Denpasar (Antara Bali) - Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah Bali mengajak insan media untuk memberikan perhatian khusus terhadap pemberitaan kasus anak-anak yang berhadapan dengan hukum.

"Kami sangat berharap, lewat diskusi ini akan lahir kesepahaman dalam perlindungan anak," kata Ketua KPPAD Bali Anak Agung Sagung Anie Asmoro, pada acara Sarasehan Media Dalam Kasus Anak yang Berhadapan Dengan Hukum, di Denpasar, Jumat.

Pihaknya mengharapkan media tidak akan memberitakan identitas anak yang menjadi korban tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan saksi identitas anak. Identitas yang dimaksud meliputi nama anak, nama orang tua, alamat rumah, wajah/foto, sekolah/alamat sekolah, serta hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri atau identitas anak.

Penyebutan alamat anak dibatasi hanya sampai tingkat atau wilayah kecamatan khususnya yang terkait dengan kasus pelecehan seksual, di luar kasus pelecehan seksual dapat menyebutkan hingga tingkat desa, serta penyebutan nama hanya menggunakan inisial berupa singkatan.

Anak yang dilaporkan hilang dapat dipublikasi untuk segera dapat ditemukan. Tetapi apabila diketahui ada anak menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual, maka media dalam pemberitaan akan berupaya menjaga kerahasiaan identitas anak.

Sementara itu, Ketua AJI Denpasar Hari Puspita, mengusulkan agar rambu-rambu yang menjadi acuan mendasar dalam pemberitaan kasus anak segera disebarkan oleh KPPAD Bali kepada masing-masing media.

"Itu perlu dikirimkan dengan segera. Tidak bisa dimungkiri, setiap media memiliki visi yang berbeda-beda sehingga berpengaruh terhadap pemberitaan, termasuk untuk pemberitaan anak-anak yang berhadapan dengan hukum," ujarnya.

Rofiqi Hasan dari Komisi Etik AJI Denpasar mengatakan sebenarnya sudah banyak aturan yang mengikat jurnalis ketika meliput kasus yang berkaitan dengan anak. Seperti halnya Dalam Kode Etik Jurnalistik, sudah diatur dengan tegas mengenai larangan untuk mengekspose korban pelecehan seksual, termasuk identitasnya.

Masalahnya yang terjadi selama ini, bisa jadi karena masih kurangnya sosialisasi di tengah kehidupan media yang sangat dinamis, sehingga cepat sekali memunculkan jurnalis yang baru. Oleh karena itu, organisasi-organisasi wartawan diharapkan untuk ikut mensosialisasikan dengan menyentuh jurnalis-jurnalis baru.

Di samping itu, Rofiqi juga mengatakan perlu sensivitas dari media untuk menduga arah kejadian yang menimpa anak-anak. Seperti halnya dalam kasus yang awalnya penculikan anak, tetapi ternyata kemudian anak tersebut mengalami pemerkosaan, namun identitas korban sudah telanjur terpublikasi dengan jelas.

Sedangkan Siti Sapurah, perwakilan dari P2TP2 Denpasar tidak memungkiri bahwa media sangat berperan penting dalam perjuangan kasus-kasus anak.

"Tanpa media, kita akan sulit berjuang karena tidak sedikit kasus anak yang dihentikan penyelidikannya oleh kepolisian jika tidak dikawal oleh media," ucap wanita yang akrab dipanggil Ipung itu. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016