Tabanan (Antara Bali) - Kelompok petani dari Baturiti, Tabanan, segera memproduksi pupuk organik dari kotoran gajah, mengingat satwa itu banyak dijumpai di Bali sebagai salah satu atraksi wisata alam.
"Tidak menutup kemungkinan tahun 2016 kami realisasi untuk memproduksi pupuk dengan bahan baku kotoran gajah. Di wilayah Petang, Plaga dan Taro itu ada wisata atraksi gajah, jadi ke depan akan dijajaki kerja sama untuk pengadaan bahan baku pupuk organik," kata I Made Winada, anggota kelompok tani di Baturiti, Tabanan, Senin.
Winada menyatakan, kelompok tani ini dinamakan Ciri Misi dan sudah berdiri sejak tahun 2011. Anggota kelompok tani ini ialah 20 orang.
Dalam sebulan, kelompok tani ini bisa memproduksi hingga 100 ton pupuk organik. Pemasaran produk ke berbagai toko pertanian dan kelompok tani di wilayah Tabanan, Kabupaten Badung, Jembrana dan Kintamani.
Dikatakannya, selama ini bahan baku pembuatan pupuk organik itu adalah 70 persen kotoran sapi, 25 persen kotoran ayam dan lima persen serbuk gergaji. Serbuk ini diperlukan untuk proses pengeringan pupuk agar berlangsung lebih cepat. Setelah diproduksi, pupuk dibungkus dalam kemasan 20 kg dan 40 kg. Harga per kilogram pupuk adalah seribu rupiah.
Tenaga kerja yang melakukan proses produksi pupuk itu berjumlah tujuh orang. Setelah proses produksi selesai, maka tenaga kerja akan mencari bahan baku, yang didapatkan dari 50 ekor sapi yang dimiliki kelompok tani tersebut.
Tak hanya mengandalkan kotoran dari 50 ekor sapi itu, bahan baku juga didapatkan dari hasil kerja sama dengan 60 orang peternak agar ada kontinyuitas pasokan.
Peternak biasanya menjual kotoran sapi dengan takaran satu bak mobil Carry yang dihargai Rp75 ribu, dengan berat sekitar 150 kg. Kalau pesanan pupuk sedang bertubi-tubi datang, maka bahan baku pun didatangkan dari peternak di Plaga, Kabupaten Badung.
"Kalau kotoran ayam didapatkan dengan kerja sama bersama tiga orang peternak. Setiap bulan ketiga peternak itu menyetorkan sekitar 35 kg kotoran ayam," ujar dia.
Terkait dengan pencanangan Bali sebagai Pulau Organik, maka perlahan tapi pasti pesanan pupuk pun makin bertubi-tubi datangnya. Padahal dulu ketika baru memulai usaha, peminat pupuk organik sangat sedikit.
"Sekarang sampai kewalahan menerima pesanan pupuk organik. Mudah-mudahan dengan nanti ada inovasi dari kotoran gajah, maka kami tidak akan kesulitan mendapatkan bahan baku pupuk organik," kata Winada. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Tidak menutup kemungkinan tahun 2016 kami realisasi untuk memproduksi pupuk dengan bahan baku kotoran gajah. Di wilayah Petang, Plaga dan Taro itu ada wisata atraksi gajah, jadi ke depan akan dijajaki kerja sama untuk pengadaan bahan baku pupuk organik," kata I Made Winada, anggota kelompok tani di Baturiti, Tabanan, Senin.
Winada menyatakan, kelompok tani ini dinamakan Ciri Misi dan sudah berdiri sejak tahun 2011. Anggota kelompok tani ini ialah 20 orang.
Dalam sebulan, kelompok tani ini bisa memproduksi hingga 100 ton pupuk organik. Pemasaran produk ke berbagai toko pertanian dan kelompok tani di wilayah Tabanan, Kabupaten Badung, Jembrana dan Kintamani.
Dikatakannya, selama ini bahan baku pembuatan pupuk organik itu adalah 70 persen kotoran sapi, 25 persen kotoran ayam dan lima persen serbuk gergaji. Serbuk ini diperlukan untuk proses pengeringan pupuk agar berlangsung lebih cepat. Setelah diproduksi, pupuk dibungkus dalam kemasan 20 kg dan 40 kg. Harga per kilogram pupuk adalah seribu rupiah.
Tenaga kerja yang melakukan proses produksi pupuk itu berjumlah tujuh orang. Setelah proses produksi selesai, maka tenaga kerja akan mencari bahan baku, yang didapatkan dari 50 ekor sapi yang dimiliki kelompok tani tersebut.
Tak hanya mengandalkan kotoran dari 50 ekor sapi itu, bahan baku juga didapatkan dari hasil kerja sama dengan 60 orang peternak agar ada kontinyuitas pasokan.
Peternak biasanya menjual kotoran sapi dengan takaran satu bak mobil Carry yang dihargai Rp75 ribu, dengan berat sekitar 150 kg. Kalau pesanan pupuk sedang bertubi-tubi datang, maka bahan baku pun didatangkan dari peternak di Plaga, Kabupaten Badung.
"Kalau kotoran ayam didapatkan dengan kerja sama bersama tiga orang peternak. Setiap bulan ketiga peternak itu menyetorkan sekitar 35 kg kotoran ayam," ujar dia.
Terkait dengan pencanangan Bali sebagai Pulau Organik, maka perlahan tapi pasti pesanan pupuk pun makin bertubi-tubi datangnya. Padahal dulu ketika baru memulai usaha, peminat pupuk organik sangat sedikit.
"Sekarang sampai kewalahan menerima pesanan pupuk organik. Mudah-mudahan dengan nanti ada inovasi dari kotoran gajah, maka kami tidak akan kesulitan mendapatkan bahan baku pupuk organik," kata Winada. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015