Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali merancang peraturan daerah tentang penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk menekan alih fungsi lahan pertanian.
"Sekarang posisinya kajian akademis terkait perda tersebut sudah kami buat bekerja sama dengan Universitas Udayana," kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana, di Denpasar, Minggu.
Menurut dia, pembuat perda tersebut selain merupakan arahan dari Gubernur dan Wagub Bali, juga sudah tertuang dalam Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.
Sampai saat ini pihaknya masih dalam proses identifikasi sawah yang mana saja di setiap kabupaten/kota yang akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan istilah lahan pertanian padi itu.
"Kalau semua lahan pertanian di Bali (81 ribu hektare) ditetapkan itu bagus. Tetapi ada insentif di sana, PBB dibayarin, benih dan pupuk diberikan gratis. Kalau tidak seperti itu `kan petani tidak mau," ucapnya.
Konsekuensi dari pemberian insentif tersebut, lanjut Wisnuardhana, petani tidak boleh mengalihfungsikan lahannya atau dengan kata lain diberikan insentif diberikan supaya para petani mau mengabadikan sawahnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta berpandangan dengan penetapan lahan pertanian abadi itu diharapkan juga dapat lebih memenuhi kebutuhan pangan di Pulau Dewata.
Dia menyebutkan rata-rata alih fungsi lahan pertanian di Bali pertahun mencapai 400 hektare.
"Betapa kita lihat di daerah Tabanan dan Gianyar, banyak sekali sawah yang sudah beralih fungsi," ujarnya.
Menurut dia, ada empat dari sembilan kabupaten/kota di Bali yang setidaknya cocok untuk dijadikan prioritas penetapan lahan pertanian berkelanjutan yakni Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana dan Gianyar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sekarang posisinya kajian akademis terkait perda tersebut sudah kami buat bekerja sama dengan Universitas Udayana," kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana, di Denpasar, Minggu.
Menurut dia, pembuat perda tersebut selain merupakan arahan dari Gubernur dan Wagub Bali, juga sudah tertuang dalam Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.
Sampai saat ini pihaknya masih dalam proses identifikasi sawah yang mana saja di setiap kabupaten/kota yang akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan istilah lahan pertanian padi itu.
"Kalau semua lahan pertanian di Bali (81 ribu hektare) ditetapkan itu bagus. Tetapi ada insentif di sana, PBB dibayarin, benih dan pupuk diberikan gratis. Kalau tidak seperti itu `kan petani tidak mau," ucapnya.
Konsekuensi dari pemberian insentif tersebut, lanjut Wisnuardhana, petani tidak boleh mengalihfungsikan lahannya atau dengan kata lain diberikan insentif diberikan supaya para petani mau mengabadikan sawahnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta berpandangan dengan penetapan lahan pertanian abadi itu diharapkan juga dapat lebih memenuhi kebutuhan pangan di Pulau Dewata.
Dia menyebutkan rata-rata alih fungsi lahan pertanian di Bali pertahun mencapai 400 hektare.
"Betapa kita lihat di daerah Tabanan dan Gianyar, banyak sekali sawah yang sudah beralih fungsi," ujarnya.
Menurut dia, ada empat dari sembilan kabupaten/kota di Bali yang setidaknya cocok untuk dijadikan prioritas penetapan lahan pertanian berkelanjutan yakni Kabupaten Badung, Tabanan, Jembrana dan Gianyar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015