karena banyak memberikan surplus perdagangan dari tahun ke tahun.
Sayangnya, ia menambahkan, ada beberapa kendala yang dihadapi di lapangan karena India mengenakan kebijakan Countervailing Duties (CVD) atau aksi penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor dari suatu negara.
"Kemarin saya melakukan serangkaian pertemuan dengan importir dan eksportir. Dengan importir mereka telah menyampaikan seluruh persoalan yang dihadapi yang memang selain dikenakan di negara-negara bagian masing-masing dikenakan CVD masing-masing di luar tarif bea masuk yang sudah disepakati untuk tidak diterapkan," katanya.
Beberapa CVD yang cukup besar dikenakan misalnya pada pala (rempah-rempah) dikenakan 30 persen, furnitur 10 persen, pinang 103 persen, gaharu dan bunga melati 60 persen, karet 25-70 persen kemudian kacang mete 30 persen. Selain itu juga emas.
Kebijakan tersebut salah satunya berakibat pada ekspor emas Indonesia ke India mengalami penurunan yang drastis.
Ekspor emas Antam, misalnya, ke India pada 2016 ini baru sebanyak 90 kilogram, padahal kebutuhan emas di negara itu per tahun mencapai 800 ton.
"Jadi tarifnya antara 30-100 persen. Untuk itu kami tadi bersama dan bertemu dengan Menteri Perdagangan dan Industri India menyampaikan beberapa hal terkait hal itu," katanya.
Ia mengatakan, dalam pertemuan diketahui bahwa untuk beberapa produk yang dihasilkan oleh India dan menyangkut konstituen negara tersebut maka Pemerintah akan mencabut dari Daftar Negarif Investasi (DNI).
"Untuk beberapa produk yang dihasilkan oleh India dan secara terus terang disampaikan apalagi jika komoditas tersebut menyangkut konstituen dari beliau (Menteri Perdagangan dan Industri India) maka mereka akan mencabut dari DNI," katanya.
Karena itu, Pemerintah India mempersilakan Indonesia untuk mengirimkan surat resmi untuk dikaji kembali oleh India.
Indonesia akan meminta secara resmi agar produk tertentu khususnya emas tidak dikenakan tarif atau CVD yang terlalu tinggi.
"India minta pengertian untuk produk-produk tertentu yang mengganggu konstituennya memang dicabut dari DNI tapi silakan kirimkan surat. Mereka janji akan mengecek dan mengkaji ulang," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016