Jakarta (Antara Bali) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa kesenian dan hiburan oleh pemerintah dilakukan untuk harmonisasi aturan karena pajak tersebut sudah dipungut dan dikelola pemerintah daerah.
"Peraturan Menteri Keuangan yang kami keluarkan hanya menegaskan atau intinya untuk harmonisasi peraturan karena dalam pajak itu tidak boleh ada 'double taxation', satu objek tidak boleh dikenai pajak dari dua arah," ujar Menkeu dalam rapat kerja mengenai Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) APBN 2014 dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (24/8) malam.
Ia mengatakan bahwa pajak mengenai hiburan sudah dikeluarkan oleh pemda dengan tarif sesuai dengan kebijakan masing-masing.
"Dalam aturan, bisa sampai 75 persen. Akan tetapi, di setiap daerah mempunyai kebijakan masing-masing dalam menentukan," tutur Menkeu.
Sebagai contoh di DKI Jakarta untuk pajak hiburan berupa diskotik, karaoke, klab malam, panti pijat, serta mandi uap dan spa dikenai tarif sebesar 20 persen. Sementara itu, atas objek tersebut di Surabaya dikenai dengan tarif sebesar 35 persen.
Dengan dikeluarkannya PMK tersebut, dia mengatakan bahwa kini tidak terdapat lagi tabrakan antara penarikan PPN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan UU PDRD yang diatur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menkeu juga menyangkal pemerintah memberikan kelonggaran perpajakan bagi kegiatan hiburan dan kesenian, termasuk klab malam, diskotik, dan panti pijat, dengan adanya peraturan tersebut.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk memberikan kepastian hukum. Dengan adanya penerbitan PMK 158 ini, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih intensif dan tidak terdapat keraguan untuk mengenakan pajak daerah atas jasa tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Peraturan Menteri Keuangan yang kami keluarkan hanya menegaskan atau intinya untuk harmonisasi peraturan karena dalam pajak itu tidak boleh ada 'double taxation', satu objek tidak boleh dikenai pajak dari dua arah," ujar Menkeu dalam rapat kerja mengenai Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) APBN 2014 dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (24/8) malam.
Ia mengatakan bahwa pajak mengenai hiburan sudah dikeluarkan oleh pemda dengan tarif sesuai dengan kebijakan masing-masing.
"Dalam aturan, bisa sampai 75 persen. Akan tetapi, di setiap daerah mempunyai kebijakan masing-masing dalam menentukan," tutur Menkeu.
Sebagai contoh di DKI Jakarta untuk pajak hiburan berupa diskotik, karaoke, klab malam, panti pijat, serta mandi uap dan spa dikenai tarif sebesar 20 persen. Sementara itu, atas objek tersebut di Surabaya dikenai dengan tarif sebesar 35 persen.
Dengan dikeluarkannya PMK tersebut, dia mengatakan bahwa kini tidak terdapat lagi tabrakan antara penarikan PPN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan UU PDRD yang diatur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menkeu juga menyangkal pemerintah memberikan kelonggaran perpajakan bagi kegiatan hiburan dan kesenian, termasuk klab malam, diskotik, dan panti pijat, dengan adanya peraturan tersebut.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk memberikan kepastian hukum. Dengan adanya penerbitan PMK 158 ini, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih intensif dan tidak terdapat keraguan untuk mengenakan pajak daerah atas jasa tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015