Jakarta (Antara Bali) - Bertepatan dengan peringatan hari kanker paru-paru sedunia pada 1 Agustus ini, ahli kesehatan menyarankan pemerintah melakukan lima hal guna menangani angka kejadian kanker ini di Indonesia.
Spesialis pulmonologi dan dan ilmu kedokteran respirasi FKUI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K), MARS, DTM&H, DTCE, mengatakan, hal pertama ialah penanggulangan masalah merokok. "Penanganggulangan masalah rokok sesuai PP 109/2012," ujar Tjandra dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Selain itu, pemerintah juga perlu menggencarkan penyuluhan kesehatan, mulai dari tingkat masyarakat, dalam bentuk pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
Hal lainnya ialah penyediaan alat diagnostik seperti laboratorium klinik, patologi anatomik, radiologik. Lalu, modalitas terapi misalnya alat pembedahan radioterapi dan kemoterapi.
Tjandra melanjutkan, selain alat, tenaga ahli yang terdiri dari dokter spesialis paru, dokter bedah toraks, dokter radioterapi, dokter patologi anatomik & klinik beserta tim pendukungnya, juga perlu dipersiapkan pemerintah untuk menangani kanker paru-paru.
Terakhir, kata dia, ialah sistem pembiayaan kesehatan dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penyakit kanker paru-paru. Menurut Tjandra, kanker paru-paru adalah salah satu kanker terbanyak di dunia. Kematian akibat kanker ini di dunia lebih banyak daripada gabungan kematian akibat kanker payudara, kanker kolon dan kanker prostat.
"Satu dari lima kematian akibat kanker di dunia terjadi akibat kanker paru, dan setiap tahun ada lebih dari 1,8 juta kasus kanker paru baru di dunia," kata dia.
Sementara itu, estimasi badan kesehatan dunia (WHO) tentang 10 penyebab kematian di dunia tahun 2015 menunjukkan bahwa kanker paru-paru, trakea dan bronkus merupakan penyebab kematian ke-7 di dunia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Spesialis pulmonologi dan dan ilmu kedokteran respirasi FKUI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K), MARS, DTM&H, DTCE, mengatakan, hal pertama ialah penanggulangan masalah merokok. "Penanganggulangan masalah rokok sesuai PP 109/2012," ujar Tjandra dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Selain itu, pemerintah juga perlu menggencarkan penyuluhan kesehatan, mulai dari tingkat masyarakat, dalam bentuk pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
Hal lainnya ialah penyediaan alat diagnostik seperti laboratorium klinik, patologi anatomik, radiologik. Lalu, modalitas terapi misalnya alat pembedahan radioterapi dan kemoterapi.
Tjandra melanjutkan, selain alat, tenaga ahli yang terdiri dari dokter spesialis paru, dokter bedah toraks, dokter radioterapi, dokter patologi anatomik & klinik beserta tim pendukungnya, juga perlu dipersiapkan pemerintah untuk menangani kanker paru-paru.
Terakhir, kata dia, ialah sistem pembiayaan kesehatan dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penyakit kanker paru-paru. Menurut Tjandra, kanker paru-paru adalah salah satu kanker terbanyak di dunia. Kematian akibat kanker ini di dunia lebih banyak daripada gabungan kematian akibat kanker payudara, kanker kolon dan kanker prostat.
"Satu dari lima kematian akibat kanker di dunia terjadi akibat kanker paru, dan setiap tahun ada lebih dari 1,8 juta kasus kanker paru baru di dunia," kata dia.
Sementara itu, estimasi badan kesehatan dunia (WHO) tentang 10 penyebab kematian di dunia tahun 2015 menunjukkan bahwa kanker paru-paru, trakea dan bronkus merupakan penyebab kematian ke-7 di dunia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015