Denpasar (Antara Bali) - Subsektor hortikultura (NTP-H) dalam membentuk nilai tukar petani (NTP) di Provinsi Bali sebesar 106,64 persen pada September 2016, naik tipis hanya 0,89 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 105,11 persen.
"Kenaikan tersebut berkat indeks yang diterima petani (lt) meningkat 1,24 persen, sementara indeks harga yang harus dibayar oleh petani (lb) naik sebesar 0,35 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, kenaikan yang terjadi pada indeks yang diterima petani dipengaruhi oleh membaiknya harga pada semua kelompok komoditas yang meliputi sayur mayur 0,41 persen, buah-buahan 1,65 persen dan tanaman obat 2,87 persen.
Adanya kenaikan pada kelompok buah-buahan dan tanaman obat berkat kebutuhan akan komoditas tersebut meningkat pada bulan September seirang dengan adanya Hari Raya Galungan dan Kuningan, hari raya besar keagamaan di Bali.
Adi Nugroho menambahkan, beberapa komoditas yang memberikan andil naiknya indeks yang diterima petani antara lain sawi, salak, ketimun, cabai rawit, tomat dan kubis.
Sedangkan kenaikan yang terjadi pada indeks harga yang harus dibayar oleh petani
berkat membaiknya indeks konsumsi rumah tangga sebesar 0,41 persen serta biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) 0,17 persen.
Adi Nugroho menambahkan, subsektor hortikultura merupakan salah satu dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali yang terdiri atas empat subsektor mengalami kenaikan dan satu subsektor menurun yakni tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,08 persen.
Keempat subsektor mengalami kenaikan selain subsektor hortikultura juga tanaman pangan sebesar 0,21 persen, peternakan 1,51 persen dan subsektor perikanan 0,33 persen.
NTP diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, semakin tinggi NTP dan semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani, khususnya di daerah pedesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga, ujar Adi Nugroho. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kenaikan tersebut berkat indeks yang diterima petani (lt) meningkat 1,24 persen, sementara indeks harga yang harus dibayar oleh petani (lb) naik sebesar 0,35 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, kenaikan yang terjadi pada indeks yang diterima petani dipengaruhi oleh membaiknya harga pada semua kelompok komoditas yang meliputi sayur mayur 0,41 persen, buah-buahan 1,65 persen dan tanaman obat 2,87 persen.
Adanya kenaikan pada kelompok buah-buahan dan tanaman obat berkat kebutuhan akan komoditas tersebut meningkat pada bulan September seirang dengan adanya Hari Raya Galungan dan Kuningan, hari raya besar keagamaan di Bali.
Adi Nugroho menambahkan, beberapa komoditas yang memberikan andil naiknya indeks yang diterima petani antara lain sawi, salak, ketimun, cabai rawit, tomat dan kubis.
Sedangkan kenaikan yang terjadi pada indeks harga yang harus dibayar oleh petani
berkat membaiknya indeks konsumsi rumah tangga sebesar 0,41 persen serta biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) 0,17 persen.
Adi Nugroho menambahkan, subsektor hortikultura merupakan salah satu dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali yang terdiri atas empat subsektor mengalami kenaikan dan satu subsektor menurun yakni tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,08 persen.
Keempat subsektor mengalami kenaikan selain subsektor hortikultura juga tanaman pangan sebesar 0,21 persen, peternakan 1,51 persen dan subsektor perikanan 0,33 persen.
NTP diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, semakin tinggi NTP dan semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani, khususnya di daerah pedesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga, ujar Adi Nugroho. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016