Denpasar (Antara Bali) - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta meminta aturan mengenai larangan "kafe remang-remang" masuk ke wilayah desa pakraman atau desa adat agar dicantumkan dalam "awig-awig" atau peraturan adat tertulis.

"Kafe remang-remang harus dilarang dan dihapuskan dari desa pakraman karena banyak membawa dampak buruk," kata Sudikerta di sela-sela memberikan sambutan pada Rapat Evaluasi Kinerja LPD Bali, di Denpasar, Senin.

Menurut dia, menjamurnya kafe ilegal yang identik dengan aktivitas mabuk-mabukan dan pelayan berpakaian seksi tersebut rentan memicu aksi kriminalitas, mengganggu kesehatan masyarakat dan meningkatkan potensi menyebarnya virus HIV/AIDS.

"Jika sampai terjadi hal-hal seperti itu, tentu akan merugikan desa pakraman sendiri," ucapnya.

Namun, Sudikerta menyayangkan sejauh ini banyak tokoh masyarakat yang belum sadar tentang bahaya tersebut sehingga keberadaan "kafe remang-remang" tidak sulit untuk ditemui.

"Awig-awig seharusnya dilakukan perbaikan setiap lima tahun dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Termasuk di dalamnya memasukkan antisipasi persoalan kafe remang-remang tersebut," ujarnya.

Mantan Wakil Bupati Badung itu menambahkan boleh saja kafe ada di wilayah desa adat, asalkan kafe dalam artian sebenarnya yang menjual makanan dan minuman dan tidak ada aktivitas mabuk-mabukan.

"Kalau kafe yang bermanfaat, tentu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di desa," ucapnya.

Di sisi lain, Sudikerta juga mengharapkan jajaran pengurus desa pakraman dapat meningkatkan pembinaan mengenai adat dan budaya kepada masyarakat sehingga dapat mencegah perilaku negatif. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016