Denpasar (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Bali meminta agar bank perkreditan rakyat (BPR) memiliki modal minimum dan modal inti yang kuat menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) perbankan tahun 2020.

"Agar menjadi lebih baik, tidak hanya dipenuhi minimal tetapi juga lebih agar bisa siap maju dan berkembang dalam menghadapi MEA perbankan 2020 yang harus mempersiapkan diri jauh hari," kata Kepala OJK Bali, Zulmi, dalam sosialisasi peraturan OJK mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan modal inti BPR di Sanur, Denpasar, Kamis.

Menurut dia, sesuai dengan aturan tersebut pendirian BPR di Bali dibagi dalam tiga zona dengan persyaratan modal disetor minimum pendirian BPR baru yakni zona 1 (Denpasar) sebesar Rp14 miliar, Zona 2 (Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar) sebesar Rp8 miliar dan zona 3 (Kabupaten Bangli, Buleleng, Klungkung, Jembrana dan Karangasem) sebesar Rp6 miliar.

Sementara itu Ketua Persatuan BPR Indonesia (Perbarindo) Bali, Ketut Wiratjana mengatakan bahwa untuk BPR yang telah berdiri juga memiliki persyaratan yakni modal inti pada tahun 2019 minimal Rp6 miliar.

"Seandainya hingga 2019 nanti tidak bisa dipenuhi syarat itu, harapan dari OJK, bisa gabung atau merger," ucapnya.

Saat ini jumlah BPR di Pulau Dewata mencapai 137 dan satu BPR Syariah dengan total aset per April 2015 mencapai Rp9,7 triliun.

Meski demikian, OJK Bali merilis aset BPR di Pulau Dewata tumbuh melambat sebesar Rp0,2 triliun karena dipengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional dan global beberapa waktu lalu yang sempat melambat.

Sedangkan menyangkut kredit macet BPR di Pulau Dewata mengalami peningkatan dalam empat bulan terakhir yakni mencapai 2,91 persen atau meningkat dari akhir tahun 2014 yang mencapai 2,3 persen.

Untuk itu, BPR diminta untuk menerapkan prinsip kehati-hatian sebelum memberikan kredit kepada calon penerima dengan kelayakan analisis dan disertai agunan. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015