Gianyar (Antara Bali) - Roberto Gamba, bule asal Italia yang menjadi salah seorang terdakwa pencurian "pratima" atau benda sakral di sejumlah pura, mengeluh karena selama berada di rumah tahanan tidak pernah mendapatkan vitamin dan obat.
Keluhan itu disampaikan oleh Roberto Gamba melalui penerjemahnya I Putu Sudiana di hadapan ketua majelis hakim Agus Setiawan saat sidang pembacaan eksepsi yang dibacakan Jacob Antolus, kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Negeri Gianyar, Selasa.
Pada kesempatan itu Gamba memohon kepada majelis hakim agar diberi izin untuk melakukan pengobatan di luar rutan. Permohonan itu juga disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa.
Menanggapi permohonan itu, Agus Setiawan tidak mengabulkan karena tidak ada surat rekomendasi dari dokter di rutan. "Kalau ada surat rekomendasi, sudah pasti kami pertimbangkan," katanya.
Mengingat terdakwa melalui penerjemahnya terus memohon, ketua majelis hakim meminta kepada jaksa penuntut umum (JPU) I Ketut Darsana dan I Wayan Meret berkoordinasi dengan pimpinan Rutan Gianyar untuk memperjelas apa memang benar terdakwa tidak mendapatkan vitamin ataupun pemeriksaan dari tim medis.
Pada sidang yang molor hampir lima jam itu kuasa hukum terdakwa Jacob Antolis membacakan eksepsi atau sanggahan terkait dengan tuntutan dari JPU.
Jacob mengatakan bahwa JPU tidak cermat bekerja karena pada surat dakwaan yang dibacakan tidak membeberkan secara akurat perbuatan terdakwa dalam melakukan tindak pidana.
"Dalam dakwaan itu tidak dijelaskan hubungan terdawka Gamba dengan terdakwa I Gusti Oka Putu Riyadi," katanya.
Selain itu Jacob juga menilai, diadilinya terdakwa di PN Gianyar itu cacat hukum, karena tempat kejadian perkaranya berada di wilayah hukum PN Denpasar.
"Karena locus delicty atau tempat kejadian perkaranya di Villa Marissa, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, semestinya sidang digelar di PN Denpasar," ujarnya.
Pada pembacaan pembelaan itu, Jacob juga menyatakan kalau Gamba tidak tahu menahu apakah barang yang dibelinya dari Komang Oka Sukaya, pemilik toko seni Nilam Bali di Banjar Cemenggon, Desa Celuk, Sukawati itu adalah benda sakral.
"Sebagai orang awan, klien kami tidak tahu bahwa patung dewa-dewi beralaskan lembu, patung dewa-dewi diapit lembu serta patung lanang-istri yang dibeli seharga Rp30 juta itu adalah benda yang disakralkan oleh umat Hindu," katanya.
Dalam sidang itu, Agus Setiawan memutuskan pada Senin (20/12) depan untuk mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. "Setelah dengar pendapat dari JPU itu, kemungkinan esoknya, Selasa, kami sudah bisa memutuskan apa eksepsi itu diterima atau tidak," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
Keluhan itu disampaikan oleh Roberto Gamba melalui penerjemahnya I Putu Sudiana di hadapan ketua majelis hakim Agus Setiawan saat sidang pembacaan eksepsi yang dibacakan Jacob Antolus, kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Negeri Gianyar, Selasa.
Pada kesempatan itu Gamba memohon kepada majelis hakim agar diberi izin untuk melakukan pengobatan di luar rutan. Permohonan itu juga disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa.
Menanggapi permohonan itu, Agus Setiawan tidak mengabulkan karena tidak ada surat rekomendasi dari dokter di rutan. "Kalau ada surat rekomendasi, sudah pasti kami pertimbangkan," katanya.
Mengingat terdakwa melalui penerjemahnya terus memohon, ketua majelis hakim meminta kepada jaksa penuntut umum (JPU) I Ketut Darsana dan I Wayan Meret berkoordinasi dengan pimpinan Rutan Gianyar untuk memperjelas apa memang benar terdakwa tidak mendapatkan vitamin ataupun pemeriksaan dari tim medis.
Pada sidang yang molor hampir lima jam itu kuasa hukum terdakwa Jacob Antolis membacakan eksepsi atau sanggahan terkait dengan tuntutan dari JPU.
Jacob mengatakan bahwa JPU tidak cermat bekerja karena pada surat dakwaan yang dibacakan tidak membeberkan secara akurat perbuatan terdakwa dalam melakukan tindak pidana.
"Dalam dakwaan itu tidak dijelaskan hubungan terdawka Gamba dengan terdakwa I Gusti Oka Putu Riyadi," katanya.
Selain itu Jacob juga menilai, diadilinya terdakwa di PN Gianyar itu cacat hukum, karena tempat kejadian perkaranya berada di wilayah hukum PN Denpasar.
"Karena locus delicty atau tempat kejadian perkaranya di Villa Marissa, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, semestinya sidang digelar di PN Denpasar," ujarnya.
Pada pembacaan pembelaan itu, Jacob juga menyatakan kalau Gamba tidak tahu menahu apakah barang yang dibelinya dari Komang Oka Sukaya, pemilik toko seni Nilam Bali di Banjar Cemenggon, Desa Celuk, Sukawati itu adalah benda sakral.
"Sebagai orang awan, klien kami tidak tahu bahwa patung dewa-dewi beralaskan lembu, patung dewa-dewi diapit lembu serta patung lanang-istri yang dibeli seharga Rp30 juta itu adalah benda yang disakralkan oleh umat Hindu," katanya.
Dalam sidang itu, Agus Setiawan memutuskan pada Senin (20/12) depan untuk mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. "Setelah dengar pendapat dari JPU itu, kemungkinan esoknya, Selasa, kami sudah bisa memutuskan apa eksepsi itu diterima atau tidak," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010