Jakarta (Antara Bali) - Bank Indonesia memperkirakan penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) dapat menambah penerimaan negara sebesar Rp45,7 triliun, dengan dana milik WNI yang kembali ke Indonesia atau repatriasi sebesar Rp560 triliun.
"Bila pengampunan pajak diikuti perbaikan sistem dan administrasi perpajakan akan meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (Tax Ratio)," kata Gubernur BI Agus Martowardojo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Senin.
Agus menyimpulkan potensi penerimaan itu berdasarkan perhitungan mendasar yang merujuk data "Global Financial Integrity" pada 2015. Data "Global Financial Integrity" 2015, kata Agus, menyebutkan dana WNI di luar Indonesia, sebesar Rp3.147 triliun.
Dari dana WNI yang berada di luar negeri itu, baru sebesar 60 persen yang dapat diampuni sesuai skema "Tax Amnesty". Sedangkan sebanyak 40 persen lainnya tidak dapat diampuni karena dana hasil tindakan pidana korupsi, perdagangan narkotika dan perdagangan manusia.
Dalam pandangannya, Agus melihat penerapan pengampunan pajak dapat berdampak positif terhadap ruang fiskal pemerintah dan pasar keuangan domestik.
Namun, dampak positif itu bisa terealisasi jika diikuti dengan kebijakan yang menyeluruh untuk reformasi administrasi pajak, kesiapan infrastruktur pajak, serta konsistensi penegakan hukum.
Sedangkan untuk pasar keuangan, penerapan "Tax Amnesty" harus diikuti dengan kesiapan instrumen keuangan untuk menampung dana repatriasi.
Agus melihat, tambahan Rp45,7 triliun dapat mendongkrak penerimaan pajak yang tahun ini ditargetkan sebesar Rp1.360 triliun atau tumbuh 24,7 persen dari realisasi pajak di 2015.
Sedangkan untuk pasar keuangan, Agus melihat potensi pengembalian dana WNI yang keluar (repatriasi) sebesar Rp560 triliun harus dapat dioptimalkan untuk diserap oleh instrumen keuangan jangka panjang.
Pasalnya, arus dana masuk yang semakin deras, dapat menimbulkan gejolak dan spekulasi di pasar keuangan, jika tidak ada instrumen yang dapat menampungnya.
"Dengan mendorong dana repatriasi ke instrumen jangka panjang, agar tidak jadi beban makro ekonomi jangka pendek," kata dia.
Dari kajian BI, dana masuk atau repatriasi dari pengampunan pajak akan memicu meningkatnya permintaan terhadap Surat Berharga Negara (SBN). Perlu diketahui, SBN menjadi salah satu instrumen yang disiapkan pemerintah untuk menampung dana repatriasi akibat "Tax Amnesty".
Jika permintaan SBN lebih tinggi dibanding ketersediaan SBN, dikhawatirkan akan menekan harga SBN.
Selain itu, dengan melimpahnya likuiditas perbankan akibat dana repatriasi tersebut, maka suku bunga di Pasar Uang Antar Bank juga akan turun.
Di sisi lain, melimpahnya likuiditas perbankan itu juga akan membuat penyaluran kredit meningkat, asalkan kemampuan ekonomi masyarakat pulih sejalan dengan perbaikan ekonomi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Bila pengampunan pajak diikuti perbaikan sistem dan administrasi perpajakan akan meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (Tax Ratio)," kata Gubernur BI Agus Martowardojo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Senin.
Agus menyimpulkan potensi penerimaan itu berdasarkan perhitungan mendasar yang merujuk data "Global Financial Integrity" pada 2015. Data "Global Financial Integrity" 2015, kata Agus, menyebutkan dana WNI di luar Indonesia, sebesar Rp3.147 triliun.
Dari dana WNI yang berada di luar negeri itu, baru sebesar 60 persen yang dapat diampuni sesuai skema "Tax Amnesty". Sedangkan sebanyak 40 persen lainnya tidak dapat diampuni karena dana hasil tindakan pidana korupsi, perdagangan narkotika dan perdagangan manusia.
Dalam pandangannya, Agus melihat penerapan pengampunan pajak dapat berdampak positif terhadap ruang fiskal pemerintah dan pasar keuangan domestik.
Namun, dampak positif itu bisa terealisasi jika diikuti dengan kebijakan yang menyeluruh untuk reformasi administrasi pajak, kesiapan infrastruktur pajak, serta konsistensi penegakan hukum.
Sedangkan untuk pasar keuangan, penerapan "Tax Amnesty" harus diikuti dengan kesiapan instrumen keuangan untuk menampung dana repatriasi.
Agus melihat, tambahan Rp45,7 triliun dapat mendongkrak penerimaan pajak yang tahun ini ditargetkan sebesar Rp1.360 triliun atau tumbuh 24,7 persen dari realisasi pajak di 2015.
Sedangkan untuk pasar keuangan, Agus melihat potensi pengembalian dana WNI yang keluar (repatriasi) sebesar Rp560 triliun harus dapat dioptimalkan untuk diserap oleh instrumen keuangan jangka panjang.
Pasalnya, arus dana masuk yang semakin deras, dapat menimbulkan gejolak dan spekulasi di pasar keuangan, jika tidak ada instrumen yang dapat menampungnya.
"Dengan mendorong dana repatriasi ke instrumen jangka panjang, agar tidak jadi beban makro ekonomi jangka pendek," kata dia.
Dari kajian BI, dana masuk atau repatriasi dari pengampunan pajak akan memicu meningkatnya permintaan terhadap Surat Berharga Negara (SBN). Perlu diketahui, SBN menjadi salah satu instrumen yang disiapkan pemerintah untuk menampung dana repatriasi akibat "Tax Amnesty".
Jika permintaan SBN lebih tinggi dibanding ketersediaan SBN, dikhawatirkan akan menekan harga SBN.
Selain itu, dengan melimpahnya likuiditas perbankan akibat dana repatriasi tersebut, maka suku bunga di Pasar Uang Antar Bank juga akan turun.
Di sisi lain, melimpahnya likuiditas perbankan itu juga akan membuat penyaluran kredit meningkat, asalkan kemampuan ekonomi masyarakat pulih sejalan dengan perbaikan ekonomi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016