Denpasar (Antara Bali) - Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali mengharapkan pengurus di "desa pakraman" atau desa adat dapat meningkatkan pengawasan dan pengamatan terhadap warga yang tinggal di wilayah masing-masing.
"Hal ini khususnya untuk desa pakraman di lingkungan perkotaan karena ada kecenderungan warga menjadi lebih individualistis. Mereka tidak mau tahu urusan orang lain dan juga tidak mau diganggu oleh orang lain," kata Ketua MUDP Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesha, di Denpasar, Rabu.
Pernyataan tersebut disampaikan Jero Suwena supaya kasus pembunuhan bocah Engeline (8) yang ditemukan tewas terkubur di halaman belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam No 26 Denpasar, jangan sampai terulang lagi. Hal itu sampai terjadi karena dipandang masih lemahnya fungsi kontrol sosial.
"Kehidupan di kota umumnya tidak tahu tetangga itu siapa, berbeda dengan kehidupan di kampung. Kalau di desa atau kampung, kulturnya masih tradisional, komunal dan agraris. Oleh karena itu, kami harapkan `prajuru` atau pengurus di desa pakraman lebih meningkatkan pengawasan dan pengamatan terhadap siapa-siapa yang tinggal di wilayah setempat," ujarnya.
Menurut Jero Suwena, kalau pihak desa pakraman melakukan inspeksi mendadak (sidak) juga dirasanya kurang tepat karena menjadi kewenangan pemerintah daerah dan bisa-bisa dikatakan prajuru adat arogan.
"Kalau sidak, bisa meminta bantuan perbekel (kepala desa), lurah, Satpol PP dan polisi. Jadi yang dilakukan desa pakraman bukan sidak," ucap pimpinan tertinggi himpunan desa pakraman di Bali itu.
Jero Suwena mengingatkan, yang perlu diwaspadai dalam pengawasan itu bukan hanya kepada pendatang non-Hindu dari luar Bali, tetapi kepada siapapun itu yang datang di wilayah desa pakraman.
"Sapapun yang datang ke Bali, tinggal di Bali harus mengikuti juga aturan-aturan yang ada di Bali sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam kehidupan beragama dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegasnya.
Di sisi lain, Jero Suwena menambahkan bahwa peran pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab warga dan "prajuru" (pengurus) adat, namun pemerintahlah yang lebih mempunyai kewenangan untuk itu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Hal ini khususnya untuk desa pakraman di lingkungan perkotaan karena ada kecenderungan warga menjadi lebih individualistis. Mereka tidak mau tahu urusan orang lain dan juga tidak mau diganggu oleh orang lain," kata Ketua MUDP Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesha, di Denpasar, Rabu.
Pernyataan tersebut disampaikan Jero Suwena supaya kasus pembunuhan bocah Engeline (8) yang ditemukan tewas terkubur di halaman belakang rumahnya di Jalan Sedap Malam No 26 Denpasar, jangan sampai terulang lagi. Hal itu sampai terjadi karena dipandang masih lemahnya fungsi kontrol sosial.
"Kehidupan di kota umumnya tidak tahu tetangga itu siapa, berbeda dengan kehidupan di kampung. Kalau di desa atau kampung, kulturnya masih tradisional, komunal dan agraris. Oleh karena itu, kami harapkan `prajuru` atau pengurus di desa pakraman lebih meningkatkan pengawasan dan pengamatan terhadap siapa-siapa yang tinggal di wilayah setempat," ujarnya.
Menurut Jero Suwena, kalau pihak desa pakraman melakukan inspeksi mendadak (sidak) juga dirasanya kurang tepat karena menjadi kewenangan pemerintah daerah dan bisa-bisa dikatakan prajuru adat arogan.
"Kalau sidak, bisa meminta bantuan perbekel (kepala desa), lurah, Satpol PP dan polisi. Jadi yang dilakukan desa pakraman bukan sidak," ucap pimpinan tertinggi himpunan desa pakraman di Bali itu.
Jero Suwena mengingatkan, yang perlu diwaspadai dalam pengawasan itu bukan hanya kepada pendatang non-Hindu dari luar Bali, tetapi kepada siapapun itu yang datang di wilayah desa pakraman.
"Sapapun yang datang ke Bali, tinggal di Bali harus mengikuti juga aturan-aturan yang ada di Bali sepanjang tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam kehidupan beragama dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegasnya.
Di sisi lain, Jero Suwena menambahkan bahwa peran pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab warga dan "prajuru" (pengurus) adat, namun pemerintahlah yang lebih mempunyai kewenangan untuk itu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015