Singaraja (Antara Bali) - Guru Besar Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Kota Singaraja, Bali, Prof Dr Wayan Lasmawan MPd mengatakan masyarakat mesti mengubah konstruksi berpikir menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Masyarakat sebagian besar masih terpolarisasi dalam konstruksi berfikir tradisional, merasa diri paling pintar, paling hebat dan paling unggul dari yang lain," kata Wayan Lasmawan di Singaraja, Senin.
Ia menuturkan, masih banyak kalangan masyarakat merasa diri terbaik dan meremehkan kekuatan dan kemampuan sumber daya manusia (SDA) negara lain di ASEAN.
"Saat ini, kemampuan negara negara di ASEAN hampir merata di semua bidang, bukan hanya negara Thailand atau Singapura saja, tetapi sumber daya alam negara lain mesti diwaspadai," ungkap dia.
Ia menjelaskan, di era persaingan global, masyarakat harus menganut konstruksi berfikir modern, memetakan kemampuan SDA bangsa lain sembari terus meningkatkan kemampuan diri sendiri.
Lasmawan yang juga Pembantu Rektor II Undiksha mengungkapkan, menyangkut pengembangan kemampuan bangsa sendiri mesti melibatkan dua komponen penting yakni lembaga kependidikan sebagai ujung tombak pengembangan SDA dan juga pemerintah sebagai pemangku kebijakan sekaligus pelaksana wewenang.
Dikatakan lembaga kependidikan, terutama perguruan tinggi (PT) mesti membekali mahasiswa dengan beberapa kompetensi standar yang dibutuhkan sebagai komponen pemenuhan persyaratan menghadapi MEA.
"Contoh sederhana dalam hal bahasa, perguruan tinggi harus mewajibkan mahasiswa mengikuti sertifikasi khusus kebahasaan yang digunakan dalam dunia internasional, dalam hal ini Bahasa Inggris," kata dia seraya menambahkan penguasaan bahasa merupakan hal wajib bagi yang harus dimiliki jika ingin bersaing dalam MEA.
Selain itu, secara informal, Pemerintah Pusat maupun Daerah mesti melakukan program peningkatkan SDA berupa paket pelatihan guna meningkatkan kemampuan masyarakat SDA menengah kebawah.
"Pertanyaannya adalah apakah masyarakat dengan kemampuan SDA lemah seperti pengangguran tidak dapat ikut bersaing dalam MEA? tentu dapat. Namun, harus dilatih terus menerus sehingga memiliki kemampuan yang dibutuhkan dalam dinamika dalam MEA.
Bukan hanya itu saja, ia menilai, masyarakat mesti memiliki integritas nasionalisme mapan karena sangat dibutuhkan mengantisipasi derasnya pengaruh globalisasi.
Dalam hal ini, MEA menurutnya cenderung mendorong semua kalangan terlibat dalam mobilitas ekonomi multi arah antarabangsa antarnegara. "Jangan sampai terlena di dalam persaingan bebas dan merupakan jati diri sebagai sebuah bangsa dengan adat istiadat dan nilai nilai luhur adihulung yang selama ini dipakai sebagai pijakan berbangsa dan bernegara," demikian Lasmawan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Masyarakat sebagian besar masih terpolarisasi dalam konstruksi berfikir tradisional, merasa diri paling pintar, paling hebat dan paling unggul dari yang lain," kata Wayan Lasmawan di Singaraja, Senin.
Ia menuturkan, masih banyak kalangan masyarakat merasa diri terbaik dan meremehkan kekuatan dan kemampuan sumber daya manusia (SDA) negara lain di ASEAN.
"Saat ini, kemampuan negara negara di ASEAN hampir merata di semua bidang, bukan hanya negara Thailand atau Singapura saja, tetapi sumber daya alam negara lain mesti diwaspadai," ungkap dia.
Ia menjelaskan, di era persaingan global, masyarakat harus menganut konstruksi berfikir modern, memetakan kemampuan SDA bangsa lain sembari terus meningkatkan kemampuan diri sendiri.
Lasmawan yang juga Pembantu Rektor II Undiksha mengungkapkan, menyangkut pengembangan kemampuan bangsa sendiri mesti melibatkan dua komponen penting yakni lembaga kependidikan sebagai ujung tombak pengembangan SDA dan juga pemerintah sebagai pemangku kebijakan sekaligus pelaksana wewenang.
Dikatakan lembaga kependidikan, terutama perguruan tinggi (PT) mesti membekali mahasiswa dengan beberapa kompetensi standar yang dibutuhkan sebagai komponen pemenuhan persyaratan menghadapi MEA.
"Contoh sederhana dalam hal bahasa, perguruan tinggi harus mewajibkan mahasiswa mengikuti sertifikasi khusus kebahasaan yang digunakan dalam dunia internasional, dalam hal ini Bahasa Inggris," kata dia seraya menambahkan penguasaan bahasa merupakan hal wajib bagi yang harus dimiliki jika ingin bersaing dalam MEA.
Selain itu, secara informal, Pemerintah Pusat maupun Daerah mesti melakukan program peningkatkan SDA berupa paket pelatihan guna meningkatkan kemampuan masyarakat SDA menengah kebawah.
"Pertanyaannya adalah apakah masyarakat dengan kemampuan SDA lemah seperti pengangguran tidak dapat ikut bersaing dalam MEA? tentu dapat. Namun, harus dilatih terus menerus sehingga memiliki kemampuan yang dibutuhkan dalam dinamika dalam MEA.
Bukan hanya itu saja, ia menilai, masyarakat mesti memiliki integritas nasionalisme mapan karena sangat dibutuhkan mengantisipasi derasnya pengaruh globalisasi.
Dalam hal ini, MEA menurutnya cenderung mendorong semua kalangan terlibat dalam mobilitas ekonomi multi arah antarabangsa antarnegara. "Jangan sampai terlena di dalam persaingan bebas dan merupakan jati diri sebagai sebuah bangsa dengan adat istiadat dan nilai nilai luhur adihulung yang selama ini dipakai sebagai pijakan berbangsa dan bernegara," demikian Lasmawan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015