New York (Antara Bali) - Saat memperingati Hari Internasional bagi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, PBB pada Rabu (25/11) menyampaikan dukungan buat perempuan dan anak perempuan, dan menyerukan diakhirinya segala bentuk serangan terhadap mereka.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan, "Kami takkan kendur sampai kami menghentikan semua serangan terhadap perempuan dan anak perempuan." Serangan tersebut meliputi pemukulan oleh suami mereka, serangan seksual, perbudakan, penyelundupan, pernikahan dini dan paksa.
"Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan adalah prioritas utama untuk mencapai misi pendirian PBB --perdamaian, pembangunan dan hak asasi manusia," kata Ban saat memberi sambutan pada pertemuan peringatan hari dunia itu.
"Tapi jika kita bersungguh-sungguh untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, termasuk fanatisme dengan kekerasan, kita harus meningkatkan upaya kita bagi hak perempuan," ia menambahkan.
Pada 1999, Sidang Majelis Umum PBB menetapkan 25 November sebagai Hari Internasional bagi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah serius tersebut. Pusat perhatian peringatan tahun ini ialah mencegah kekerasan yang berlandaskan gender sebelum itu terjadi. "Pada Hari Internasional bagi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, kami kembali mengatakan kekerasan terhadap perempuan tak bisa diterima; itu bukan tak terelakkan dan itu dapat dicegah," kata Direktur Pelaksana UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka.
Wanita pejabat tersebut menegaskan bahwa diakhirinya kekerasan terhadap perempuan memerlukan komitmen dan nol-toleransi pada tingkat tertinggi kepemimpinan di seluruh dunia. Menurut statistik, sebanyak 35 persen perempuan di seluruh dunia telah mengalami kekerasan fisik dan seksual --kebanyakan oleh pasangan intim mereka. Secara global, lebih dari 700 juta perempuan hari ini menikah saat berusia di bawah 18 tahun.
"Kekerasan ditujukan kepada perempuan karena arientasi seksual mereka, akibat ras mereka, akibat agama mereka dan karena mereka adalah perempuan dari suku asli," kata Mlambo-Ngcuka, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi. "Itu adalah masalah universal."
"Kami akan terus bekerjasama dengan pengusaha, dengan negara anggota, dengan kota dan dengan desa, dengan mitra inti kami di manapun di dunia, dengan masyarakat sipil, organisasi perempuan dan secara meningkat dengan pria dan anak lelaki, sampai kami mencapai kesetaraan sejati, Planet 50-50 --tempat perempuan dan anak perempuan dapat hidup tanpa kekerasan," kata Mlambo-Ngcuka. (NWD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan, "Kami takkan kendur sampai kami menghentikan semua serangan terhadap perempuan dan anak perempuan." Serangan tersebut meliputi pemukulan oleh suami mereka, serangan seksual, perbudakan, penyelundupan, pernikahan dini dan paksa.
"Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan adalah prioritas utama untuk mencapai misi pendirian PBB --perdamaian, pembangunan dan hak asasi manusia," kata Ban saat memberi sambutan pada pertemuan peringatan hari dunia itu.
"Tapi jika kita bersungguh-sungguh untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, termasuk fanatisme dengan kekerasan, kita harus meningkatkan upaya kita bagi hak perempuan," ia menambahkan.
Pada 1999, Sidang Majelis Umum PBB menetapkan 25 November sebagai Hari Internasional bagi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah serius tersebut. Pusat perhatian peringatan tahun ini ialah mencegah kekerasan yang berlandaskan gender sebelum itu terjadi. "Pada Hari Internasional bagi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, kami kembali mengatakan kekerasan terhadap perempuan tak bisa diterima; itu bukan tak terelakkan dan itu dapat dicegah," kata Direktur Pelaksana UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka.
Wanita pejabat tersebut menegaskan bahwa diakhirinya kekerasan terhadap perempuan memerlukan komitmen dan nol-toleransi pada tingkat tertinggi kepemimpinan di seluruh dunia. Menurut statistik, sebanyak 35 persen perempuan di seluruh dunia telah mengalami kekerasan fisik dan seksual --kebanyakan oleh pasangan intim mereka. Secara global, lebih dari 700 juta perempuan hari ini menikah saat berusia di bawah 18 tahun.
"Kekerasan ditujukan kepada perempuan karena arientasi seksual mereka, akibat ras mereka, akibat agama mereka dan karena mereka adalah perempuan dari suku asli," kata Mlambo-Ngcuka, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi. "Itu adalah masalah universal."
"Kami akan terus bekerjasama dengan pengusaha, dengan negara anggota, dengan kota dan dengan desa, dengan mitra inti kami di manapun di dunia, dengan masyarakat sipil, organisasi perempuan dan secara meningkat dengan pria dan anak lelaki, sampai kami mencapai kesetaraan sejati, Planet 50-50 --tempat perempuan dan anak perempuan dapat hidup tanpa kekerasan," kata Mlambo-Ngcuka. (NWD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015