Denpasar (Antara Bali) - Persatuan Sopir Taksi Bali (Persotab) mendesak pemerintah agar menghentikan operasi semua kendaraan dan taksi yang menggunakan aplikasi Uber Indonesia.

"Kami harapkan pemerintah dan pemangku kepentingan memperhatikan nasib sopir taksi yang berizin, dan menghentikan kendaraan dan taksi ilegal beroperasi di Bali, terlebih taksi yang menggunakan aplikasi Android Uber Indonesia," kata Ketua Persatuan Sopir Taksi Bali (Persotab) Ketut Witra kepada media di Denpasar, Jumat.

Ia mengatakan perkembangan dunia pariwisata di Pulau Dewata seharusnya memberikan nilai tambah kepada masyarakat Bali, khususnya di bidang ekonomi. Salah satu sektor penunjang pariwisata yang sudah lama digeluti oleh warga Bali adalah usaha di bidang transportasi.

Dikatakan, bermula usaha di bidang transportasi dilakukan secara swadaya oleh masyarakat lokal, baik usaha perorangan maupun secara berkelompok melalui koperasi maupun dalam bentuk paguyuban.

"Usaha swadaya masyarakat tersebut selama ini berjalan secara mandiri, dengan kata lain tidak pernah menuntut perhatian lebih dari pemerintah. Permodalan maupun upaya-upaya peningkatan mutu layanan berupa pemberian fasilitas layanan terbaik maupun peningkatan sumber daya manusia (SDM) selama ini kami lakukan sendiri secara otodidak," ujar Witra yang didukung sedikitnya 250 sopir taksi itu.

Namun, kata dia, akhir-akhir ini usaha swadaya masyarakat lokal yang berupaya mengais untung dari sektor pariwisata tersebut mulai dimangsa oleh pemodal-pemodal besar di bidang transportasi.

"Kami yang tumbuh kembang dengan modal kecil dan swakelola tentu saja hanya akan menjadi santapan bagi pemodal besar. Dengan alasan telah sesuai dengan aturan, profesionalisme, konsekuesi persaingan usaha, kami semakin tergilas oleh roda kemajuan pariwisata. Akhirnya atas dasar semua itu perlahan-lahan kami hanya akan jadi penonton di rumah kami sendiri," ucapnya.

Ia mengatakan walau terdiri dari individu-individu maupun paguyuban-paguyuban, jumlahnya sangat banyak. Bahkan data dihimpun dari berbagai paguyuban yang tergabung dalam aliansi ini mencapai 6.000 orang.

"Bayangkan, bila satu orang sopir rata-rata menanggung nafkah empat orang dalam keluarganya, maka akan ada sekitar 240.000 orang yang menggantungkan hidup dari mata pencaharian kami," katanya.

Oleh karena itu, peguyuban sopir taksi secara tegas menolak keberadaan taksi yang menggunakan aplikasi Uber Indonesia, yakni Uber Taksi dan Grap Taksi, karena dengan berbagai alasan mendasar, antara lain taksi tersebut dianggap ilegal karena tidak membayar pajak, namun hanya mengandalkan aplikasi Uber Indonesia.

Selain itu, kata dia, berdasarkan peraturan, bahwa di Indonesia telah memiliki peraturan yang mengacu pada undang-undang, sehingga taksi berbasis aplikasi itu adalah ilegal.

"Kami meminta kepada pemerintah secara tegas agar menghentikan operasi taksi yang menggunakan aplikasi Uber Indonesia, sebab bertentangan dengan peraturan di Indonesia," katanya.

Selanjutnya, kata Witra, persoalan lain yang perlu pihaknya direspon dalam kesempatan ini terkait dengan pembangunan sektor pariwisata di Bali terkait reklamasi atau revitalisasi Teluk Benoa.

"Dalam pandangan kami sebagai pelaku di bidang transportasi, jika ada efek peningkatan kunjungan wisatawan akibat dari pembangunan tersebut, tentu saja kami sambut dengan senang hati," ucapnya.

Namun, yang menjadi catatan penting adalah jangan sampai penerima manfaat dari mega proyek ini adalah mereka yang datang dengan modal besar dari luar sana.

"Sedangkan kami sebagai pelaku lokal hanya menjadi penonton saja. Oleh karena itu pemerintah harus memfasilitasi agar kami diakomodir untuk merasakan manfaat dari mega proyek revitalisasi Teluk Benoa nantinya," kata Witra.(I020)

Pewarta: Pewarta : I Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016