Jakarta (Antara Bali) - Delegasi Indonesia mengikuti "7th Session of the Implementation Review Group of the UNCAC" di Wina, Austria pada 20-24 Juni 2016 untuk membahas pencegahan korupsi dan pengembalian aset hasil korupsi.
"Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK membahas rencana 'review' (penilaian) ke-2 atas ratifikasi UNCAC khususnya Bab 2 tentang pencegahan korupsi dan Bab 5 tentang pemulihan aset," kata Direktur PJKAKI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dedie A Rachim yang berada di Wina saat dikonfirmasi dari Jakarta, Kamis.
Indonesia meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB Antikorupsi berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2006 sehingga wajib untuk melaksanakan ketentuan dalam UNCAC.
"Bagi Indonesia, penting untuk memastikan pemberantasan korupsi telah menjadi gerakan bersama dunia. Indonesia dipandang sebagai negara yang paling berkomitmen dan serius memberantas korupsi. Beberapa negara bahkan menjadikan KPK sebagai model pemberantasan korupsi," tambah Dedie.
Menurut Dedie, upaya pencegahan korupsi dan pemulihan aset yang dilakukan pemerintah Indonesia akan dinilai (reviw) oleh Yaman dan Ghana berdasarkan hasil pengundian.
Sedangkan Indonesia bersama Seycheles akan menilai Vetnam. Namun pada tahap akhir rapat pembahasan, Vietnam mengajukan pengunduran waktu.
"Indonesia harus menyiapkan hal-hal terkait aturan pemulihan aset, melakukan koordinasi antar kementerian dalam pengisian Penilaian diri dan memilih ahli pemerintah untuk melaksanakan penilaian terhadap negara yang akan dinilai oleh Indonesia. Periode 'Review' dan 'Under Review' diperkirakan dilakukan pada 2016-2017," jelas Dedie.
Butir-butir penilaian adalah bab 2 tentang Pencegahan Korupsi dan Bab 5 tentang Pemulihan Aset.
"Pada prinsipnya Indonesia siap dan KPK akan berkoordinasi dengan pihak terkait khususnya Bappenas, Kementrian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kantor Staf Kepresidenan, Polri dan Kejaksaan Agung serta Kementerian/Lembaga lain untuk bidang pencegahan," kata Dedie.
Dalam pertemuan itu, dibahas juga mengenai beberapa hal yang menjadi perhatian bersama seperti corporate criminal liabilities (perbuatan pidana oleh korporasi), beneficial ownership (pihak yang memenuhi kriteria sebagai pemilik tanpa adanya keharusan pengakuan kepemilikan dari sudut pandang hukum), pemulihan aset serta pengembalian aset dari luar negeri akan memiliki dasar dalam pembahasan secara bilateral.
Bab 5 UNCAC membahas mengenai pengembalian aset yang terdiri atas pencegahan dan deteksi transfer hasil-hasil kejahatan, tindakan-tindakan untuk pengembalian langsung atas kekayaan, mekanisme untuk pengembalian kekayaan melalui kerja sama internasional dalam perampasan, kerja sama internasional untuk tujuan perampasan, kerja sama khusus, pengembalian dan penyerahan aset, unit intelejen keuangan dan perjanjian-perjanjian dan pengaturan-pengaturan bilateral dan multilateral. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK membahas rencana 'review' (penilaian) ke-2 atas ratifikasi UNCAC khususnya Bab 2 tentang pencegahan korupsi dan Bab 5 tentang pemulihan aset," kata Direktur PJKAKI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dedie A Rachim yang berada di Wina saat dikonfirmasi dari Jakarta, Kamis.
Indonesia meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi PBB Antikorupsi berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2006 sehingga wajib untuk melaksanakan ketentuan dalam UNCAC.
"Bagi Indonesia, penting untuk memastikan pemberantasan korupsi telah menjadi gerakan bersama dunia. Indonesia dipandang sebagai negara yang paling berkomitmen dan serius memberantas korupsi. Beberapa negara bahkan menjadikan KPK sebagai model pemberantasan korupsi," tambah Dedie.
Menurut Dedie, upaya pencegahan korupsi dan pemulihan aset yang dilakukan pemerintah Indonesia akan dinilai (reviw) oleh Yaman dan Ghana berdasarkan hasil pengundian.
Sedangkan Indonesia bersama Seycheles akan menilai Vetnam. Namun pada tahap akhir rapat pembahasan, Vietnam mengajukan pengunduran waktu.
"Indonesia harus menyiapkan hal-hal terkait aturan pemulihan aset, melakukan koordinasi antar kementerian dalam pengisian Penilaian diri dan memilih ahli pemerintah untuk melaksanakan penilaian terhadap negara yang akan dinilai oleh Indonesia. Periode 'Review' dan 'Under Review' diperkirakan dilakukan pada 2016-2017," jelas Dedie.
Butir-butir penilaian adalah bab 2 tentang Pencegahan Korupsi dan Bab 5 tentang Pemulihan Aset.
"Pada prinsipnya Indonesia siap dan KPK akan berkoordinasi dengan pihak terkait khususnya Bappenas, Kementrian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kantor Staf Kepresidenan, Polri dan Kejaksaan Agung serta Kementerian/Lembaga lain untuk bidang pencegahan," kata Dedie.
Dalam pertemuan itu, dibahas juga mengenai beberapa hal yang menjadi perhatian bersama seperti corporate criminal liabilities (perbuatan pidana oleh korporasi), beneficial ownership (pihak yang memenuhi kriteria sebagai pemilik tanpa adanya keharusan pengakuan kepemilikan dari sudut pandang hukum), pemulihan aset serta pengembalian aset dari luar negeri akan memiliki dasar dalam pembahasan secara bilateral.
Bab 5 UNCAC membahas mengenai pengembalian aset yang terdiri atas pencegahan dan deteksi transfer hasil-hasil kejahatan, tindakan-tindakan untuk pengembalian langsung atas kekayaan, mekanisme untuk pengembalian kekayaan melalui kerja sama internasional dalam perampasan, kerja sama internasional untuk tujuan perampasan, kerja sama khusus, pengembalian dan penyerahan aset, unit intelejen keuangan dan perjanjian-perjanjian dan pengaturan-pengaturan bilateral dan multilateral. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016