Denpasar (Antara Bali) - Kepala Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof. Dr Wayan Windia menegaskan, hasil rapat koordinasi yang dipimpin Asisten II Sekprov Bali Ketut Wija memutuskan untuk menghentikan seluruh pembangunan fisik di kawasan Jatiluwih Tabanan yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia (WBD).
"Semua aktivitas pembangunan fisik termasuk pemerataan tanah dengan menggunakan alat berat (boldoser) untuk tempat parkir dihentikan sambil menunggu rencana detail tata ruang (RDTR)," kata Ketua Puslit Subak Unud Prof Windia di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, rapat koordinasi itu berlangsung Selasa (22/9) selain dihadiri tim Puslit Subak Unud juga Kadis Pariwisata Kabupaten Tabanan Wayan Adnyana dan utusan instansi terkait lainnya.
Rakor tersebut juga memutuskan tim untuk bertemu dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika membahas untuk membentuk badan pengelola Warisan Budaya Dunia (WBD).
Selain itu mengusulkan para petani di kawasan warisan budaya dunia itu bebas dari pengenakan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta masing-masing petani mendapat bantuan seekor sapi.
"Tim UNESCO akan berkunjung ke kawasan subak bertingkat-tingkat di Jatiluwih bulan depan untuk melihat kenyataan di lapangan yang sebenarnya sehubungan belakangan ini pers dan media sosial sangat gencar menyerangnya," ujar Prof Windia.
Ia sebelumnya sangat mengkhawatirkan pengakuan UNESCO terhadap WBD di Bali dicabut karena pengelolaannya bertentangan dengan tujuan utama penanganan yang ditekankan UNESCO.
Penekanan UNESCO tersebut antara lain perlindungan dan peningkatan kesejahteraan petani, pelestarian, promosi jasa ekosistem, pelestarian budaya, pengembangan pariwisata yang terarah serta pembangunan infrastruktur dan fasilitas.
Namun kenyataannya kawasan Jatiluwih yang telah mendapat pengakuan UNESCO sebagai WBD kini kondisinya semakin amburadul dalam pola pengembangan fisik yakni diboldoser untuk pemerataan sebagai tempat parkir.
"Bahkan dalam pola pengembangan fisik sejumlah areal sawah diratakan dengan alat berat (boldoser) untuk membangun tempat parkir," ujar Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Semua aktivitas pembangunan fisik termasuk pemerataan tanah dengan menggunakan alat berat (boldoser) untuk tempat parkir dihentikan sambil menunggu rencana detail tata ruang (RDTR)," kata Ketua Puslit Subak Unud Prof Windia di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, rapat koordinasi itu berlangsung Selasa (22/9) selain dihadiri tim Puslit Subak Unud juga Kadis Pariwisata Kabupaten Tabanan Wayan Adnyana dan utusan instansi terkait lainnya.
Rakor tersebut juga memutuskan tim untuk bertemu dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika membahas untuk membentuk badan pengelola Warisan Budaya Dunia (WBD).
Selain itu mengusulkan para petani di kawasan warisan budaya dunia itu bebas dari pengenakan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta masing-masing petani mendapat bantuan seekor sapi.
"Tim UNESCO akan berkunjung ke kawasan subak bertingkat-tingkat di Jatiluwih bulan depan untuk melihat kenyataan di lapangan yang sebenarnya sehubungan belakangan ini pers dan media sosial sangat gencar menyerangnya," ujar Prof Windia.
Ia sebelumnya sangat mengkhawatirkan pengakuan UNESCO terhadap WBD di Bali dicabut karena pengelolaannya bertentangan dengan tujuan utama penanganan yang ditekankan UNESCO.
Penekanan UNESCO tersebut antara lain perlindungan dan peningkatan kesejahteraan petani, pelestarian, promosi jasa ekosistem, pelestarian budaya, pengembangan pariwisata yang terarah serta pembangunan infrastruktur dan fasilitas.
Namun kenyataannya kawasan Jatiluwih yang telah mendapat pengakuan UNESCO sebagai WBD kini kondisinya semakin amburadul dalam pola pengembangan fisik yakni diboldoser untuk pemerataan sebagai tempat parkir.
"Bahkan dalam pola pengembangan fisik sejumlah areal sawah diratakan dengan alat berat (boldoser) untuk membangun tempat parkir," ujar Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015