Jakarta (Antara Bali) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri
LHK) Siti Nurbaya mengatakan Indonesia turut berperan serta dalam
menjaga lingkungan dunia.
"Komitmen Indonesia ini telah dibuktikan dengan menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris (high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement) yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada 22 April 2016," ujar Menteri Siti di Jakarta, Minggu.
Menurut laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan ilmiah antar-pemerintah di bawah naungan PBB, manyatakan bahwa perubahan iklim telah berdampak nyata terhadap kehidupan manusia dan telah langsung dirasakan oleh berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara tropis seperti Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia sangat berkepentingan agar salah satu mekanisme mencegah perubahan iklim yaitu REDD+ dapat diimplementasikan secara penuh, karena melalui komitmen ini perubahan iklim dapat diantisipasi melalui upaya perlindungan hutan, yang berarti juga melindungi keanekaragaman hayatinya.
Indonesia menjadi salah satu dari 55 negara pertama yang melakukan ratifikasi karena Indonesia menyadari bahwa sektor kehutanan dan pemanfaatan lahan adalah sektor yang paling signifikan dalam pengendalian perubahan iklim.
"Terutama karena kawasan hutan yang luasnya mencapai 65 persen dari luas wilayah negara Indonesia, juga merupakan tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati," tambah dia.
Pengendalian perubahan iklim di Indonesia, lanjut dia, memerlukan proses nasional dan internasional yang bersifat sistematis, sinergis dan terintegrasi serta berkelanjutan.
Beberapa kebijakan dan langkah operasional Indonesia yang berdampak langsung pada penurunan emisi. Di antaranya melakukan moratorium dan restorasi gambut, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta pencegahan deforestasi.
"Semua kebijakan dan langkah operasional tersebut memiliki indikator yang jelas sehingga terukur dan bisa dipantau dan diverifikasi," tegas Menteri Siti.
Pemerintah Indonesia bekerja nyata mengurangi efek perubahan iklim yang menjadi masalah dunia.
Di antaranya melalui berbagai upaya seperti penambahan stok karbon, pembangunan berkelanjutan, pengurangan efek gas rumah kaca, menjaga siklus air, kualitas lingkungan, dan lainnya.
Penambahan stok karbon melalui kebijakan menjaga Hutan Alam, Hutan Konservasi, Hutan Produksi, Hutan Desa, dan mengelola kemitraan bersama rakyat. Pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan hutan lestari.
Dilakukan penetapan kawasan hutan, arahan ruang pemanfaatan hutan, pengendalian penggunaan kawasan hutan, penyiapan ruang kawasan hutan untuk ketahanan pangan dan energi.
Pengurangan efek gas rumah kaca. Melalui pengelolaan pemakaian TPA, mengurangi pemakaian bahan baku pada industri, meningkatkan kegiatan daur-ulang (3R), substitusi pemakaian energi tak terbarukan menjadi energi terbarukan.
Selain itu melakukan komposting dalam upaya pembentukan unsur Carbon (C) yang lebih stabil, serta meningkatkan mutu pengelolaan sampah.
Menjaga siklus air dengan cara melakukan pengelolaan Daerah Air Sungai, rehabilitasi hutan lindung, pembangunan Gully Plug, Dam Penahan, dan sumur resapan.
Selanjutnya, menjaga kualitas lingkungan. Kerja nyatanya dalam upaya pengendalian pencemaran udara, air, kerusakan pesisir, laut, kerusakan lahan akses terbuka dan kerusakan gambut.
Hal penting lainnya adalah pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Di antaranya dengan target kerja penurunan hotspot, penurunan luas kebakaran hutan, serta peningkatan SDM pengendalian karhutla. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Komitmen Indonesia ini telah dibuktikan dengan menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris (high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement) yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada 22 April 2016," ujar Menteri Siti di Jakarta, Minggu.
Menurut laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan ilmiah antar-pemerintah di bawah naungan PBB, manyatakan bahwa perubahan iklim telah berdampak nyata terhadap kehidupan manusia dan telah langsung dirasakan oleh berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara tropis seperti Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia sangat berkepentingan agar salah satu mekanisme mencegah perubahan iklim yaitu REDD+ dapat diimplementasikan secara penuh, karena melalui komitmen ini perubahan iklim dapat diantisipasi melalui upaya perlindungan hutan, yang berarti juga melindungi keanekaragaman hayatinya.
Indonesia menjadi salah satu dari 55 negara pertama yang melakukan ratifikasi karena Indonesia menyadari bahwa sektor kehutanan dan pemanfaatan lahan adalah sektor yang paling signifikan dalam pengendalian perubahan iklim.
"Terutama karena kawasan hutan yang luasnya mencapai 65 persen dari luas wilayah negara Indonesia, juga merupakan tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati," tambah dia.
Pengendalian perubahan iklim di Indonesia, lanjut dia, memerlukan proses nasional dan internasional yang bersifat sistematis, sinergis dan terintegrasi serta berkelanjutan.
Beberapa kebijakan dan langkah operasional Indonesia yang berdampak langsung pada penurunan emisi. Di antaranya melakukan moratorium dan restorasi gambut, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta pencegahan deforestasi.
"Semua kebijakan dan langkah operasional tersebut memiliki indikator yang jelas sehingga terukur dan bisa dipantau dan diverifikasi," tegas Menteri Siti.
Pemerintah Indonesia bekerja nyata mengurangi efek perubahan iklim yang menjadi masalah dunia.
Di antaranya melalui berbagai upaya seperti penambahan stok karbon, pembangunan berkelanjutan, pengurangan efek gas rumah kaca, menjaga siklus air, kualitas lingkungan, dan lainnya.
Penambahan stok karbon melalui kebijakan menjaga Hutan Alam, Hutan Konservasi, Hutan Produksi, Hutan Desa, dan mengelola kemitraan bersama rakyat. Pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan hutan lestari.
Dilakukan penetapan kawasan hutan, arahan ruang pemanfaatan hutan, pengendalian penggunaan kawasan hutan, penyiapan ruang kawasan hutan untuk ketahanan pangan dan energi.
Pengurangan efek gas rumah kaca. Melalui pengelolaan pemakaian TPA, mengurangi pemakaian bahan baku pada industri, meningkatkan kegiatan daur-ulang (3R), substitusi pemakaian energi tak terbarukan menjadi energi terbarukan.
Selain itu melakukan komposting dalam upaya pembentukan unsur Carbon (C) yang lebih stabil, serta meningkatkan mutu pengelolaan sampah.
Menjaga siklus air dengan cara melakukan pengelolaan Daerah Air Sungai, rehabilitasi hutan lindung, pembangunan Gully Plug, Dam Penahan, dan sumur resapan.
Selanjutnya, menjaga kualitas lingkungan. Kerja nyatanya dalam upaya pengendalian pencemaran udara, air, kerusakan pesisir, laut, kerusakan lahan akses terbuka dan kerusakan gambut.
Hal penting lainnya adalah pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Di antaranya dengan target kerja penurunan hotspot, penurunan luas kebakaran hutan, serta peningkatan SDM pengendalian karhutla. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016