Denpasar (Antara Bali) - Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali IGN Wiranatha mengemukakan sekitar 3,34 hektare tanah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Denpasar, telah disertifikatkan menjadi hak milik warga di sekitarnya.

"Di Tahura Ngurah Rai, ada 16 kasus pensertifikatan oleh warga dengan total luas sekitar 3,34 hektare. Kasus pensertifikatan ini sebenarnya sudah lama terjadi yakni sebelum tahun 2000," kata Wiranatha, di Denpasar, Kamis.

Ia mengemukakan, kawasan hutan yang disertifikatkan tersebut digunakan warga untuk bangunan rumah tinggal dan sebagian di kavling-kavling.

"Untuk menangani kasus ini, kami telah menempuh upaya hukum secara bertahap mengingat keterbatasan personel penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) kami," ucapnya.

Bahkan pada 11 November 2014, tambah dia, Bareskrim Polri bersama Direktorat Penyidikan dan Pengamanan, Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polda Bali, Dinas Kehutanan, UPT Tahura Ngurah Rai, dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII telah melakukan pengambilan koordinat dan pemeriksaan lapangan terhadap kasus-kasus pelanggaran di sana.

Menurut Wiranatha, untuk menyelesaikan satu kasus pensertifikatan itu dibutuhkan waktu hingga empat tahun, sampai keluarnya putusan dari Mahkamah Agung. Ia mencontohkan untuk kasus sertifikatan Gede Santosa dan I Ketut Juana (PT Bali Siki) seluas 11 are telah dilakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara yang prosesnya hingga ke MA dan total menempuh proses hukum hingga empat tahun.

"Saat ini sedang menunggu proses eksekusi," ucapnya.

Untuk 2015, lanjut dia, akan dilakukan gugatan lagi untuk kasus lainnya ke PTUN Denpasar. "Kami juga mengundang masyarakat maupun pihak-pihak yang selama ini berkoar-koar mengaku peduli lingkungan untuk membantu kami melakukan `class action` mengajukan materi gugatan kepada warga yang melakukan pensertifikatan itu karena untuk kasus ini dimungkinkan masyarakat untuk mengajukan gugatan ke PTUN," ujarnya.

Wiranatha menambahkan, selain kasus pensertifikatan, di Tahura Ngurah Rai juga terjadi pelanggaran berupa perambahan kawasan hutan sebanyak 23 lokasi seluas 3,507 hektare yang tersebar mulai dari wilayah Desa Sanur Kauh, Denpasar sampai dengan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung.

"Terkait hal ini, kami telah melakukan penyelidikan, pembongkaran dan meminta keterangan serta membuat surat pernyataan terhadap beberapa oknum yang diduga melakukan pelanggaran di bidang kehutanan pada Juni 2014," ucapnya.

Di samping itu ada juga tumpang tindih kawasan hutan dengan PT Pelindo III Cabang Benoa dan ditemukan seluas 80,594 are (0,805 hektare) yang telah dikerjasamakan Pelindo III Cabang Benoa dengan PT Sayap Garuda Indah untuk lapangan helikopter beserta sarana prasarananya dan Restoran Akame.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Pemprov I Dewa Gede Mahendra Putra mengatakan dengan berbagai upaya tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya pemerintah daerah tidak tinggal diam terhadap persoalan yang terjadi di Tahura Ngurah Rai.

"Namun untuk menyelesaikan semua kasus itu memerlukan kerja sama berbagai pihak, termasuk dari pemerintah pusat, kabupaten dan kota sehingga upaya yang dilakukan dapat terstruktur, sistematis dan masif," ujar Dewa Mahendra. (WDY)

Pewarta: Oleh Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015