Singaraja (Antara Bali) - Puluhan Warga Desa Alasangker, Kabupaten Buleleng, Bali, melaporkan kepala desanya bernama Wayan Sitama karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) kepengurusan sertifikat prona atau legalisasi aset tanah bagi warga di wilayah itu.
"Rata-rata warga dikenakan biaya sebesar Rp300 ribu per orang," kata salah satu perwakilan warga, Ketut Sandiarta di Kota Singaraja, Bali, Senin.
Ia mengatakan, peristiwa itu terjadi pada tahun 2015, dimana setiap warga yang mengurus sertifikat prona sebanyak 144 warga dikenakan biaya administrasi sebesar Rp250 ribu, termasuk biaya patok rata-rata Rp50 ribu.
"Biaya itu untuk administrasi dan saya bilang ini karena warga langsung memberitahu kepada saya. Warga sebagai saksi yang dibodohi Perbekel," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya masih menyimpan rekaman yang membuktikan kepala desa Wayan Sitama melakukan pungli terhadap warga. Dan kini rekaman yang berupa kepingan CD dan dokumen lainnya sudah diserahkan ke Mapolres Buleleng untuk ditindaklanjuti.
"Kuitansi memang tidak ada karena warga tidak diberikan saat administrasi. Tapi ada rekaman yang membuktikan itu dan sudah diserahkan," kata dia.
Salah seorang warga Desa Alasangker yang menjadi korban, Suarsana mengungkapkan bahwa dirinya memang mengurus sertifikat prona dan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp250 ribu.
Namun saat dimintai kuitansi, Perbekel Wayan Sitama tidak memberikan. "Saya disuruh mengurus dan membayar kepada kepala desa. Tidak ada kuitansi memang ketika itu," akuinya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Rata-rata warga dikenakan biaya sebesar Rp300 ribu per orang," kata salah satu perwakilan warga, Ketut Sandiarta di Kota Singaraja, Bali, Senin.
Ia mengatakan, peristiwa itu terjadi pada tahun 2015, dimana setiap warga yang mengurus sertifikat prona sebanyak 144 warga dikenakan biaya administrasi sebesar Rp250 ribu, termasuk biaya patok rata-rata Rp50 ribu.
"Biaya itu untuk administrasi dan saya bilang ini karena warga langsung memberitahu kepada saya. Warga sebagai saksi yang dibodohi Perbekel," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya masih menyimpan rekaman yang membuktikan kepala desa Wayan Sitama melakukan pungli terhadap warga. Dan kini rekaman yang berupa kepingan CD dan dokumen lainnya sudah diserahkan ke Mapolres Buleleng untuk ditindaklanjuti.
"Kuitansi memang tidak ada karena warga tidak diberikan saat administrasi. Tapi ada rekaman yang membuktikan itu dan sudah diserahkan," kata dia.
Salah seorang warga Desa Alasangker yang menjadi korban, Suarsana mengungkapkan bahwa dirinya memang mengurus sertifikat prona dan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp250 ribu.
Namun saat dimintai kuitansi, Perbekel Wayan Sitama tidak memberikan. "Saya disuruh mengurus dan membayar kepada kepala desa. Tidak ada kuitansi memang ketika itu," akuinya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016