Pengabdi seni dan Dharma Kusuma, merupakan penghargaan bergengsi bagi seniman-seniman Bali yang telah menunjukkan prestasi, dedikasi dan pengabdiannya dalam pengembangan seni dan budaya secara terus menerus tanpa putusasa.

Dua penghargaan seni yang diberikan kepada mereka yang layak menerimanya yakni pengabdi seni diserahkan di sela-sela pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) aktivitas seni tahunan yang telah berlangsung secara berkesinambungan selama 38 tahun (1978-2016).

Sedangkan bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Pemprov Bali yang diperingati setiap tanggal 14 Agustus yang kali ini merupakan HUT ke-58 diserahkan penghargaan Dharma Kusuma kepada enam seniman yang karya-karyanya mempunyai nilai monumental.

Dharma Kusuma, satya lencana yang menyerupai ornamen Siwa Nataraja yang melambangkan manivestasi Dewa Siwa sebagai penari tertinggi yang menciptakan dunia lewat tari dibuat dari emas seberat 20 gram dengan kadar 23 karat dan masing-masing uang Rp9 juta.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyerahkan penghargaan Dharma Kusuma tersebut bersamaan dengan penyerahan hadiah berupa piagam, tropi dalam berbagai kegiatan memeriahkan hari jadi Pemprov Bali yang ke-58 di Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, Minggu (14/8).

Keenam seniman tersebut terdiri atas I Nyoman Suarsa (seniman tari Kota Denpasar), Ida Bagus Gede Mambal (seniman pedalangan dari Kabupaten Badung), I Wayan Karda (seniman sastra dari Kabupaten Jembrana), I Made Pada (seniman kriya dari Kabupaten Gianyar), I Nyoman Arcana (seniman tari dari Kabupaten Buleleng) dan I Nyoman Putra Suarjana (seniman sastra dari Kabupaten Karangasem).

Sebelumnya Gubernur Pastika pada 2 Juli lalu di sela-sela pelaksanaan PKB juga menyerahkan sembilan penghargaan pengabdi seni kepada sembilan orang masing-masing Ni Made Rusni (61) penari arja dari Kota Denpasar, I Wayan Suhadia (77) seniman seni sastra dari Kabupaten Bangli dan Jero Mangku Muliarsa (54) pelukis kamasan dari Kabupaten Klungkung.

Selain itu I Ketut Nada (62) dari Kabupaten Jembrana yang menggeluti bidang tari, I Made Arsana (65) dari Banjar Baleagung, Kelurahan Paket Agung, Singaraja, Kabupaten Buleleng yang mengabdi untuk blantika musik, I Wayan Wija (64) dari Sukawati, Kabupaten Gianyar mengabdi sebagai dalang wayang kulit, I Gusti Made Putra Wijaya (68), dari Banjar Suralaga, Abiantuwung, Kabupaten Tabanan mengabdi untuk seni lukis,I Gusti Putu Raka (72) dari Karangasem mengabdi untuk tabuh dan tari serta I Ketut Winda (69) dari Blahkiuh, Badung mengabdi untuk gamelan Bali.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha mengatakan, mereka yang menerima penghargaan pengabdi seni terkait PKB dan Dharma Kusuma pada HUT Pemprov melalui seleksi yang sangat ketat oleh satu tim dari instansi terkait dalam bidang seni dan budaya.

Masing-masing pemerintah kabupaten/kota Bali mengusulkan sejumlah senimannya yang dinilai mempunyai prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya yang menonjol pada masanya.

Tim tingkat provinsi menyeleksi mana-nama yang dikirim oleh masing-masing kabupaten/kota, didasarkan atas prestasi, dedikasi, dan pengalaman dalam memajukan seni budaya di Bali, khususnya di daerah masing-masing.

Tim melakukan seleksi secara ketat terhadap usulan dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali, sehingga mereka yang menerima penghargaan tertinggi dalam bidang seni itu betul-betul mempunyai prestasi tinggi, dedikasi dan pengabdian untuk pelestarian seni budaya Bali.

Pemprov Bali selama 38 tahun pelaksanaan PKB telah memberikan penghargaan kepada 418 seniman dan penghargaan Dharma Kusuma selama kurun waktu selama 41 tahun (1974-2015) tercatat 454 orang dan organisasi kesenian termasuk diantaranya budayawan dan mantan Gubernur Bali, Prof Dr Ida Bagus Mantra (alm).

Penganugrahan Seni Dharma Kusuma itu sesuai dengan Peraturan Daerah Bali Nomor 11 tahun 1992 tentang Penghargaan Seni. Penganugrahan diberikan secara berkesinambungan setiap tahun saat perayaan HUT Pemprov Bali sejak tahun 1974 kepada mereka yang berhak menerimanya, sebagai wujud pengakuan atas jasa, prestasi dan karya seni yang dihasilkan.

