Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menargetkan pengelolaan sejumlah hutan desa oleh masyarakat dapat dimulai pada November 2016 sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan kebijakan perhutanan sosial.
"Sejauh ini ada tujuh desa di Kabupaten Buleleng yang sudah mendapatkan penetapan dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk pengelolaan hutan desa," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali Gede Nyoman Wiranatha di Denpasar, Kamis.
Tujuh desa tersebut sebelum mendapatkan penetapan dari Gubernur Bali, juga telah melalui proses verifikasi tim dari Dinas Kehutanan, dan rekomendasi dari para wakil rakyat. Penetapan dari Gubernur Bali sudah dikeluarkan pada 30 Oktober 2015.
Hutan desa yang dimohonkan pengelolaannya tersebut ada di Desa Tejakula (353 hektare), Desa Selat (552 hektare), Desa Wanagiri (250 hektare), Desa Sudaji (90 hektare), Desa Galungan (712 hektare), Desa Lemukih (988 hektare), dan Desa Telaga (96 hektare).
"Di hutan desa tersebut, masyarakat bisa menanam buah-buahan sesuai dengan potensi daerah dan hasilnya bisa dinikmati masyarakat, di samping dapat digunakan sebagai ekowisata. Yang penting yang dimanfaatkan itu adalah yang nonkayu karena tidak boleh ada penebangan," ujar Wiranatha.
Dengan demikian, kontribusi masyarakat diharapkan dari sisi pengamanan hutan, sehingga kelestarian hutan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat menjadi terbantu.
"Respons masyarakat terhadap kebijakan perhutanan sosial, khususnya hutan desa ini kami lihat cukup bagus karena terbukti banyak yang memohon," ucapnya sembari menyebutkan permohonan juga datang dari beberapa desa di luar Kabupaten Buleleng.
Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Provinsi Bali Ketut Subawa menambahkan, ketujuh desa yang sudah mendapatkan penetapan dari Gubernur Bali tersebut, saat ini sedang menyusun rencana kerja.
"Masih sedang kami koreksi rencana kerja mereka, sehingga diharapkan November mendatang mereka sudah mulai `action` atau ikut mengelola hutan desa," ucapnya.
Dari tujuh desa tersebut, rencana pengelolaannya bukan oleh sejumlah kelompok masyarakat di desa, tetapi melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) masing-masing. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Sejauh ini ada tujuh desa di Kabupaten Buleleng yang sudah mendapatkan penetapan dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk pengelolaan hutan desa," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali Gede Nyoman Wiranatha di Denpasar, Kamis.
Tujuh desa tersebut sebelum mendapatkan penetapan dari Gubernur Bali, juga telah melalui proses verifikasi tim dari Dinas Kehutanan, dan rekomendasi dari para wakil rakyat. Penetapan dari Gubernur Bali sudah dikeluarkan pada 30 Oktober 2015.
Hutan desa yang dimohonkan pengelolaannya tersebut ada di Desa Tejakula (353 hektare), Desa Selat (552 hektare), Desa Wanagiri (250 hektare), Desa Sudaji (90 hektare), Desa Galungan (712 hektare), Desa Lemukih (988 hektare), dan Desa Telaga (96 hektare).
"Di hutan desa tersebut, masyarakat bisa menanam buah-buahan sesuai dengan potensi daerah dan hasilnya bisa dinikmati masyarakat, di samping dapat digunakan sebagai ekowisata. Yang penting yang dimanfaatkan itu adalah yang nonkayu karena tidak boleh ada penebangan," ujar Wiranatha.
Dengan demikian, kontribusi masyarakat diharapkan dari sisi pengamanan hutan, sehingga kelestarian hutan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat menjadi terbantu.
"Respons masyarakat terhadap kebijakan perhutanan sosial, khususnya hutan desa ini kami lihat cukup bagus karena terbukti banyak yang memohon," ucapnya sembari menyebutkan permohonan juga datang dari beberapa desa di luar Kabupaten Buleleng.
Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Provinsi Bali Ketut Subawa menambahkan, ketujuh desa yang sudah mendapatkan penetapan dari Gubernur Bali tersebut, saat ini sedang menyusun rencana kerja.
"Masih sedang kami koreksi rencana kerja mereka, sehingga diharapkan November mendatang mereka sudah mulai `action` atau ikut mengelola hutan desa," ucapnya.
Dari tujuh desa tersebut, rencana pengelolaannya bukan oleh sejumlah kelompok masyarakat di desa, tetapi melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) masing-masing. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016