Jakarta (Antara Bali) - Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Supriano
mengatakan membaca 15 menit sebelum pelajaran sekolah melalui
Permendikbud 23/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti efektif
meningkatkan budaya baca.
"Saya melihat dan menilai seluruh sekolah yang saya kunjungi antusias menjalankan program membaca 15 menit tersebut. Jadi kami berharap dengan pembiasaan ini dapat menjadi budaya baca masyarakat," ujar Supriano dalam diskusi "Menumbuhkan Budaya Baca dan Meningkatkan Manajemen Perpustakaan" di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan upaya pemerintah melalui Kemdikbud dalam menggerakan minat baca siswa di sekolah berjalan cukup baik dan efektif.
Terkait adanya temuan yang mengacu pada "Progress in Internasional Reading Literacy Study" (PIRLS) bahwa Indonesia merupakan negara yang dinilai masih rendah dalam uji ketErampilan membaca di tingkat internasional, Supriano menyatakan hal tersebut dapat menjadi referensi untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Namun ia mengajak masyarakat agar tetap optimistis bahwa minat dan budaya baca masyarakat Indonesia akan terus tumbuh dengan baik.
Ia berpendapat kegemaran membaca masyakat melalui pesan pendek di ponsel pintar sebenarnya bisa menjadi sarana menumbuhkan minat baca dalam sisi berbeda.
"Selama tiga tahun ini hasil penelitian kemajuan teknologi membuktikan tingginya minat baca masyarakat kita kendati dari aplikasi teknologi," katanya.
Berdasarkan data Dapodik Kemdikbud 2016, sebanyak 74.552 dari 213.811 sekolah di Indonesia belum memiliki perpustakaan.
Penyebabnya karena tidak memiliki lahan dan belum mengajukan permintaan atau proposal.
Meski begitu, kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran, ungkap Supriano, tidak menjadi kendala bagi sekolah yang belum memiliki perpustakaan. Pasalnya para siswa dapat membaca buku apa saja termasuk majalah, koran, dan lain lain dalam kegiatan tersebut.
Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sidrap, Sulawesi Selatan, M Basri, mengemukakan kendati sekolahnya belum memiliki perpustakaan pihaknya menerapkan pelaksanaan gerakan membaca 15 menit kepada siswa yang setiap bulannya siswa dapat membaca sebanyak 8-12 buku per kelas sesuai jenjang kelas.
Pada setiap hari Sabtu sekolahnya mewajibkan seluruh siswa menceritakan kembali buku-buku yang dibaca tersebut melalui cerita dan tulisan.
"Program 15 menit membaca mendekatkan buku setiap anak di kelas dengan didampingi guru bahkan orang tua mereka yang hadir di sekolah," ujar Basri.
Menurut M Basri, selama enam bulan ada dorongan perubahan karakter secara positif, yakni para siswa di kelas yang gemar berkelahi menjadi berkurang.
"Indikator lainnya, anak-anak kami diundang berlomba membaca cepat estafet di provinsi dan menjuarai lomba tersebut," kata Basri.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Saya melihat dan menilai seluruh sekolah yang saya kunjungi antusias menjalankan program membaca 15 menit tersebut. Jadi kami berharap dengan pembiasaan ini dapat menjadi budaya baca masyarakat," ujar Supriano dalam diskusi "Menumbuhkan Budaya Baca dan Meningkatkan Manajemen Perpustakaan" di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan upaya pemerintah melalui Kemdikbud dalam menggerakan minat baca siswa di sekolah berjalan cukup baik dan efektif.
Terkait adanya temuan yang mengacu pada "Progress in Internasional Reading Literacy Study" (PIRLS) bahwa Indonesia merupakan negara yang dinilai masih rendah dalam uji ketErampilan membaca di tingkat internasional, Supriano menyatakan hal tersebut dapat menjadi referensi untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Namun ia mengajak masyarakat agar tetap optimistis bahwa minat dan budaya baca masyarakat Indonesia akan terus tumbuh dengan baik.
Ia berpendapat kegemaran membaca masyakat melalui pesan pendek di ponsel pintar sebenarnya bisa menjadi sarana menumbuhkan minat baca dalam sisi berbeda.
"Selama tiga tahun ini hasil penelitian kemajuan teknologi membuktikan tingginya minat baca masyarakat kita kendati dari aplikasi teknologi," katanya.
Berdasarkan data Dapodik Kemdikbud 2016, sebanyak 74.552 dari 213.811 sekolah di Indonesia belum memiliki perpustakaan.
Penyebabnya karena tidak memiliki lahan dan belum mengajukan permintaan atau proposal.
Meski begitu, kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran, ungkap Supriano, tidak menjadi kendala bagi sekolah yang belum memiliki perpustakaan. Pasalnya para siswa dapat membaca buku apa saja termasuk majalah, koran, dan lain lain dalam kegiatan tersebut.
Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sidrap, Sulawesi Selatan, M Basri, mengemukakan kendati sekolahnya belum memiliki perpustakaan pihaknya menerapkan pelaksanaan gerakan membaca 15 menit kepada siswa yang setiap bulannya siswa dapat membaca sebanyak 8-12 buku per kelas sesuai jenjang kelas.
Pada setiap hari Sabtu sekolahnya mewajibkan seluruh siswa menceritakan kembali buku-buku yang dibaca tersebut melalui cerita dan tulisan.
"Program 15 menit membaca mendekatkan buku setiap anak di kelas dengan didampingi guru bahkan orang tua mereka yang hadir di sekolah," ujar Basri.
Menurut M Basri, selama enam bulan ada dorongan perubahan karakter secara positif, yakni para siswa di kelas yang gemar berkelahi menjadi berkurang.
"Indikator lainnya, anak-anak kami diundang berlomba membaca cepat estafet di provinsi dan menjuarai lomba tersebut," kata Basri.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016