Kokoh dan Eksis

Penghargaan pengabdi seni dan Dharma Kusuma yang dilakukan secara berkesinambungan setiap tahun itu sebagai salah satu bentuk pembinaan, pengembangan dan pelestarian nilai-nilai seni budaya Bali, sehingga tetap kokoh dan eksis di tengah perkembangan pariwisata yang sangat pesat di era globalisasi sekarang ini.

Hal lain yang tidak kalah penting diharapkan mampu menumbuhkan daya kreativitas masyarakat, khususnya budayawan dan seniman untuk lebih memacu prestasi dalam bidang seni, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Menurut Direktur Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Jero Ketut Sumadi, dikenalnya Bali selama ini ke penjuru dunia yang akhirnya membawa dampak positif terhadap pesatnya perkembangan pariwisata yang menjadi tumpuan harapan sebagian besar masyarakat Bali tidak lepas dari peran dan andil para seniman.

Hampir setiap banjar atau desa adat di delapan kabupaten dan satu kota di Bali memiliki perangkat gamelan dan sekaa kesenian, meskipun fungsinya lebih mementingkan untuk mengiringi kegiatan ritual dan adat.

Namun di setiap dusun ada puluhan hingga ratusan seniman tabuh dan penari aneka jenis kesenian tradisional, yang secara otomatis akan beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Oleh sebab itu perlu ada kepedulian dan ketulusan dari seniman untuk mendidik kader penerus, sehingga seni budaya Bali tetap utuh dan lestari beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pemerintah Provinsi Bali dalam usianya yang ke-58, pada 14 Agustus 2016 semakin kokoh dan memantapkan dengan landasaan seni budaya yang bernafaskan agama Hindu yang dianut sebagian besar masyarakat Pulau Dewata.

Kekayaan seni tabuh dan tari Bali merupakan kristalisasi dari berbagai unsur budaya sejak sebelum agama Hindu masuk Bali. Pengaruh seni budaya Jawa muncul setelah jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke-16. Banyak orang kerajaan Majapahit meninggalkan Jawa dan mengembangkan kesenian di Bali.

Tercatat kemudian pada zaman kejayaan Raja Bali antara abad ke-16 hingga abad ke-19 merupakan masa keemasan kesenian Bali. Drama tari gambuh yang diibaratkan sebagai sumber air bagi seni pertunjukan (tari dan musik) Bali yang berkembang hingga sekarang.

Demikian pula dalam seni musik, gamelan Bali berakar dari zaman Pra Hindu yang diperkaya oleh pengaruh seni budaya Hindu Majapahit. Disusul masuknya kolonialisme, ternyata tidak menggoyahkan eksistensi tari dan musik Bali, seperti yang juga tutur Dr I Kadek Suartaya, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Kaum penjajah dalam beberapa segi memberikan kontribusi yang positif bagi seni pertunjukkan Bali. Gamelan gong kebyar yang muncul pada awal abad ke-20 dianggap pengaruh budaya barat (Belanda).

Pada tahun 1930-an, Walter Spies, seorang seniman lukis warga negara Jerman yang tinggal di Bali menaruh perhatian besar terhadap seni dan gamelan Bali. demikian pula tari kecak yang telah mendunia tercipta berkat sentuhan dan arahan Walter Speis.

Pemerintah Belanda pertama kali mengirim misi kesenian Bali yang diwakili sekaa kesenian dari Peliatan Ubud, Gianyar ke Paris tahun 1931, mampu menarik perhatian masyarakat Eropa.

Demikian pula I Ketut Maria (alm) pencipta dan penari Oleg Tamulilingan adalah penari dan koreografer Bali yang punya andil mengharumkan Bali di dunia internasional. Sukses tim kesenian Bali mengadakan lawatan ke mancanegara pra kemerdekaan segera disusul dengan keberangkatan tim kesenian lainnya.

Frekuensi keberangkatan tim kesenian Bali ke sejumlah negara semakin intensif setelah Indonesia merdeka. Bahkan sekarang setiap bulan sedikitnya ada tiga-empat sekaa mengadakan lawatan ke luar negeri.

Keanekaragaman seni budaya serta kehidupan ritual yang kokoh dalam kehidupan masyarakat Pulau Dewata memberikan inspirasi bagi seniman, termasuk dari mancanegara.

Seniman asing sejak lama mengenal dan menetap di Bali seperti Andrien Jean Le Mayeur, seniman asal Belgia yang akhirnya mempersunting seorang wanita Bali.

Demikian pula Walter Spies, Antonio Belanco, Arie Smith dan banyak lagi seniman asing yang menetap di Bali, khususnya diperkampungan seniman Ubud untuk menghasilkan karya-karya seni yang bermutu.

Selain itu Miguel Covarrubias, seorang penulis, pelukis dan antropolog kelahiran Meksiko pada tahun 1930 atau 86 tahun yang silam sempat menetap di Bali dan menulis buku berjudul "Island of Bali" yang mempromosikan Bali di mancanegara. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016